Hanya ungkapan syukur yang pantas kita panjatkan kepada Allah Swt. atas semua nikmat yang tak pernah putus dikaruniakan kepada keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII). Kali ini, sebanyak 105 dokter dilahirkan dari rahim UII. Sampai periode sumpah kali ini, sejak berdirinya, Fakultas Kedokteran UII telah meluluskan 2.208 dokter.

Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, para dokter baru dapat melalui proses pendidikan dan ujian dengan ikhtiar yang diiringi kiriman doa terbaik dari orang terkasih, terutama orang tua. Saya yakin banyak cerita bahagia yang menyertainya. Kisah nestapa pun jika ada, insyaallah akan terasa indah pada waktunya.

Atas nama UII, saya mengucapkan selamat atas pencapaian ini. Juga kepada keluarga para dokter baru. Semoga ini akan membuka berjuta pintu kebaikan di masa depan, ketika para dokter berkhitmad kepada sesama.

 

Kedokteran presisi

Saya yakin, bekal pengetahuan dan pengalaman selama pendidikan klinik sudah cukup untuk memulai mengabdi. Namun, kita harus ingat, ilmu kedokteran terus berkembang. Karenanya, jangan berhenti untuk mengikuti perkembangan termutakhir dan menyesuaikan diri dengan cepat.

Salah satu tema “baru” dalam dunia kedokteran adalah kedokteran presisi (precision medicine) (Ashley, 2016). Harian Kompas edisi 16 Januari 2023 juga menurunkan dua tulisan yang cukup panjang terkait dengan isu ini.

Kedokteran presisi atau kedokteran yang dipersonalisasi (personalized medicine) memungkinkan setiap pasien mendapatkan layanan medis yang lebih sesuai dengan karakteristiknya. Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dante Saksono, dalam sebuah kesempatan, menyampaikan bahwa kedokteran berbasis bukti (evidence-based medicine) tidak lagi mencukupi untuk mengatasi beragam masalah kesehatan publik (Santoso, 2023).

Sebagai contoh, untuk kasus Indonesia, hanya 30% penderita diabetes melitus yang mempunyai gula darah terkendali setelah mengonsumsi obat. Sisanya, sebanyak 70% tidak terkendali gula darahnya. Setiap pasien mempunyai respons terhadap obat yang berbeda. Karenanya, pengobatan tidak bisa dibuat sama.

Hal ini disebabkan oleh beragam hal, termasuk identifikasi fisik, seluler, biomolekuler, genetis, dan identifikasi nonfisik pasien (Santoso, 2023). Kedokteran presisi menggabungkan pemanfaatan beragam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti ilmu genetika atau biologi molekuler, teknologi digital khususnya kecerdasan buatan (artificial intelligence), psikososial, serta pemahaman terhadap lingkungan dan gaya hidup, yang dikombinasikan dengan ilmu kedokteran.

Pemanfaatan kecerdasan buatan yang dilengkapi dengan algoritma yang mampu memetakan gen dan respons epigenetik terhadap perubahan lingkungan dan gaya hidup, misalnya, akan meningkatkan kualitas intervensi medis, baik pada tahap pencegahan, diagnosis, maupun pengobatan (i.e. Corti et al., 2022; Pelter & Druz, 2022). Kedokteran presisi dianggap sebagai keniscayaan untuk layanan kesehatan masa depan.

 

Perangai ilmiah

Tentu saya tidak punya legitimasi untuk melanjutkan paparan, karena latar belakang pendidikan saya yang tidak terhubung langsung dengan kedokteran. Tetapi, literatur terkait dengan kemajuan bidang kedokteran saat ini dapat diakses siapa saja. Saya bukan seorang dokter, namun saya personal cukup sering mengakses literatur bidang kedokteran jika menghadapi sebuah masalah yang tidak membutuhkan keahlian dalam untuk memahaminya.

