Kedokteran Presisi dan Perangai Ilmiah

Hanya ungkapan syukur yang pantas kita panjatkan kepada Allah Swt. atas semua nikmat yang tak pernah putus dikaruniakan kepada keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII). Kali ini, sebanyak 105 dokter dilahirkan dari rahim UII. Sampai periode sumpah kali ini, sejak berdirinya, Fakultas Kedokteran UII telah meluluskan 2.208 dokter.

Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, para dokter baru dapat melalui proses pendidikan dan ujian dengan ikhtiar yang diiringi kiriman doa terbaik dari orang terkasih, terutama orang tua. Saya yakin banyak cerita bahagia yang menyertainya. Kisah nestapa pun jika ada, insyaallah akan terasa indah pada waktunya.

Atas nama UII, saya mengucapkan selamat atas pencapaian ini. Juga kepada keluarga para dokter baru. Semoga ini akan membuka berjuta pintu kebaikan di masa depan, ketika para dokter berkhitmad kepada sesama.

 

Kedokteran presisi

Saya yakin, bekal pengetahuan dan pengalaman selama pendidikan klinik sudah cukup untuk memulai mengabdi. Namun, kita harus ingat, ilmu kedokteran terus berkembang. Karenanya, jangan berhenti untuk mengikuti perkembangan termutakhir dan menyesuaikan diri dengan cepat.

Salah satu tema “baru” dalam dunia kedokteran adalah kedokteran presisi (precision medicine) (Ashley, 2016). Harian Kompas edisi 16 Januari 2023 juga menurunkan dua tulisan yang cukup panjang terkait dengan isu ini.

Kedokteran presisi atau kedokteran yang dipersonalisasi (personalized medicine) memungkinkan setiap pasien mendapatkan layanan medis yang lebih sesuai dengan karakteristiknya. Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dante Saksono, dalam sebuah kesempatan, menyampaikan bahwa kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) tidak lagi mencukupi untuk mengatasi beragam masalah kesehatan publik (Santoso, 2023).

Sebagai contoh, untuk kasus Indonesia, hanya 30% penderita diabetes melitus yang mempunyai gula darah terkendali setelah mengonsumsi obat. Sisanya, sebanyak 70% tidak terkendali gula darahnya. Setiap pasien mempunyai respons terhadap obat yang berbeda. Karenanya, pengobatan tidak bisa dibuat sama.

Hal ini disebabkan oleh beragam hal, termasuk identifikasi fisik, seluler, biomolekuler, genetis, dan identifikasi nonfisik pasien (Santoso, 2023). Kedokteran presisi menggabungkan pemanfaatan beragam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu genetika atau biologi molekuler, teknologi digital khususnya kecerdasan buatan (artificial intelligence), psikososial, serta pemahaman terhadap lingkungan dan gaya hidup, yang dikombinasikan dengan ilmu kedokteran.

Pemanfaatan kecerdasan buatan yang dilengkapi dengan algoritma yang mampu memetakan gen dan respons epigenetik terhadap perubahan lingkungan dan gaya hidup, misalnya, akan meningkatkan kualitas intervensi medis, baik pada tahap pencegahan, diagnosis, maupun pengobatan (i.e. Corti et al., 2022; Pelter & Druz, 2022). Kedokteran presisi dianggap sebagai keniscayaan untuk layanan kesehatan masa depan.

 

Perangai ilmiah

Tentu saya tidak punya legitimasi untuk melanjutkan paparan, karena latar belakang pendidikan saya yang tidak terhubung langsung dengan kedokteran. Tetapi, literatur terkait dengan kemajuan bidang kedokteran saat ini dapat diakses siapa saja. Saya bukan seorang dokter, namun saya personal cukup sering mengakses literatur bidang kedokteran jika menghadapi sebuah masalah yang tidak membutuhkan keahlian dalam untuk memahaminya.

Sebagai contoh, ketika sembuh dari paparan Covid-19 yang kedua beberapa waktu lalu, saya merasakan gejala long Covid-19, seperti perasaan cepat lelah, cepat lapar, masalah persendian, yang tampaknya lebih parah dibandingkan dengan long Covid-19 ketika paparan pertama. Saya pun berburu literatur, dan menemukan sebuah artikel yang dimuat di majalah sains terkemuka, Nature.  

Aha, ternyata akibat paparan yang berulang mempunyai dampak yang dapat lebih parah. Setelah membaca laporan tersebut dengan kosakata yang terbatas, saya pun sampai pada sebuah kesimpulan: ternyata teman saya banyak. Informasi tersebut sudah cukup membuat saya nyaman, menerima keadaan, dan mengurangi kekhawatiran. Tentu, jika diperlukan tindakan medis lanjutan, kita harus segera menghubungi dokter.

Nah, terkait dengan kedoteran presisi, saya periksa, ternyata diskusi terkait isu tersebut sudah dimulai sekitar 20 tahun lalu di bidang onkologi, atau studi kanker, seperti dilaporkan oleh jurnal terkemuka di bidang kedokteran, The Lancet (Blay et al., 2012; The Lancet, 2021).

Justru, saya akan sangat khawatir kalau para kolega dokter yang hadir di sini tidak cukup awas dengan perkembangan mutakhir dan mencoba meresponsnya sampai level yang mungkin. Saya berhusnuzan, para kolega dokter juga mengikuti perkembangan dengan baik.

Saya juga berharap, para dokter baru, juga membawa kesadaran yang sama. Karena kedokteran membawa pendekatan ilmiah, maka perangai ilmiah (scientific temper) perlu terus diasah sensitivitasnya. Membaca literatur mutakhir, terlihat dalam beragam diskusi dan konferensi, mengambil keputusan berbasis data dan argumentasi yang kuat, merupakan ritual ilmiah yang baik untuk merawat perangai ilmiah.

Karenanya, saya sangat senang, ketika di bandara bertemu dengan rombongan para dokter dari Indonesia sepulang menghadiri sebuah konferensi kedokteran di Eropa, misalnya. “Perjalanan ilmiah” merupakan ikhtiar merawat perangai ilmiah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Memahami dan mendalami kedokteran presisi, dengan beragam perspektif yang muncul (Pelter & Druz, 2022), juga merupakan upaya dengan maksud serupa.

 

Referensi

Ashley, E. A. (2016). Towards precision medicine. Nature Reviews Genetics17(9), 507-522.

Blay, J. Y., Lacombe, D., Meunier, F., & Stupp, R. (2012). Personalised medicine in oncology: questions for the next 20 years. The Lancet Oncology13(5), 448-449.

Bowe, B., Xie, Y., & Al-Aly, Z. (2022). Acute and postacute sequelae associated with SARS-CoV-2 reinfection. Nature Medicine28(11), 2398-2405.

Corti, C., Cobanaj, M., Dee, E. C., Criscitiello, C., Tolaney, S. M., Celi, L. A., & Curigliano, G. (2022). Artificial intelligence in cancer research and precision medicine: Applications, limitations and priorities to drive transformation in the delivery of equitable and unbiased care. Cancer Treatment Reviews, 102498.

Pelter, M. N., & Druz, R. S. (2022, in press). Precision Medicine: Hype or Hope?. Trends in Cardiovascular Medicine.

Santoso, D. (2023). Mendorong kedokteran presisi. Kompas, 16 Januari.

The Lancet (2021). 20 years of precision medicine in oncology. The Lancet, 397(10287), 1781.

Sambutan pada pelantikan dan sumpah dokter Universitas Islam Indonesia pada 18 Januari 2023.