Jalan Tengah Agama dan Negara Hidup Berdampingan

Pusat Kajian Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menyelenggarakan Webinar pada Jumat (18/7). Webinar bertema “Membangun Relasi Harmoni Antara Negara Dan Agama Dalam Masyarakat” itu oleh beberapa pembicara. Dr. Wahiduddin Adams, M.H. (Hakim Mahkamah Konstitusi) hadir sebagai keynote speaker. Sementara tiga narasumber lainnya Agus Triyanta, Ph.D. (Direktur Pusat Studi Hukum Islam PSHI dan Dosen FH UII), Bisariyadi, L.L.M. (Peneliti Mahkamah Konstitusi RI), dan M. Yasin Al Arif, M.H. (Dosen FH UIN Raden Intan Lampung).

Dr. Wahiduddin Adams menuturkan pentingnya memiliki prinsip yang menjiwai manusia khususnya penyelenggara negara. Ini agar mereka mampu memberikan patokan sesuai dengan nilai yang ada di dalam Al-Quran. Nilai-nilai itu antara lain al-‘adalah (keadilan), al-amanah (dapat dipercaya), al-hurriyah (kebebasan), al-musawah (persamaan), al-ukhuwah (persaudaraan), as-syura (musyawarah), amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya.

Indonesia menurutnya adalah religion nation state atau negara yang menjamin kebebasan beribadah umat beragama dan menghargai keberagaman setiap warga negara. Sebagaimana termuat dalam UUD 1945 pada pokok pikiran keempat yaitu ketuhanan yang merupakan pancaran dari sila pertama Pancasila.

“Dengan ini, diharapkan agama mampu dijadikan sumber moral, ethic, dan nilai spiritual sehingga melekat dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengambilan kebijakan negara serta tidak terlepas dari produk legislasi yang dihasilkan pemerintah,” Jelasnya.

Sementara itu, Agus Triyanta menjelaskan bahwa saat ini adanya nilai keagamaan dalam suatu negara sudah tidak dapat dihindari lagi terkhusus bagi negara sekuler. Karena pada hakikatnya aturan dan ajaran agama dalam suatu negara tidak membahayakan warga negara itu sendiri. Di sisi lain, hal ini dapat dihubungkan dengan pemikiran Bryan Turner tentang proses adanya tren konvergensi relasi agama dan negara, yang hubungannya bersifat mutualistis.

“Maka aneh sekali jika aturan agama itu ditentang tetapi tidak membahayakan orang lain. Negara yang sekuler saja sedang melalui rebound. Contohnya seperti trend global halal industry, industri halal ini banyak sekali, diperkirakan lebih dari 3 triliun USD. Di bidang kosmetik contohnya, Korea Selatan yang didominasi dengan latar belakang agama Budha, Konghucu, dan Katolik mereka berurusan dengan kriteria halal walaupun mereka non muslim”, ungkapnya.

Peneliti Mahkamah Konstitusi RI, Bisariyadi mengatakan bahwa isu agama dan negara akan selalu menjadi isu aktual. Forum akademik berguna untuk memantik pengetahuan lebih dalam.

Mahkamah Konstitusi adalah jalur yang tersedia untuk mempertimbangkan keseimbangan antara pengaruh agama dalam negara serta seberapa besar negara dapat mencampuri urusan agama. Kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi hanya terbatas, tetapi penafsiran Mahkamah Konstitusi atas konstitusi dapat mempengaruhi hubungan antara agama dan negara.

Terakhir, M. Yasin Al Arif berpendapat pengaruh dan kontribusi agama dalam pembentukan perundang-undangan dapat dilihat dalam dua aspek. Yang pertama, pengaruh agama sebagai tatanan nilai yang meliputi ajaran agama, nilai etika moral, nilai keadilan, dan nilai kemanusiaan yang secara universal dijadikan rujukan dalam pembentukan perundang-undangan. Kedua, pengaruh agama yang dilihat secara substansial sebagai suatu hukum yang dijadikan norma dalam peraturan perundang-undangan.

“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara telah memberikan jalan tengah (middle way) terhadap pengaruh agama dalam pembentukan peraturan sehingga ada kontribusi agama di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan,” ucapnya. (HA/ESP)