Menjadikan Lahan Bekas Tambang untuk Penanaman

Program Studi Teknik Sipil Lingkungan

Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan seminar nasional seri #4 berjudul Produktifitas Lahan Terdegradasi yang Berkelanjutan, pada pada Sabtu (15/8). Kegiatan seminar diadakan secara daring dan diikuti dari berbagai kalangan, di antaranya murid Sekolah Menengah Atas, Mahasiswa, Akademisi, Praktisi, Pegawai Negeri Sipil, dan alumni Teknik Lingkungan UII. Selain itu acara ini juga diikuti oleh Ketua Jurusan Teknik Lingkungan UII, Eko Siswoyo, ST, Msc.ES, MSc, Ph.D, dan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) DIY, Dr. Ing. Ir. Widodo, M.Sc.

Dewi Wulandari, S.Hut., M.Agr., Ph.D, Dosen Teknik Lingkungan UII menyebut terdapat 14 juta lahan di Indonesia yang terdegradasi disebabkan adanya perubahan penggunaan lahan. “Lahan berganti-ganti sejak dulu fungsinya tergantung tujuan,” ungkapnya.

Di sisi lain Warih Sudrajat, S.T., selaku HSSE Dept PT Nusantara Berau Coal yang juga alumni Teknik Lingkungan UII menyatakan kondisi tanah setelah tambang batu bara, di antaranya pH tanah masam atau sangat masam, kepadatan tanah tinggi, daya ikat air rendah, kesuburan atau hara tanah sangat rendah, KTK rendah, Al dan Fe tinggi, masalah kimia tanah pirit. Adapun cara pengendaliannya dapat dilakukan dengan penambahan kapur untuk menaikkan pH tanah, melakukan pengemburan pada tanah, penambahan bahan organik atau kompos, serta pemilihan jenis tanaman.

Warih menjelaskan tahapan kegiatan penambangan dimulai dengan pembersihan lahan setelah penebangan pohon, pemindahan topsoil/tanah pucuk, pemindahan ob/over burden yakni tanah yang ada di bawah topsoil, lalu pemindahan batubara, dan terakhir pengolahan dan pengapalan. “Di kami biasanya pengolahan tidak ada tahapan pencucian,” ucap Warih.

Adapun penataan lahan diurutkan mulai pengangkutan soil, hauling soil, dumping soil, perapian lahan dan spreading soil, lalu lahan siap tanam. Warih menegaskan agar direncanakan pula jalur untuk mengangkut material seperti kompos atau tanaman. Selain itu, penting pula merencanakan saluran drainase untuk mengalirnya air hujan.

Lebih lanjut, alumni UII ini menyebut beberapa kebutuhan tanaman yang ditanam di bekas tambang batubara, di antaranya kondisi tanah tidak tergenang dan tidak padat, kondusif pada perakaran. Kecocokan lingkungan seperti temperatur, cahaya, kelembaban, ketinggian tempat, hama dan penyakit terkontrol, bebas dari kompetisi tanaman maupun hewan pengganggu, serta ketersediaan hara tanaman seimbang.

Setelah penanaman, langkah pembibitan dapat dilakukan mulai penyemaian, pencampuran media tanah dan pengisian polybag, penyapihan, perawatan dengan pemupukan dan pengendalian hama, serta aklimatisasi untuk bibit-bibit cabutan. “Campuran media untuk polybag seperti tanah, kompos, sekam padi, dan gambut,” sebut Warih.

Warih juga menyebut beberapa macam kegiatan penanaman, pertama penanaman penutup untuk menahan erosi dan menjaga hara tanah, contoh Covercrop dan Rumput. Kedua, penanaman fast growing yang berfungsing sebagaj tanaman pelindung sebab kata Warih ada tanaman yang tidak terlalu tahan dengan sinar matahari seperti Macaranga, Johar, Trema. Terakhir, tanaman sisipan atau berdaur panjang yakni tanaman utama dalam program revegetasi di antaranya Meranti, Kapur, Tengkawang, Balangeran, Bangeris, dan Sungkai.

Sedangkan untuk perawatan tanaman dapat dilakukan dengan pembersihan gulma dan pemupukan, pengendalian hama, serta pemantauan tanaman dengan tinggi dan diameter tanaman, inventarisasi jenis-jenis tanaman untuk mengetahui keanekaragaman jenis tanaman yang tumbuh. “Pentingnya inventarisasi karena bisa saja burung-burung atau hewan lain yang membawa bibit sehingga tumbuh di sekitaran tanaman yang kita tanam,” ucap Warih.

Narasumber lainlainnya, Prof, Keitoro Tawaraya dari Yamagata University Jepang menyatakan perlu adanya rekayasa lingkungan bio guna menjaga ketahanan pangan berkelanjutan. “Inokulasi jamur AM dapat mencapai hasil Allium fistulosum yang dapat dipasarkan pada kondisi lahan dengan aplikasi pupuk P yang dikurangi AMF introduksi dan dilacak oleh kelimpahan OTU,” ucap Tawaraya. Menurut Tawaraya, pertumbuhan tanaman mendorong mikroorganisme tanah seperti bakteri pengikat nitrogen, jamur mikoriza, serta bakteri dan jamur endofit. (SF/RS)