Jembatani Perbedaan Budaya Indonesia-Australia Melalui Diskusi

Meski hubungan antar negara Australia-Indonesia di level pemerintah dinilai cukup dekat, namun juga perlu didukung dengan hubungan antar sesama warga negara atau people to people contact. Hal itu selain menguatkan hubungan juga dapat membawa dampak positif di berbagai aspek. Oleh karena diperlukan upaya menjembatani perbedaan budaya antara kedua bangsa agar hubungan warganya kian cair.

Demikian disampaikan Direktur Direktorat Pemasaran, Kerjasama dan Alumni (DPKA) UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., MA pada sebuah acara bertajuk “Cross Culture Discussion and Cooking Class: Indonesia-Australia Bound in Harmony”.

Acara yang digelar oleh Aussie Banget Corner UII itu terdiri dari beberapa agenda yakni Sesi Diskusi, Peragaan memasak masakan Indonesia maupun Australia dan Penampilan musik. Bertempat di Lapangan Parkir Book Store Universitas Islam Indonesia, Sabtu (28/04), acara banyak menyedot perhatian mahasiswa UII.

Hadir dalam acara ini Perwakilan dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta, mahasiswa Australia di Yogyakarta di bawah naungan Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies (ACICIS), dan Australia-Indonesia Youth Association (AIYA).

“UII sebagai institusi pendidikan sepenuhnya sadar untuk terlibat dalam penguatan hubungan antara Indonesia dan Australia. Kita ingin memperluas kesadaran masyarakat Indonesia khususnya komunitas akademik untuk secara langsung dapat berhubungan dengan orang Australia di Indonesia”, ujarnya.

Ia ingin agar ABC UII tidak hanya sebagai simbol adanya pojok diplomasi Australia di UII namun juga simbol komunitas akademik UII yang ingin terikat lebih dalam dan mempelajari Australia lebih dalam.

Sesi diskusi menghadirkan para mahasiswa UII yang pernah berkunjung ke Australia yakni Bintar Mupiza (Hubungan Internasional), Zulhazmi Luthfi (Teknik Lingkungan), dan Egista Pregi (Pendidikan Bahasa Inggris).
Bintar mengatakan orang Australia sangat ramah khususnya ketika berada di musholla. “Mereka sangat menghargai saya ketika berbicara walaupun mereka lebih tua. Bagi kalian yang ingin pergi ke sana setidaknya hubungi PPI atau Alumni UII untuk mengetahui keadaan di sana.” Ujarnya.

Ditambahkan Egis, pengeluaran selama di Australia cukup besar, karena perbedaan mata uang. Selain itu, sebagian orang ada yang memandang sebelah mata terhadap orang asing yang menggunakan jilbab, namun itu tergantung dari kepribadian masing-masing orang. (BKP/ESP)