Melacak Jejak Sejarah Humas di Indonesia

Selain jurnalis, Public Relations (PR) atau Humas merupakan pekerjaan yang lekat dengan bidang komunikasi. Keduanya berhubungan dengan citra suatu instansi. Oleh karena itu, humas termasuk bidang yang menarik bagi para mahasiswa. Akan tetapi, bagaimana sejarah humas sendiri sehingga dapat eksis di Indonesia?. Hal ini diulas oleh Prodi Ilmu Komunikasi (ILKOM FPSB UII) lewat kegiatan serial bincang sejarah sesi-7 pada Sabtu (22/8) di platform Zoom. Kegiatan bertema “Melacak Sejarah Humas/PR di Indonesia” ini diisi I Gusti Ngurah Putra selaku pemateri.

I Gusti Ngurah Putra menyampaikan arti penting sejarah Humas banyak diulas di berbagai buku dari Amerika Serikat dan Australia. Sejarah tentang PR merupakan chapter yang selalu ada di berbagai negara. Saat ini sudah mulai ada penulisan sejarah PR di masing-masing negara. Pada 2011, Bournemouth University juga menggelar konferensi sejarah PR Internasional yang sayangnya pada waktu itu tidak ada perwakilan dari Indonesia.

“Penulisan sejarah PR di Indonesia dalam beberapa buku memang sudah ada. Namun bukunya sangat terbatas dan tidak menyajikan konteks sosial, politik, dan budaya dari perkembangan praktek PR. Hal ini membuat saya termotivasi untuk mencari tau lebih dalam dan mulai menuliskan sejara PR pada tahun 90-an”, ujarnya.

Tantangan dalam menulis sejarah PR Indonesia baginya tidak menjadi masalah serius. Salah satunya, tokoh perintis awal PR Indonesia tinggal beberapa gelintir saja yang masih ada sehingga cukup sulit untuk mendapatkan data primer. Dokumen terkait juga tidak mudah didapatkan sehingga semakin menambah tantangan dalam menuliskannya.

Ia menambahkan, selama ini sejarah humas lebih banyak dilihat dari kacamata perusahaan (corporate view). PR dicari sejak mulai berjalannya suatu instansi. Sementara di tempat lain, sejarah PR dilihat lebih luas. Contohnya dari berbagai aktivitas masyarakat dalam saling mempengaruhi melalui penggunaan simbolik power.

Pada tahap Pra-Kemerdekaan Indonesia, para tokoh pejuang pun hakikatnya telah mempraktekkan PR. Mereka memproduksi informasi dan menyebarkan dengan tujuan membentuk pengetahuan baru, mempengaruhi orang lain, serta membangun kesadaran yang membentuk identitas Indonesia. Para tokoh bangsa masa itu jelas menggunakan teknik persuasi dengan propaganda yang sangat kuat dalam membangun identitas Indonesia. (FNJ/ESP)