Sebagai contoh, ketika sembuh dari paparan Covid-19 yang kedua beberapa waktu lalu, saya merasakan gejala long Covid-19, seperti perasaan cepat lelah, cepat lapar, masalah persendian, yang tampaknya lebih parah dibandingkan dengan long Covid-19 ketika paparan pertama. Saya pun berburu literatur, dan menemukan sebuah artikel yang dimuat di majalah sains terkemuka, Nature.  

Aha, ternyata akibat paparan yang berulang mempunyai dampak yang dapat lebih parah. Setelah membaca laporan tersebut dengan kosakata yang terbatas, saya pun sampai pada sebuah kesimpulan: ternyata teman saya banyak. Informasi tersebut sudah cukup membuat saya nyaman, menerima keadaan, dan mengurangi kekhawatiran. Tentu, jika diperlukan tindakan medis lanjutan, kita harus segera menghubungi dokter.

Nah, terkait dengan kedoteran presisi, saya periksa, ternyata diskusi terkait isu tersebut sudah dimulai sekitar 20 tahun lalu di bidang onkologi, atau studi kanker, seperti dilaporkan oleh jurnal terkemuka di bidang kedokteran, The Lancet (Blay et al., 2012; The Lancet, 2021).

Justru, saya akan sangat khawatir kalau para kolega dokter yang hadir di sini tidak cukup awas dengan perkembangan mutakhir dan mencoba meresponsnya sampai level yang mungkin. Saya berhusnuzan, para kolega dokter juga mengikuti perkembangan dengan baik.

Saya juga berharap, para dokter baru, juga membawa kesadaran yang sama. Karena kedokteran membawa pendekatan ilmiah, maka perangai ilmiah (scientific temper) perlu terus diasah sensitivitasnya. Membaca literatur mutakhir, terlihat dalam beragam diskusi dan konferensi, mengambil keputusan berbasis data dan argumentasi yang kuat, merupakan ritual ilmiah yang baik untuk merawat perangai ilmiah.

Karenanya, saya sangat senang, ketika di bandara bertemu dengan rombongan para dokter dari Indonesia sepulang menghadiri sebuah konferensi kedokteran di Eropa, misalnya. “Perjalanan ilmiah” merupakan ikhtiar merawat perangai ilmiah untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Memahami dan mendalami kedokteran presisi, dengan beragam perspektif yang muncul (Pelter & Druz, 2022), juga merupakan upaya dengan maksud serupa.

 

Referensi

Ashley, E. A. (2016). Towards precision medicine. Nature Reviews Genetics17(9), 507-522.

Blay, J. Y., Lacombe, D., Meunier, F., & Stupp, R. (2012). Personalised medicine in oncology: questions for the next 20 years. The Lancet Oncology13(5), 448-449.

Bowe, B., Xie, Y., & Al-Aly, Z. (2022). Acute and postacute sequelae associated with SARS-CoV-2 reinfection. Nature Medicine28(11), 2398-2405.

Corti, C., Cobanaj, M., Dee, E. C., Criscitiello, C., Tolaney, S. M., Celi, L. A., & Curigliano, G. (2022). Artificial intelligence in cancer research and precision medicine: Applications, limitations and priorities to drive transformation in the delivery of equitable and unbiased care. Cancer Treatment Reviews, 102498.

Pelter, M. N., & Druz, R. S. (2022, in press). Precision Medicine: Hype or Hope?. Trends in Cardiovascular Medicine.

Santoso, D. (2023). Mendorong kedokteran presisi. Kompas, 16 Januari.

The Lancet (2021). 20 years of precision medicine in oncology. The Lancet, 397(10287), 1781.

Sambutan pada pelantikan dan sumpah dokter Universitas Islam Indonesia pada 18 Januari 2023.

Dalam upaya memperluas kemitraan dengan perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, Universitas Islam Indonesia (UII) menandatangani nota kesepahaman dengan Institut Teknologi dan Bisnis Nobel Indonesia (Nobel Institute). Penandatangan nota kesepahaman diselenggarakan pada Kamis (12/1) di Ruang Sidang VIP Gedung GBPH Prabuningrat, Kampus Terpadu UII.

Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Rektor UII beserta jajarannya yang turut hadir dalam acara ini menyambut hangat kedatangan Rektor Nobel Institute, Dr. Ir. H. Badaruddin, S.T., M.M. beserta jajarannya. Kedatangan Nobel Institute ini diniatkan untuk menjalin kerja sama dengan UII dalam hal peningkatan mutu perguruan tinggi.

Read more

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara pelepasan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) angkatan 66 tahun akademik 2022/2023 pada Kamis (12/1). Acara yang diselenggarakan di Auditorium Prof. K.H. Abdulkahar Mudzakkir ini dihadiri oleh seluruh perwakilan mahasiswa dari unit KKN masing-masing.

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh dr. Edi Fitriyanto, M.Gizi selaku Kepala Pusat KKN UII, bahwa pada tahun angkatan 66 ini, KKN UII menerjunkan sebanyak 827 mahasiswa yang terdiri dari 643 laki-laki dan 184 perempuan dengan model KKN Reguler. 

Read more

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Allan Fatchan Gani Wardhana, S.H., M.H. memberikan pandangannya terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja. Menurutnya, pemerintah wajib mempelajari pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), baik dari segi perbaikan proses legislasi maupun terkait UU Cipta Kerja yang telah diperintahkan MK.

Ia berpendapat bahwa dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja membuktikan pemerintah, terutama Presiden tidak memiliki itikad baik untuk mematuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.  Dalam putusan MK tersebut, salah satu amarnya yaitu: “Memerintahkan kepada pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen”. 

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) mengawali lembaran tahun 2023 dengan capaian positif dari salah satu tenaga pendidik di lingkungannya. Capaian tersebut ditorehkan oleh dosen di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UII, Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si.

Komitmen yang kuat serta dedikasi yang tinggi di bidang penulisan dan penelitian berhasil mengantarkan Prof. Dr. Is Fatimah untuk dinobatkan sebagai salah satu peneliti dengan jumlah sitasi yang tinggi. Kali ini, Prof. Dr. Is Fatimah menyandang gelar “Top-cited Indonesian Scientist in 2022”, serta berhasil menempati peringkat 53.503 dunia dan urutan 11 Indonesia versi Elsevier BV, sebuah perusahaan penerbitan akademik asal Belanda yang fokus pada konten ilmiah, teknis, dan kesehatan. Sebelumnya, Prof. Dr. Is Fatimah menerima penghargaan “Top 2% World Ranking Scientists” versi Stanford University. Pencapaiannya tersebut merupakan buah dari usahanya selama ini.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) selalu berusaha dalam meningkatkan sarana dan fasilitas bagi seluruh sivitasnya. Tepat pukul 08.30 WIB pada Jumat (30/12), gedung baru Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII resmi beroperasi. Acara peresmian yang digelar di Hall FIAI UII itu dilaksanakan oleh Ketua Umum Yayasan Badan Wakaf (YBW) UII, Drs. Suwarsono Muhammad, M.A.

Gedung baru FIAI yang terletak di belakang Perpustakaan Pusat UII ini mulai dibangun pada tanggal 24 Agustus 2018 dengan menghabiskan dana sebesar Rp 63.727.634.352,15. Gedung dengan nama K.H.A. Wahid Hasyim ini dibangun dengan tanah seluas 4.290 M2 dan luas  bangunan 13.834,06 M2.

Dalam acara Peresmian dan Serah Terima Gedung FIAI UII itu, Kepala Departemen Infrastruktur YBW UII, Ir. Suharyatma M.T., menjelaskan bahwa pembangunan gedung baru FIAI UII itu terdiri dari 5 lantai yang terdiri dari 15 ruang kelas dan 4 kelas besar, 1 lantai semi basement dan 1 basement, lab computer, microteaching, inkubator bisnis dan auditorium dengan kapasitas 200 orang. 

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas tenaga pendidik dengan mendorong para dosennya untuk meneruskan studi ke jenjang doktoral. Dalam memaksimalkan komitmen tersebut, UII turut memberi bantuan untuk peningkatan bahasa asing dosen, pendampingan penyusunan proposal disertasi, dan pencarian beasiswa bahkan dukungan beasiswa parsial maupun beasiswa penuh kepada dosen.

