Menjadi Generasi Qurani di Tengah Pandemi

Umat Islam dalam menjalani kehidupan senantiasa berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an. Membacanya barang satu huruf pun diyakini telah bernilai pahala. Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam Universitas Islam Indonesia (DPPAI UII) mendirikan lembaga dakwah kampus yang diberi nama Hafizh Hafizhah Mahasiswa (HAWASI) guna membantu proses belajar mahasiswa dalam tahapan tahsin maupun tahfidz Al-Qur’an. Pada Minggu (26/7), HAWASI mengadakan kajian online dalam rangka penutupan masa belajar sekolah tahsin dan tahfidz semester genap 2020.

Direktur DPPAI UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, S.H., M.Hum., menyatakan kajian daring ini diadakan sebagai rasa syukur atas capaian pembelajaran HAWASI di semester genap 2020. Harapannya tidak hanya sekedar kajian namun juga ilmu yang akan dibawakan oleh Buya Yahya, Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon, dapat terserap dan dilakukan sebagai nilai ibadah. Ia juga mengingatkan kepada 170 lulusan HAWASI semester genap ini agar tidak hanya mengikuti keinginan pribadi namun harus sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Buya Yahya mengungkapkan masih banyak penghafal Al-Qur’an yang melakukan maksiat baik disadari maupun tidak sebab mereka menghafal hanya melalui mulut tanpa disimpan di dalam hati. Perlu dibenahin terlebih dahulu niat setiap orang yang ingin mempelajari Al-Qur’an lebih jauh. Menurutnya sangat memalukan jika hafal Al-Qur’an hanya karena harta dunia, seperti agar mendapatkan beasiswa atau hadiah dari orangtua. “Padahal puncak kejayaan dan keselamatan kita adalah di Al-Qur’an dengan niat hanya karena Allah Swt.,” tambahnya.

Meski demikian, menurut Buya Yahya sepatutnya lulusan HAWASI terus bersyukur atas nikmat dari Allah Swt. untuk lebih jauh belajar mengenai Al-Qur’an dengan diberikan kemudahan-kemudahan dari-Nya. Semua isi di dalam kitab tersebut merupakan sabda Allah Yang Maha Besar dimana pahala bagi yang menghafalnya adalah kebahagiaan kekal di akhirat dan keselamatan di dunia. Seperti sabda-Nya dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 1-3 dikatakan bahwa tiada keraguan di dalam Al-Qur’an melainkan petunjuk bagi yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan salat, dan rajin bersedekah.

Generasi yang selamat adalah generasi Qurani. Menurut Buya Yahya ciri generani Qurani adalah ia yang beriman kepada hal ghaib termasuk di sini adalah Allah Swt. Dengan iman tersebut maka ia akan terus berupaya melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan yang dilarang-Nya. Perintah wajib yang harus dilaksanakan setiap Muslim adalah mendirikan salat lima waktu setiap harinya dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Generasi Qurani merupakan generani yang meyakini kebenaran isi Al-Qur’an, membaca, menghafal, serta memahami dengan baik dan benar makna yang terkandung di dalamnya.

Buya Yahya mengungkapkan bahwa generasi yang mengenal Al-Qur’an maka kesuksesan yang didapatnya, sebaliknya generasi yang tidak mengenal Al-Qur’an adalah generasi yang jauh dari kesuksesan. Maksud dari kesuksesan di sini adalah sukses dunia akhirat.

Ciri generani Qurani selanjutnya adalah tidak pelit atau suka memberi. Menurut Buya Yahya, para hafidz atau ahli Al-Qur’an memiliki godaan sangat besar dalam kehidupannya. Godaan tersebut adalah rasa sombong atas kehebatan atau keberhasilannya. Perlu ditanamkan di setiap diri bahwa Allah tidak menyukai hamba-Nya yang angkuh sebab ahli Qur’an merupakan penerus nabi yang selalu hormat dan suka memberi ilmu.

Masa pandemi menurut Buya Yahya bukan menjadi sebab generani Qurani untuk tidak beribadah dengan ciri-ciri yang dimilikinya. Sebab di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa wabah tidak hanya hadir di masa sekarang melainkan sejak zaman nabi dulu. Oleh karena itu, segala penyakit yang ada pasti akan diberi obat untuk menyembuhkannya. “Masalah musibah, poenyakit sangat mudah bagi Allah. Maka ahli Qur’an harus menjadi contoh dengan memperbanyak ikhtiar, tawakal seperti harus memakai masker. Kita yakin yang memberi Allah maka yang akan menyembuhkan juga Allah,” jelasnya.

Buya Yahya berharap agar ukhuwah HAWASI semakin kuat. Bukan ukhuwah gelap yang membuat fanatik, melainkan ukhuwah yang cerah dan memancar ke segala ruang. Maka jangan lupa berbagi dengan teman atau orang lain. Misal ada orang yang tidak ada yang bisa baca alquran tapi rindu Al-Qur’an maka ayo ajarkan,” tutupnya. (SF/RS)