Konsisten, Kunci Menguasai Bahasa Inggris

Sukses Berkarir Sesuai Syariat Islam

Penting memiliki target dalam belajar bahasa. Dengan begitu, pelajar memiliki capaian yang terarah dalam menguasai suatu kompetensi, terutama dalam kemampuan speaking bahasa Inggris. Namun nyatanya, itu saja tidak cukup untuk menguasai kemampuan speaking. Diperlukan konsistensi dan jam terbang tinggi selama proses belajar untuk terus menerus mengevaluasi dan memperkaya apa yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari. Demikian diungkapkan Diah Agustina Ratu, S.Pd, dan Fatchan Faturrahman, S.Pd. dalam webinar bertajuk English as a Map of Culture yang diadakan oleh Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) pada Selasa (28/7).

“Ada tahap yang tidak boleh terlewatkan dalam belajar bahasa, tak terkecuali speaking English. “Commit, Dive in, dan Enjoy,” tutur Diah. Tahap pertama adalah menentukan tujuan belajar itu sendiri. Ini dilakukan agar tiap waktu dan energi terarah dengan tepat. Lalu ada dive in, di tahap ini, konsistensi seorang pelajar diuji. Prosesnya merupakan pengulangan. “Drilling, mengulang terus menerus. Namun jangan stuck di satu kosa kata atau kalimat tertentu,” ungkap Diah. Terus menggunakan variasi frasa dan kalimat yang berbeda dalam speaking adalah taktik untuk menghindari kebosanan selama proses berlangsung. Terakhir adalah menikmati proses belajarnya.

Hal yang tidak kalah esensial dalam proses belajar, namun seringkali terlupakan adalah mengetahui gaya belajar masing-masing. Ini, menurut Diah, akan menentukan media yang cocok untuk menemani belajar. “Bila kamu adalah pelajar yang audio-visual, kamu bisa mengakses film, podcast di platform seperti YouTube, Tedx, BuzzFeed,” tuturnya. Lebih lanjut Diah mengusulkan untuk memperbanyak berbicara dengan seorang native dan mengurangi mengucapkan ‘emm’ selama speaking.

Setelah paham formula speaking, lantas bagaimana dengan pronunciation. “Does accent matter?” tanya Diah retoris. Mengingat bahwa setiap kota di negara yang menggunakan bahasa Inggris nyaris memiliki aksen yang berbeda-beda, Indonesia pun memiliki aksen bahasa Inggris nya sendiri. Di saat yang sama, pronunciation juga masih menjadi momok baik bagi seseorang yang baru saja ingin belajar ataupun yang sudah lama menekuni Bahasa Inggris.

Menanggapi hal tersebut, Diah mengungkapkan ternyata kajian bahasa populer baru-baru ini menyuarakan Global Englishes, dimana aksen dan pronunciation bukanlah hal utama dalam speaking, namun pesan yang ingin disampaikan, karena memang sejatinya pesan adalah yang paling esensial dalam sebuah percakapan. “Selama lawan bicara menangkap pesan dan paham apa yang diucapkan, itu lebih dari cukup. Kita perlu bangga dengan Global Englishes,” tutur Diah.

Selain latihan yang diulang terus menerus menggunakan media belajar, diperlukan pengalaman lapangan untuk mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari. Dalam pengaplikasian keilmuan bahasanya, Fatchan mengikuti program Sea-Teacher di tahun 2019 dimana ia diamanahkan untuk mengajar siswa sekolah menengah di Filipina. “Filipina merupakan negara dimana bahasa Inggris adalah English as Second Language (ESL),” tutur Fatchan. Berbeda dengan Indonesia yang masih menjadikan bahasa Inggris sebagai English as Foreign Language (EFL). Di negara ESL, intensitas penggunaan bahasa inggris sangat tinggi, tak heran Fatchan mengaku kemampuan bahasanya berkembang akibat konteks kebahasaan yang digunakan.

Tinggal di negara yang dijuluki negara lumbung padi tersebut membuat Fatchan menemukan kosa kata dan frasa baru, tidak hanya bahasa Inggris tapi juga ia menemukan kemiripan antara bahasa Indonesia dan bahasa utama Filipina, Tagalog. “Aku, dalam bahasa tagalog ako. Pintu menjadi pinto. Buaya menjadi buwaya,” papar Fatchan.

Secara alamiah, dalam proses belajar bahasa, seorang pelajar tidak hanya menyerap aspek kebahasaan, tetapi juga khasanah kebudayaan. Tak heran, banyak buku paket bahasa yang materi ajarnya melekat dengan kebudayaan bahasa tersebut. Fatchan dan Diah sepakat bahwa dalam belajar bahasa, tak terkecuali bahasa inggris, tidak hanya khasanah kebudayaan, namun yang lebih penting, diperlukan upaya all out dan konsistensi di setiap langkahnya demi mencapai proses belajar bahasa yang efektif. (IG/RS)