Memperkuat Ekosistem Investigasi Digital

Sekarang kita hidup di era yang disebut dengan Digital Device atau Gaya Hidup Digital. Terlebih dengan adanya pandemi saat ini, masyarakat desa atau kota semakin banyak menghabiskan waktunya menyentuh perangkat digital seperti gawai. Perubahan ini membuat banyak data-data pribadi menjadi terekspos karena sebagai syarat menggunakan aplikasi gawai.

Keamanan digital pun menjadi perhatian guna melindungi data-data yang ada di ruang siber tersebut. Hal inilah yang dibahas secara mendalam di webinar bertema Penguatan Ekosistem Keamanan dan Investasi Digital. Acara pada Sabtu (18/7) itu diadakan Prodi Magister Informatika UII dan diisi oleh Dr. Yudi Prayudi.

Dr. Yudi menyampaikan sebuah penelitian yang mengatakan bahwa semakin banyak aktivitas di ruang siber maka semakin tinggi pula risikonya. Salah satunya yakni permasalahan mengenai identitas digital. Di ruang siber, secara tidak langsung kita berbagi informasi-informasi pribadi di sehingga rawan ada pelanggaran-pelanggaran yang disebut dengan cybercrime. Tiga kategori paling sederhana dari cybercrime adalah computer crimes, computer supported crime, dan computer facilitated crime”, jelasnya.

Ia menambahkan cybercrime secara tidak langsung membentuk sebuah ekosistem. Ada pihak yang membuat, memasarkan, dan saling memanfaatkan keterampilan masing-masing untuk melakukan kejahatan di ruang siber. Memperkuat ekosistem untuk melakukan investigasi secara digital sangat perlu guna menyeimbangkan risiko keamanan yang muncul akibat teknologi informasi.

“Digital Forensic Ecosystem atau investigasi digital sangat penting untuk menanggulangi kejahatan-kejahatan cybercrime. Hal-hal yang diperlukan dalam digital forensic adalah training center untuk melatih para SDM, supporting tools untuk membantu memperkuat keamanan, researcher untuk meneliti perkembangan dunia digital, law enforcement sebagai penguat hukum, private investigator, educator, consultant, system developer, book writer, dan reseller”, imbuhnya lagi.

Di samping itu, tidak kalah penting adalah membangun ekosistem dari sisi human resource. Salah satunya melalui edukasi agar masyarakat tidak menjadi target empuk dalam cybercrime. Edukasi akan meningkatkan kewaspadaan masyarakat yang nantinya akan menjadi proaktif suatu saat ia menjadi korban bisa langsung lapor, apa yang harus diamankan untuk menjadi bukti, dsb.

Edukasi yang dilakukan bisa berupa pendidikan formal dengan belajar di universitas dan informal dengan mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai teknologi informasi. Terlebih saat ini ketergantungan Indonesia dengan sistem forensik digital dari luar negeri sangat tinggi.

Akan lebih baik jika sistem yang digunakan dari karya anak bangsa yang didesain sendiri. Keamanan juga dijamin lebih terjaga dengan produk lokal daripada yang dibuat dari luar negri. Semakin banyak populasi yang sadar akan keamanan digital maka ekosistem digital forensik juga semakin kuat. (HN/ESP)