Mengingat Kembali Akhlak Rasulullah

Tanggal 12 Rabiul Awal terdapat peristiwa penting dalam sejarah Islam, yakni tanggal lahirnya Rasulullah Muhammad saw. Memperingati peristiwa tersebut, Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (PP UII) menyelenggarakan acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. dengan menghadirkan Ustaz Ahmad Rafiq, Ph.D. Kegiatan tahunan yang digelar di halaman Pondok Pesantren UII Putra, Condongcatur, Sleman, pada Kamis (28/9) ini dihadiri oleh segenap santri dan santriwati penerima Beasiswa Santri UII.

Mudir Pondok Pesantren UII Putra, Ustaz Dr. Suyanto, S.Ag., M.S.I., M.Pd., menyambut kedatangan Ustaz Ahmad Rafiq mewakili Direktorat Pondok Pesantren. “Alhamdulillahirabbil ‘alamin malam hari ini kita bersama-sama bersyukur dan bergembira dengan kita memperingati maulid Rasulullah saw. yang kelahirannya membawa rahmat bagi semesta. Sejak lahir, bahkan mungkin sebelum beliau dilahirkan pun,” tuturnya.

“Dengan lahirnya Rasulullah itu, seluruh alam bergembira. Ada busyra. Ada berita gembira, kita yang jauh dari masa nabi Insyaallah kecipratan dari rahmat, dari berkah yang beliau tinggalkan.” Imbuh Ustaz Suyanto.

Ia berharap peringatan maulid Nabi yang dilaksanakan dapat menjadi wasilah dalam mendapat rahmat dan berkah yang beliau tinggalkan. “Untuk memperingati sekaligus mendapat ibrahibrah dari ajaran-ajaran Rasulullah saw. Mudah-mudahan semua yang hadir mendapat keberkahan dari majelis kita di malam ini,” pungkasnya.

Adapun tausiah disampaikan oleh Ustaz Ahmad Rafiq, seorang pakar studi Living Quran, yakni metode kajian yang memperhatikan fenomena-fenomena sosial dan kaitannya dengan Alquran. Menurutnya, salah satu keistimewaan Nabi Muhammad saw. adalah akhlaknya yang agung.

Wa innaka la’ala khuluqin azim. ‘Sesungguhnya engkau ya Muhammad, dianugerahi memiliki akhlak yang sangat agung.’ Akhlak yang sangat agung. Hanya nabi yang diberi tempelan ‘azim terhadap akhlaknya,” paparnya.

“Kita sering kalau akhlak itu kan akhlak yang al-karimah, jadi akhlak yang mulia. Tetapi cuman kanjeng Nabi Sayyiduna Muhammad saw. yang di dalam Alquran kemuliaan akhlak beliau itu ditempeli dengan al-’azim. Jadi akhlak yang agung, tidak sekadar mulia,” jelas Ustaz Ahmad Rafiq.

Selain diskusi mengenai diutusnya Nabi untuk menyempurnakan akhlak-akhlak manusia, Ustaz Ahmad Rafiq juga memberikan bahasan lain yang berdasar pada hadis dari Aisyah, akhlak Nabi juga disandingkan dengan al-Quran. Hal tersebut menurutnya menyebabkan kesalahpahaman bahwa orang yang hendak melihat akhlak Nabi dapat cukup membaca Alquran.

“Padahal, ketika Aisyah bilang akhlaknya kanjeng Nabi itu adalah al-Quran, maknanya tidak akan bisa kita memaknai al-Quran kalau kita tidak melihat seperti apa cara hidupnya kanjeng Nabi. 23 tahun (wahyu turun) itu semuanya Quran. Walaupun Nabi sedang tidak baca Alquran, walaupun Nabi sedang tidak menerima Quran, tapi itu semua Quran,” terangnya.

Misalnya terdapat dari sejarah 13 tahun dakwah Nabi di Mekah hingga masuk periode Madinah dengan keberadaan umat Islam yang diganggu kafir Quraisy. Mengenai itu, Nabi tidak melakukan balasan sebab belum ada wahyu dari Allah Swt. Sahabat lantas terus berupaya meminta kepada Nabi untuk melawan kembali, hingga kemudian ayat pun turun.

“Baru 15 tahun kemudian, setelah diganggu dengan sedemikian rupa, baru Nabi mau perang. Jadi kalau dihitung usia Nabi sebagai nabi, lebih banyak Nabi sabar, diam dan mencari jalan yang lain daripada Nabi berperang. Itu akhlaknya kanjeng Nabi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ustaz Rafiq menerangkan bahwa ayat pertama dalam Alquran yang membahas peperangan sifatnya adalah mengizinkan, bukan memerintahkan. Tepatnya ayat 39-40 dalam surah Al Hajj. Ia menjelaskan bahwa apabila perang tidak dilakukan pada konteks tersebut, terdapat kemungkinan rumah-rumah ibadah dapat dirusak oleh musuh. Termasuk masjid-masjid, begitu pula biara dan gereja kaum Nasrani hingga sinagog Yahudi.

“Bahkan ayat perang sekalipun di dalam al-Quran, kalau kita mau baca, itu didahului 15 tahun Nabi yang sabar. 15 tahunnya itu belum ada ayat perang, 15 tahunnya itu akhlaknya kanjeng Nabi Sayyidina Muhammad saw. Walaupun ayat itu perintah perang, tapi tarik ke belakangnya. Lihat 15 tahun akhlaknya kanjeng Nabi sabar. Itu dulu. Sabar dulu, baru pikir balas. Bukan balas dulu, baru sabar,” terangnya.

Pada akhirnya, Ustaz Rafiq mengungkapkan bahwa syair-syair yang dibacakan saat peringatan Maulid sebetulnya bercerita dan mengingatkan kembali bahwa Alquran ada pada diri Nabi, sehingga apabila hendak memahami Alquran maka hendak memahami akhlak-akhlaknya Nabi.

“Setiap kita menjaga akhlak kita kepada tetangga seperti Nabi yang menjaga akhlak kepada tetangga, setiap kita menjaga akhlak kepada teman seperti Nabi menjaga akhlak dengan sahabat,” ungkapnya.

“Setiap kita menjaga akhlak dengan orang-orang di mana kita ketemu di jalan seperti Nabi menjaga akhlak dengan siapa saja ia ketemu, setiap kita menjaga akhlak dengan orang tua seperti Nabi menjaga akhlaknya dengan orang yang tua-tua, maka pada saat itu sejatinya kita sedang menghidupkan Quran di diri kita seperti Nabi yang menghidupkan Quran dalam akhlak keseharian kanjeng Nabi Sayyiduna Muhammad saw. Mudah-mudahan saat itu pula, kita dicatat sebagai orang yang menghidupkan sunah kanjeng Nabi,” tutupnya. (JRM/RS)