Menggapai Keluarga yang Sakinah Mawadah Warahmah

Agama Islam adalah agama yang memiliki tiga tiang utama, yaitu akidah, syariah, serta akhlak. Islam dihadirkan oleh Allah melalui perantara Nabi Muhammad Saw. sebagai panduan bagi manusia dalam meniti jalan yang lurus, yang tujuannya tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Salah satu aspek dalam bidang fiqih ilmu Agama Islam mengajarkan tentang membangun keluarga dengan pasangan masing-masing. Dalam Quran Surah Adz-Dzariyat ayat 49, Allah bersabda yang artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”. Melalui ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa berpasangan dan berkeluarga sudah menjadi fitrah bagi makhluk hidup, khususnya manusia.

Hal tersebut dikemukakan Dzulkifli Hadi Imawan, Lc., M.Kom.I., Ph.D. dalam kegiatan Dakwah Islamiyah Regional Ahwal Syakhshiyah Jurusan Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII bertemakan Implementasi Nilai-Nilai Islam dalam Keluarga, pada Selasa (28/7). Kegiatan menghadirkan tiga orang narasumber yaitu Dzulkifli Hadi Imawan, Lc., M.Kom.I., Ph.D., Dr. Sidik Tono, M.Hum. dan Krismono, SHI., MSI. Ketiganya merupakan dosen Program Studi Hukum Keluarga/Ahwal Syakhshiyah.

Ada empat hal yang termasuk dalam sunnatullah yaitu bersiwak, bercelak, memakai minyak wangi, dan berkeluarga. Dengan ini semakin jelas bahwa berkeluarga bukan hanya fitrah tetapi juga sunah jalan hidup yang pernah ditempuh oleh rasul. Tertulis dalam Quran Surah Ar-Rum ayat 21 yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan berkeluarga adalah sakinah, mawadah, serta warahmah, yang mana ketiga poin ini merupakan karunia Allah yang akan diberikan kepada orang-orang yang dikehendakiNya.

Untuk meraih ketiga poin tersebut, Dzulkifli Hadi Imawan menegaskan ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Yang pertama adalah ikhlas dan yakin. Poin ini mengajarkan kita untuk menikah dengan ikhlas dan niat tulus karena Allah Taala demi untuk menghindarkan dari zina, melaksanakan sunnatullah, serta menjaga kehormatan harga diri. Sedangkan poin yakin merupakan poin yang diambil dari tafsir surah An-Nur ayat 32 yang intinya kita perlu yakin kepada Allah bahwa Dia lah yang akan memberikan kecukupan kepada kita.

Yang kedua adalah saling menasehati dan saling membantu. Berkeluarga bukanlah perkara kesenangan cinta semata, namun berkeluarga juga akan memberikan dinamika yang terkadang tak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu lah dalam berkeluarga perlu ada sinergi dengan sikap saling menasehati dan saling membantu satu sama lain. Yang terakhir adalah saling menshalihkan. Dalam suatu hadis Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baiknya kesenangan adalah wanita shalihah”. Hal ini dipahami bahwa keshalihan adalah kunci kebahagiaan dalam rumah tangga.

Masih dalam suasana pandemi, Krismono, SHI., MSI. mengatakan bahwa angka perceraian semakin meningkat. Faktor ekonomi masih menjadi faktor yang mendominasi perceraian di Indonesia, pasalnya banyak perusahaan yang memberlakukan PHK dan berdampak pada ekonomi masyarakat. Selain itu juga difaktori oleh pertengkaran rumah tangga. Menurut Krismono, pertemuan yang terlalu intens justru dapat menyebabkan pertengkaran yang buruk. Karena keluarga perlu memiliki keseimbangan yang bisa diperoleh dari kebersamaan dan keterpisahan yang bisa membangun rasa rindu. Dalam kasus perceraian yang tercatat dalam pengadilan agama, rata-rata di masa pandemi ini adalah cerai gugat atau cerai yang berasal dari pihak wanita.

Oleh karenanya, diperlukan strategi di tengah pandemi untuk menjaga keharmonisan keluarga. Salah satunya adalah meningkatkan fungsi agama di tengah keluarga. Dengan terbentuknya nilai-nilai agama yang kuat, maka dapat membantu untuk selalu mengingat tujuan awal berkeluarga karena Allah Swt. Selain itu juga dengan menganalisis kemungkinan sumber pertengkaran dan mengelolanya dengan baik. “Tak lupa untuk selalu meningkatkan komunikasi dan interaksi dalam keluarga, mendorong ekspresi saling peduli, menjaga, dan melindungi keluarga agar tidak terpapar Covid-19,” tambah krismono.

Dalam masa pandemi, biasanya seseorang cenderung tertarik untuk tidak melakukan produktivitas. Terlebih ketika seluruh aktivitas produktif di luar rumah sudah bergeser ke arah daring. Kecenderungan ini membuat kita sering menunda pekerjaan. Kebiasaan ini adalah hal yang menyalahi perintah Allah yang terkandung dalam Quran Surah Al-Ashr 1-3 yang artinya: “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar benar dalam kerugian Kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.

Melalui ayat tersebut, Dr. Sidik Tono, M.Hum menjelaskan bahwa sesungguhnya seseorang dalam kerugian apabila tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Ketika kita dapat menjalankan hidup dengan mulia, maka hidup kita akan bermanfaat. Seperti yang diungkapkan Rasulullah Saw. “Khoirunnas anfa’uhum linnas’’ yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada orang lain.

Selain itu, Sidik Tono juga memaparkan tentang pentingnya menata hati, “‘Hati’ atau qalbu inilah sebenarnya pangkal keindahan dan kemuliaan. Kunci keindahan yang sesungguhnya adalah kemampuan seseorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati,” ungkapnya.

Dalam salah satu riwayat, Imam Al Ghazali mengelompokkan hati ke dalam tiga kelompok, yaitu hati yang sehat (qolbu shahih), hati yang sakit (qolbu maridh), dan hati yang mati (qolbu mayyit). Seorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal, ia akan mampu memilah dan melilih setiap rencana atas suatu tindakan. Sehingga setiap apa yang diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang tepat berdasarkan suara hati.

Orang yang paling beruntung adalah yang memiliki hati yang sehat artinya orang yang dapat mengenal Allah dengan baik. Untuk menggapai hati yang sehat, Sidik Tono menerangkan perlunya amalan-amalan shalat, zakat, puasa (ramadhan dan puasa sunnah), haji (bagi yang telah menunaikan), serta ditambah amal shalih dan sosial. Melalui amalan-amalan tersebut diharapkan semakin cemerlang hati manusia, dan akan semakin mengenal Dia (Allah). (VTR/RS)