Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Maya Targetkan Kaum Hawa

Semakin berkembangnya teknologi informasi serta meluasnya jangkauan internet dan penggunaan media sosial memunculkan berbagai permasalahan baru. Salah satunya yakni kekerasan berbasis gender di dunia maya/online (KBGO). Fenomena tersebut diakui sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia paling luas yang difasilitasi kemajuan teknologi. Ironisnya, kaum perempuan menjadi target utama. Secara global, data menunjukkan bahwa satu dari tiga wanita mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya. Tindakan ini sering digunakan untuk menyerang, menindas atau membungkam perempuan di ruang pribadi dan publik dunia maya.

Merespon hal ini, Lembaga Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (LEM UII) menggelar kajian keilmuan dengan tema Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) : Pelanggaran Kemanusian Yang Terkesampingkan pada Sabtu (8/8). Kajian ini menghadirkan Fadillah Adkiras, S.H., selaku pendiri dan ketua umum Serikat Mahasiswa Untuk Indonesia (SRIKANDI UII), organisasi yang memperjuangkan hak perempuan.

Mengawali kajiannya, Fadillah Adkiras menyampaikan makna dari KBGO adalah segala bentuk kekerasan yang bertujuan menyerang gender dan seksualitas baik orang atau pihak lain yang difasilitasi teknologi internet. KBGO menurutnya memiliki beberapa unsur. Pertama, penyerangan terhadap gender. Kedua, memiliki kekerasan yang beragam dan dari pelaku yang beragam bahkan tidak terikat ruang dan waktu. Ketiga, terdapat ekspresi relasi kuasa yang timpang. Dan yang terakhir, perbuatannya difasilitasi oleh internet.

“Inilah penyebab mengapa KBGO sangat sulit penanganannya. Karena bisa jadi pelakunya ada di negara lain dan dalam jangka waktu yang berbeda sehingga instrumen hukum yang ada saat ini cukup sulit untuk memberi perlindungan, untuk dapat memberikan perlindungan secara pasti,” jelasnya.

Ia juga memaparkan beberapa bentuk-bentuk dari KBGO. Online Harassment yang disebut juga trolling adalah kekerasan berupa penghinaan, makian, komentar dalam kata maupun gambar. Bentuk serangan ini dilakukan secara repetitif atau terus menerus terhadap korban.

Selanjutnya ada pula Cyber-Mob Attacks, serangan yang dilakukan oleh sekelompok orang secara terorganisir untuk mempermalukan, mengancam, dan mendiskreditkan target (korban). Adapun Cyberstalking adalah kekerasan berupa penguntitan atau pengawasan di ranah digital dengan tujuan membuat tidak nyaman. Bahkan lebih jauh untuk melakukan tindakan kekerasan secara offline sehingga korban merasa tengah diawasi.

“Penyelesaian kasus KBGO di Indonesia masih sangat minim dan penyelesaiannya masih terbatas dengan UU yang belum bisa mengakomodir perlindungan terhadap korban. KBGO merupakan bentuk kekerasan dengan pelaporan tertinggi ke-2 di Komnas Perempuan. Kemudian penyebab dari KBGO salah satunya minimnya pemahaman perbuatan yang telah dilakukan merupakan sebuah KBGO,” imbuhnya.

Untuk itu, ia menyarankan pentingnya perlindungan bertahap pada media sosial dan segala bentuk data pribadi yang bersifat digital. Apabila korban memutuskan mengambil langkah hukum, pelaporan bisa dilakukan di divisi Cyber Crime Investigation center (CCIC) Polri. “Bagi Korban, KGBO mampu memberikan dampak ketakutan, trauma, bungkam, bahkan kehilangan peluang ekonomi dan isolasi diri. Kita harus bisa menghindari KBGO karena bisa berdampak terhadap hal-hal tersebut”, pungkasnya. (HA/ESP)