,

Pentingnya Pendewasaan Politik Untuk Meminimalisir Sengketa Pemilu

Tahun 2018, Indonesia akan menggelar hajatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Kemudian pada tahun 2019 dilanjutkan dengan Pemilihan Umum (Pemilu), Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Kontestasi Pemilu dan Pilkada tersebut merupakan salah satu perwujudan nyata dari negara demokrasi, seperti Indonesia. Bahkan, kualitas demokrasi suatu negara bisa diukur dari sejauh mana kualitas pelaksanaan pemilu tersebut. Namun, untuk menyambut pesta demokrasi tersebut tidak jarang menimbulkan banyak gesekan dan konflik primordialisme kesukuan dan fundamentalisme agama di Indonesia.

Topik tersebut sebagaimana tergambar dalam Kuliah Umum dengan tema “Perkembangan dan Permasalahan Pelanggaran, Sengketa dan Tindak Pidana Pemilu di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PPs FH UII), pada Kamis (3/05) di Kampus UII, Jl. Cik Ditiro No. 1 Yogyakarta.

Dr. Bambang Sutiyoso, SH., M.Hum., selaku Sekretaris PPs FH UII dalam sambutanya menyampaikan bahwa kontestasi pesta demokrasi yang akan dihadapi bangsa Indonesia dalam waktu dekat ini, potensi menimbulkan gesekan-gesekan dan konflik.

Tahun politik saat ini sangat berpotensi timbulnya gesekan, tanda-tandanya sudah mulai bermunculan, Meskipun setiap perbedaan merupakan hal wajar namun potensi sengketa tersebut dikhawatirkan terus berlanjut hingga menjadi sengketa pemilu. ”Sehingga diperlukan pendewasaan politik untuk meminimalisir terjadinya sengketa dan mudah-mudahan pemateri dapat memberikan pencerahan dari diskusi siang hari ini,” tuturnya.

Sementara Prof. Topo Santoso, SH., MH., Ph.D., selaku Guru Besar FH Universitas Indonesia menjelaskan bahwa penyelenggara pemilu sangat berperan penting dala m menjamin pelaksanaan pemilu di Indonesia agar berjalan secara demokratis.“Apabila praktek penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran cukup banyak terjadi maka legitimasi proses penyelenggaraan pemilu akan dipertanyakan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Topo Santoso menegaskan bahwa pemilu merupakan ajang kompetisi untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan kursi akan melahirkan keberatan, pengaduan, dan gugatan. “Untuk menjaga integritas proses dan hasil pemilu diperlukan suatu mekanisme proses penyelenggaran pemilu yang dilaksanakan secara konsisten untuk menindaklanjuti seluruh gugatan secara efektif, adil, dan tepat waktu,” pungkasnya. (IHD/RS)