,

Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional Berbasis Pancasila

Pusat Studi Pembangunan Hukum Lokal atau Centre for Local Law Developement Studies (CLDS), Fakultas Hukum UII menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Prospek dan Tantangan Hukum Inklusif Untuk Mewujudkan Pembangunan Hukum Nasional Berbasis Pancasila”. Bertempat di Kampus UII Jl. Cik Ditiro No.1, Selasa (5/12), jalannya seminar nasional dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Aunur Rohim Faqih, SH., M.Hum.

Seminar ini dilaksanakan dengan maksud memperoleh berbagai masukan positif konstruktif dengan melakukan evaluasi kreatif dan kritis terhadap pemikiran Mazhab Tamsis. Selain juga untuk membangun kembali persepsi akademik yang sama bahwa Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi terbuka dapat ditafsirkan secara tekstual dan kontekstual melalui upaya mengakomodir pengaruh global dan mengangkat nilai-nilai dan norma lokal menjadi ingredient dalam pembentukan sistem hukum nasional.

Penyelenggaran seminar nasional juga dimaksudkan untuk memformulasikan suatu kesepakatan tentang model pembangunan hukum nasional berbasis Pancasila sebagai landasan filosofis, sosiologis, yuridis serta budaya dalam mengarahkan kebijakan politik pembangunan hukum nasional. Hal tersebut diharapkan mampu menjawab persoalan penentuan substansi/materi hukum sesuai kebutuhan masyarakat, proses pembentukan perundang-undangan, mulai kajian dan penelitian, naskah akademik, pembahasan di DPR dan paska legislasi, serta upaya meminimalisir konflik kepentingan antara lembaga serta ego sektoral antar institusi hukum.

Hadir sebagai pemateri seminar nasional antara lain Direktur CLDS, Prof. Jawahir Thontowi, SH., Ph.D., Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Dr. Kaelan, MS., Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sudjito, SH., MSi., Guru Besar Fakultas Hukum UMS, Prof Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., MH., Guru Besar  Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga., Prof. Drs. Ratno Lukito, MA., DcL. dan Drs. H.M. Idham Samawi dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Disampaikan Prof. Jawahir Thontowi, relevansi teori hukum inklusif dalam pembangunan hukum nasional berbasis Pancasila terjadi ketika negara mengakui di satu pihak agama-agama sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law, dan di pihak lain negara juga mengakui hukum-hukum masyarakat atau social law, selain keberadaan hukum negara produk lembaga legislatif. Dengan demikian, maka teori hukum inklusif yang dikembangkan di Indonesia harus berlandaskan pada nilai-nilai dasar Pancasila.

”Pengakuan terhadap sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan hal fundamental dalam pembangunan hukum nasional Indonesia yang berbeda dari model pembangunan hukum positivesme sekuler,” ungkap Prof. Jawahir Thontowi

Sementara disampaikan Prof. Sudjito, Teori Hukum Inklusif diharapkan mampu mengoreksi beberapa teori hukum yang sudah tampak kelemahannya. Disebutkan seperti, teori positivisme, teori hukum murni dan teori sosiologi hukum. Lebih dari itu Prof. Sudjito, kehadiran teori hukum inklusif diharapkan juga dapat memperluas wawasan perihal hukum, keadilan dan Negara Hukum.

Ia menyarankan agar teori hukum inklusif tetap berparadigma Pancasila, yakni dijadikan sebagai sumber, fondasi, asal dan awal dari keberadaan teori hukum inklusif yang di dalamnya berisi seperangkat nilai yang diyakini kebenarannya, dan lebih lanjut dijadikan hukum serta teknik aplikasi dari teori hukum inklusif.