Memahami Makna Kebahagiaan yang Hakiki

Sebagian orang menganggap bahwa kekayaan adalah kunci dari kebahagiaan. Nyatanya hal ini tidak sepenuhnya benar, ada hal lain yang lebih tinggi derajatnya ketimbang kebahagiaan itu sendiri. Demikian yang dikatakan Ustadz Muflih Safitra, M. Sc. pada kajian tematik bertemakan “Kebahagiaan Mengenal Allah”.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh Korps Dakwah Universitas Islam Indonesia (Kodisia UII), ia juga menjelaskan, nilai utama kebahagiaan itu bukan terletak pada seberapa banyak harta yang seseorang miliki. Bahkan pada keadaan-keadaan tertentu, harta tidak bisa menjadi bahan alternatif untuk melakukan negosiasi.

“Semisal di masa pandemi ini, ada orang punya uang untuk bayar rumah sakit, dia punya uang untuk bayar oksigen yang langka, cuman masalahnya adalah yang sakit juga banyak, jadi ga bisa semena mena mendapatkannya dengan harta. Sehingga kita bisa menyatakan bahwa `bahagia dengan kaya itu ternyata ga cukup, itu bukan kebahagiaan yang hakiki,” ungkapnya pada Sabtu (14/8).

Ustadz Muflih Safitra juga menceritakan, saat ini ada banyak cara untuk mencapai kebahagiaan, akan tetapi kebahagiaan itu tidak hakiki. Seperti halnya ketika seseorang sudah mencapai target harapannya, orang itu hanya akan merasakan rasa puas dan bahagia yang hanya bersifat sementara.

“Saya ingat ketika saya lulus, IPK saya tertinggi, orang tua bahagia karena itu, tapi bahagianya hanya di hari itu, selanjutnya apakah saya kemana mana bawa ijazah?, ngga perlu, norak malah. Terus kebahagian di hari itu hanya kebahagiaan sesaat. Toh ketika meninggal kebahagiaan itu hilang, ijazah tidak lagi berguna,” ucapnya melalui media Zoom.

Ustadz Muflih Safitra pun mengatakan bahwa orang yang pacaran juga tidak semata mata bahagia. Bahkan terkadang lebih banyak sakitnya. “Engga, banyak sakit hatinya. Pas putus nangis, kelahi sama kekasihnya nangis, diselingkuhin nangis. Minta dijemput sudash dijanji janjiin ternyata ga dijemput juga akhirnya nangis. Sebenanrya itu ga bahagia,” ujarnya.

Sedangkan makna kebahagiaan yang hakiki itu dibagi menjadi tiga bagian, pertama adalah ketika seseorang mendapat nikmat maka dia bersyukur, kedua ketika mendapatkan musibah maka akan sabar dan tabah, ketiga ketika seseorang melakukan kesalahan maka dia akan meminta ampun dan beristigfar. Itulah makna kebahagiaan yang hakiki. (AMG/RS)