Hal tersebut nampak dengan adanya acara Penyambutan Doktor Baru UII Tahun 2022 yang berlangsung di Gedung Kuliah Umum Prof. dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII pada (29/12). Acara ini turut dihadiri oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf (PYBW UII), Drs. Suwarsono Muhammad, M.A serta jajaran Dekan di lingkungan UII.

Dalam sambutannya, Prof. Fathul Wahid menerangkan saat ini cacah dosen UII yang menyelesaikan program doktor terus bertambah. “Dengan memasukkan 18 doktor baru yang hari ini kita sambut, saat ini sebanyak 31,95% atau 248 dari 776 dosen UII telah berpendidikan doktor. Presentase ini jauh dari rata-rata nasional yang baru mencapai 13.98%.” jelas Prof Fathul. 

Read more

Nikmat yang mengalir

Hanya kepada Allah kita bersyukur atas beragam nikmat yang mengalir tak henti diberikan kepada keluarga besar Universitas Islam Indonesia (UII). Ikhtiar dan iringan doa terbaik telah mengantarkan banyak capaian di 2022 ini. Semuanya adalah buat kerja kolektif.

Dari sisi kelembagaan, sejak kemarin, 28 Desember 2022, UII kembali mendapatkan akreditasi institusi Unggul yang berlaku sampai 2027, lima tahun ke depan. Dari 54 program studi yang UII kelola, sebanyak 36 program studi mendapatkan akreditasi A atau Unggul. Ini setara dengan 66,67% dari keseluruhan program studi. Jika enam program studi baru yang berakreditasi minimum tidak diikutkan, persentase yang berakreditasi A atau Unggul bahkan mencapai 75,00%.

Dari sisi kualifikasi dosen, semakin banyak dosen yang berkualifikasi Lektor Kepala atau Profesor. Khusus untuk profesor, saat ini UII mempunyai 29 dosen dengan jabatan akademik profesor. Saat ini, lebih dari 10 pengusulan profesor yang sudah disetujui oleh senat universitas dan sudah dikirim dari UII untuk diproses lebih lanjut oleh negara. Sekali lagi, ini adalah capaikan kolektif yang harus disyukuri.

Cacah dosen UII yang menyelesaikan doktor pun terus bertambah. Dengan memasukkan 18 doktor baru yang kita sambut hari ini, saat ini, sebanyak 31,95% (248 dari 776) dosen UII telah berpendidikan doktor. Persentase ini jauh melampaui rata-rata nasional yang baru mencapai 13,98% (42.825 dari 306.150 dosen).

Rasa syukur kita pun seharusnya semakin bertambah karena di akhir 2022 ini, sebanyak 166 dosen UII sedang menempuh program doktor di berbagai universitas baik dalam maupun luar negeri. Jika semua berjalan lancar, dalam empat tahun ke depan, cacah dosen berpendidikan doktor UII akan mencapai lebih dari separuh (53,35%; 414 dari 776).

Dalam kesempatan baik ini, izinkan saya mengucapkan selamat kepada 18 doktor baru yang telah menyelesaikan studi di 2022. Studi doktoral bukan tanpa tantangan. Memang banyak cerita membahagiakan yang bisa dibagi, tetapi saya yakin semua doktor baru menyimpan sisi menantang yang tidak semuanya nyaman untuk dikisahkan.

 

Studi yang tuntas

Di Amerika Serikat studi terhadap sekitar 50.000 mahasiswa doktoral dari 30 lembaga menemukan bahwa tingkat kesuksesan menyelesaikan studi doktoral bervariasi dari 49% sampai 64% tergantung dengan disiplin (dikutip oleh Young et al. 2019). Studi di konteks Eropa pun menghasilkan temuan serupa. Hanya 54,3% mahasiswa doktoral yang berhasil menyelesaikan misinya (Wollast et al., 2018).

Temuan tersebut berarti paling tidak, satu dari tiga kandidat doktor harus menyerah dan gagal di tengah jalan.

