Memahami Makna Berpuasa dari Kitab Kifayatul Akhyar

Takmir Masjid Al-Azhar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (TMA FH UII) menyelenggarakan Kajian Senja Ramadan bertemakan “Mengkaji Kitab Kifayatul Akhyar Bab Puasa”. Kajian daring ini menghadirkan Ustaz Muhammad Fachrurrozi Wardi yang merupakan Mahasiswa Syariah Universitas Yarmouk Yordania sebagai pemateri pada Senin (11/4).

Ustaz Rozi dalam kajiannya menyampaikan bahwa syarat wajib puasa berbeda dengan syarat sah puasa. Syarat wajib puasa adalah syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dihukumi wajib melaksanakan puasa. Syarat wajibnya puasa terdiri dari tiga hal, yaitu Islam, baligh, dan berakal. 

Sedangkan syarat sah puasa adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilaksanakan adalah sah. Syarat sahnya puasa terdiri dari beragama Islam, berakal, suci dari hal yang membatalkan puasa seperti haid dan nifas, serta berpuasa di waktu yang telah ditentukan yakni Bulan Ramadhan.

Ia menjelaskan puasa itu merupakan suatu kewajiban yang menjadi kesepakatan semua umat. Mengutip dari salah satu Allah berfirman dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa “Barang siapa yang mengetahui Bulan Ramadan, maka berpuasalah”. Selain itu, disebutkan juga dalam sebuah hadis bahwa Islam itu terdiri dari lima hal, dan salah satunya adalah puasa. Sehingga puasa hukumnya adalah wajib bagi semua orang Islam dan tidak sah puasanya orang-orang yang kafir.

Meski demikian, dalam Islam ada beberapa orang yang tidak diwajibkan baginya berpuasa. Mereka adalah anak kecil, orang gila, dan orang yang tidak mampu sama sekali untuk berpuasa atau ketika dia berpuasa maka dia akan membahayakan dirinya sendiri (orang sakit) atau orang tua renta yang tidak mampu lagi untuk berpuasa. Dan bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa maka diwajibkan baginya untuk membayar fidyah yaitu 1 mud atau 0,08 liter makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin, selama ia mampu.

Lebih lanjut, Ustaz Rozi menjelaskan tentang rukun berpuasa yaitu: Pertama, niat, puasa yang dilakukan tanpa niat maka hukumnya tidak sah. Niat puasa harus dilakukan setiap hari bulan Ramadhan, hal ini dikarenakan fadhilah niat setiap hari berbeda-beda. 

Menurut Imam Syafi’i niat berpuasa harus dilakukan setiap hari. Selain itu, niat harus dilakukan di malam hari Ramadan, sehingga barang siapa yang niat di pagi hari bulan Ramadan ketika matahari telah terbit, niatnya dianggap tidak sah. Kedua, Menahan diri dari makan, minum, dan jima’ atau berhubungan suami istri. 

Derajat Orang Yang Berpuasa

Ia menerangkan bahwa dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan derajatnya orang-orang yang berpuasa itu ada tiga, yaitu: Pertama, puasanya orang-orang yang awam yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan jima’. Kedua, puasanya orang-orang yang khusus yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan, minum, jima’ dan perilaku maksiat. Sehingga mereka merasakan nikmatnya iman dari puasa bulan Ramadhan. 

Ketiga, puasanya orang-orang yang khusus dan khusus lagi yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan, minum, jima’ perilaku maksiat, menjaga diri dari segala perkara kesenangan dunia dari hatinya walaupun perkara itu dibolehkan untuk dilakukan, serta mereka tidak berkata apapun selain perkataan-perkataan yang baik.

Selanjutnya, ada beberapa hal yang membatalkan puasa yaitu: makan dan minum dengan sengaja, memasukkan sesuatu ke salah satu rongga tubuh yang menurut Imam Syafi’i ada tujuh rongga tubuh yakni mulut, dua hidung, dua telinga, kemaluan depan dan kemaluan belakang. Adapun, mata tidak termasuk sebagai rongga tubuh, karena mata tidak memiliki saluran ke pencernaan. Sehingga apabila seseorang menggunakan celak mata hal itu tidak membatalkan puasa. (EDN/ESP)