,

Membaca Masa Depan Palestina Dengan Perspektif Yang Jernih

Eskalasi konflik Israel-Palestina yang memuncak sejak 10 Mei lalu telah menggerakkan solidaritas kemanusiaan yang bersifat meluas. Universitas Islam Indonesia (UII) merespon hal itu dengan menyelenggarakan Seminar Nasional “Membaca Masa Depan Palestina: Tinjauan Sejarah, Politik, dan Hak Asasi Manusia” pada Sabtu, 22 Mei 2021.

Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, Ph.D dalam sambutannya mengungkapkan seminar ini bertujuan memberikan informasi faktual yang valid tentang apa yang terjadi di Palestina. Pemilihan tema yang menyinggung tentang masa depan diharapkan menumbuhkan optimisme masa depan cerah bangsa Palestina yang masih terjajah.

“Seminar ini adalah ikhtiar menjaga akal sehat kolektif, melantangkan pesan kemanusiaan, dan memberi dukungan kepada bangsa Palestina untuk terlepas dari ketidakadilan dan untuk merdeka. Penjajahan, pembunuhan, dan ketidakailan yang terjadi jelas bertentangan dengan akal sehat dan nilai universal ini”, tegasnya.

Sementara itu, narasumber Abeer Z Barakat, seorang aktivis Palestina sekaligus dosen University College of Applied Sciences di Gaza menceritakan, masyarakat Palestina saat ini tengah menyambut baik adanya gencata senjata. “Semua masjid bertakbir saat gencatan senjata, seperti yang kita tahu serangannya dimulai saat akhir Ramadan jadi kita tidak punya kesempatan bertakbir”, ungkapnya.

Abeer Z Barakat juga menyebutkan bahwa saat ini kebutuhan mendesak yang diperlukan masyarakat Gaza adalah untuk membangun kembali kotanya yang luluh lantak. “Kami bukan pengemis, yang paling kami butuhkan sekarang adalah bawalah para ahli bersama Anda datang ke sini. Karena kami perlu mengurangi dampak buruk yang terjadi di tanah kami, seperti beberapa relawan yang telah mengajak beberapa dokter dan pakar, dan mengevakuasi korban di serangan tahun 2009”, katanya.

Menurutnya, serangan militer Israel telah menimbulkan dampak lingkungan serius berkepanjangan di wilayah Gaza. Untuk itu, dibutuhkan bantuan para pakar lingkungan dan teknik sipil untuk mengembalikan kondisi lingkungan dan air di Gaza sehingga layak dihuni kembali.

Di sisi lain, Bagus Hendraning Kobarsyih selaku Direktur Timur Tengah, Direktorat Asia Pasifik dan Afrika Kemenlu RI memaparkan langkah-langkah diplomasi Indonesia untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Palestina. Di samping memberikan kecaman atas serangan Israel, Pemerintah Indonesia aktif melobi negara ASEAN seperti Malaysia dan Brunei Darussalam untuk membuat joint statement.

Di lingkup internasional, Indonesia juga terus melakukan diplomasi di Organisasi Kerja Sama Islam, Gerakan Non Blok, maupun PBB untuk mewujudkan solusi perdamaian yang lebih komprehensif di Palestina.

Sedangkan Sarbini Abdul Murad, Wakil RS Indonesia di Gaza dan Ketua Presidium MER-C menjelaskan pentingnya dukungan masyarakat sipil Indonesia untuk kemajuan di Palestina. Salah satunya diwujudkan dalam bentuk Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza.

Menurutnya letak RS Indonesia sangat strategis, karena hanya berjarak 3 KM dari perbatasan Israel. Hal ini membuatnya menjadi pilihan pertama untuk menampung korban serangan udara Israel. “Dalam 11 hari serangan Israel terhadap Palestina, setidaknya ada 600 korban yang dibawa ke RS Indonesia setiap harinya”, imbuhnya.

Perspektif Sejarah dan HAM

Akademisi UII bidang kajian Timur Tengah, Gustri Eni Putri berpendapat kemajuan teknologi turut mempengaruhi masifnya dukungan warga dunia terhadap Palestina. Seperti diketahui, demonstrasi besar-besaran menentang serangan Israel banyak digelar di berbagai kota dunia meski penduduknya bukan mayoritas muslim.

Semua orang kini dengan mudah mengakses informasi soal situasi yang terjadi di negara itu dan mereka mulai menyadari soal hak asasi manusia. Hal ini tentunya menjadi perhatian sendiri bagi Israel manakala akan kembali menggempur Palestina di kemudian hari.

Terakhir, Eko Riyadi, Direktur Pusat Studi HAM UII mengajak audiens untuk menggunakan segenap kekuatan sendiri yakni solidaritas kemanusiaan universal guna menyokong Palestina. Hal itu diungkapkannya menyikapi penilaian sebagian pihak atas administrasi Presiden AS Joe Biden yang dianggap lebih peduli akan HAM sehingga akan menekan Israel untuk patuh.

Ia juga menguraikan pada dasarnya PBB telah memiliki Komisi HAM yang secara khusus menugaskan ahli untuk memantau setiap pelanggaran HAM yang terjadi di Palestina, siapapun pelakunya. Persoalan terjadi manakala pelanggaran HAM Israel sangat sulit untuk dikenakan sanksi oleh PBB karena terus mendapat veto dari negara adikuasa. (VTR/ESP)