Sayang, data serupa dari Indonesia tidak bisa saya temukan.

Karenanya, dengan kesadaran bahwa tidak setiap yang mempunyai kesempatan studi doktoral bisa tuntas, rasa syukur pun seharusnya semakin bertambah, karena telah ditakdirkan oleh Allah menyelesaikan satu tahapan studi dengan baik, dengan segala cerita yang menyertainya.

Selamat juga saya sampaikan ke keluarga, program studi, jurusan, dan fakultas terkait. Insyaallah, akumulasi kepakaran ini akan menjadi modal penting untuk terus berkembang dan menebar manfaat yang lebih luas.

 

Perspektif dan riset interdisiplin

Izinkan saya pada kesempatan yang sangat membahagiakan ini berbagi sebuah perspektif yang mudah-mudahan bisa memicu diskusi lanjutan yang lebih produktif.

Saya yakin kita akan mudah bersepakat jika masalah yang dihadapi umat manusia semakin kompleks. Semakin banyak variabel yang terlibat dengan skala yang sangat bervariasi.

Kompleksitas masalah ini membutuhkan pendekatan baru dalam menyelesaikannya. Salah satunya adalah dengan melibatkan beragam kepakaran terkait untuk mendesain solusi yang efektif.

Dalam bahasa konsep, ini disebut dengan pendekatan interdisiplin. Pendekatan ini tidak hanya didasarkan pada keragaman disiplin yang terlibat (yang disebut sampai tingkat multidisiplin), tetapi mengharuskan ada irisan antardisiplin.

Paling tidak terdapat tiga argumen untuk menguatkan. Pertama, masalah yang kompleks tidak bisa dipecahkan disiplin tunggal. Kedua, penemuan dan kemajuan dalam riset lebih sering terjadi di perbatasan antardisiplin. Ketiga, interaksi antarperiset interdisiplin akan bermanfaat untuk memperluas perspektif dan memperjauh horizon.

Data yang dilaporkan oleh majalah sains terkemuka Nature (van Noorden, 2015), berdasarkan 35 juta artikel dari 14 disiplin dan 143 keahlian, mengindikasikan bahwa sejak pertengan 1980an terjadi kecenderungan peningkatkan cacah publikasi interdisiplin. Indikasinya adalah sitasi terhadap literatur di luar disiplin. Temuan tersebut valid, baik di bidang sains alam maupun sains sosial. Data yang disajikan menunjukkan bahwa sepertiga referensi artikel ilmiah berisi literatur dari disiplin lain (Ledford, 2015).

Apakah riset interdisiplin juga mendapatkan tanggapan baik?

Data menunjukkan bahwa publikasi interdisiplin memerlukan waktu yang cukup untuk menunjukkan relevansi dan menjadikannya disitasi. Temuan menyarankan untuk lebih berfokus pada riset interdisiplin yang tidak terlalu banyak disiplin terkait, dibandingkan yang melibatkan terlalu banyak disiplin yang saling berjauhan.

Analisis juga menemukan bahwa kecenderungan riset interdisiplin berbeda antara satu negara dengan yang lainnya. Berdasar artikel yang dipublikasikan oleh Elsevier, India adalah negara yang paling banyak menghasilkan riset interdisiplin, disusul oleh China, Taiwan, Korea Selatan, Brazil, Italia, dan Amerika Serikat (van Noorden, 2015).

Bagaimana di Indonesia?

Tidak ada data yang bisa diakses untuk memberikan gambaran besar. Namun ada banyak kisah yang tidak selalu membahagiakan terkait dengan riset interdisiplin di Indonesia. Salah satunya adalah soal pengakuan komunitas.

Meski pesan riset interdisiplin sering kita dengar, namun ketika terjadi di lapangan dan didokumentasikan dalam publikasi, sering kali ada “sengketa” terkait dengan relevansi disiplin dan bahkan soal pengakuan kelayakan menjadi syarat dalam kenaikan kewenangan akademik. Ini adalah pekerjaan rumah bagi kita, untuk mengedukasi diri kita sendiri.

Setiap kali ada masalah “sengketa disiplin”, saya teringat kisah ketika mengambil mata kuliah intensif di Universitas Malmo, Swedia pada Mei 2012 tentang manajemen publik. Seorang pengajar yang berlatar belakang yang lebih dekat dengan ilmu politik menceritakan dengan mata berbinar dan bahagia ketika artikelnya tentang pengelolaan sampah diterima di jurnal bereputasi dengan cakupan di bidang teknik. Bagi dia, hal itu adalah sebuah tantangan untuk membingkai riset dan menyajikannya dengan tepat sehingga diterima oleh komunitas disiplin lain.

Memang ada argumen lain yang kurang setuju. Alasannya termasuk bahwa riset interdisiplin akan membocorkan waktu, dana, dan juga sumber daya lain (Duerr & Herkommer, 2019).

Pada kesempatan ini, saya mengajak semua doktor baru untuk merenungkan bagaimana perspektif dan riset interdisiplin bisa dijalankan dengan baik dan produktif.

 

Referensi

Duerr, F., & Herkommer, A. (2019). Why does interdisciplinary research matter? Advanced Optical Technologies, 8(2), 103–104

Ledford, H. (2015). How to solve the world’s biggest problems. Nature525, 308-311.

Young, S. N., VanWye, W. R., Schafer, M. A., Robertson, T. A., & Poore, A. V. (2019). Factors affecting PhD student success. International Journal of Exercise Science12(1), 34.

van Noorden, R. (2015). Interdisciplinary research by the numbers. Nature525, 306-307.

Wollast, R., Boudrenghien, G., Van der Linden, N., Galand, B., Roland, N., Devos, C., De Clercq, M., Klein, O., Azzi, A. and Frenay, M. (2018). Who are the doctoral students who drop out? Factors associated with the rate of doctoral degree completion in universities. International Journal of Higher Education7(4), 143-156.

Sambutan dalam penyambutan 18 doktor baru Universitas Islam Indonesia pada 29 Desember 2022.

 

Direktorat Sumber Daya Manusia Universitas Islam Indonesia (DSDM UII) menyelenggarakan acara pelepasan atau purna tugas bagi para tenaga kependidikan (tendik) unit rektorat yang telah menyelesaikan tugas pengabdiannya di UII. Acara di Ruang Teatrikal, Lantai 2 Timur, Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito UII, pada Rabu, (28/12) itu merupakan bentuk apresiasi kepada para tendik yang telah menyelesaikan pengabdiannya di UII tahun 2022.

Tercatat kurang lebih ada delapan orang tendik yang dipurna tugaskan. Mereka yaitu Sumanto, Untung Dumadi, Dr. Sungadi, S.Sos., M.IP., Ismanto, S.I.Pust., Daryudi, Sumarsih, Sonny Laksono, dan Muhammad  Haryo Subodro. Usia masa pengabdian selama di UII berbeda-beda, mulai dari 18 tahun hingga yang terlama mencapai jangka waktu 39 tahun.

Read more

Universitas Islam Indonesia (UII) terus konsisten menunjukkan keseriusannya dalam mempertahankan kualitas pendidikan. Hal tersebut  tercermin melalui raihan Akreditasi Unggul Institusi UII yang termaktub dalam Surat Keputusan Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT No. 2003/SK/BAN-PT/AK.Ppj/PT/XII/2022. SK akreditasi institusi yang ditandatangani oleh Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Prof. Ari Purbayanto, Ph.D itu berlaku selama lima tahun yakni sejak tanggal 28 Desember 2022 hingga 28 Desember 2027.

Akreditasi Unggul

Akreditasi Unggul merupakan peringkat akreditasi tertinggi bagi sebuah perguruan tinggi yang memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh BAN-PT. Pemenuhan kriteria tersebut didukung oleh kolaborasi di setiap unit kerja dari program studi sampai universitas. “Alhamdulillah atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, UII berhasil memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sehingga meraih Akreditasi Unggul,” ucap Ayundyah Kesumawati, S.Si., M.Si. ketika diwawancara daring oleh Humas UII.

Read more