, ,

Safari Ramadan: Menggali Inspirasi dari Tokoh Pendukung Difabel

Safari Iman Ramadan 1438 H (SAFIR) Masjid Ulil Albab kembali menularkan semangat Ramadhan untuk menjadi insan yang lebih baik. Kali ini SAFIR mengundang para tokoh yang aktif membantu serta memberdayakan para penyandang disabilitas (difabel). Diharapkan para pendengar dapat menggali pelajaran melalui jejak inspiratif mereka. Bersama Risma Wirabharata S.c M.Sc dan Ustadz Muhidin Isman Al-Matin, kegiatan yang berlangsung pada Sabtu (3/6) mampu menyedot banyak perhatian jamaah.

“Jangan pernah menyerah, maka engkau akan selalu punya kesempatan untuk menjadi lebih baik lagi”, begitu tutur Risma Wirabharata yang merupakan penyandang disabilitas dari lahir. Tapi siapa sangka keterbatasannya bukanlah penghalang dalam menularkan semangat hidupnya. Ia mengisahkan pengalamanya sewaktu kecil yang harus diterapi selama 20 tahun. Masa kecilnya juga diwarnai cemoohan dari teman-temannya karena keterbatasannya.

Namun, justru hal itu ia jadikan batu loncatan untuk terus mengasah semangat dan menjadikan diri lebih baik lagi. Selalu mensyukuri anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya adalah sikap hidup yang ia pilih.

Saat ini, ia tengah menyelesaikan studi doktoralnya mengenai hubungan pemerintah dengan difabel. Ibu ini juga aktif menjadi Ketua Umum Forum Komunikasi Disabilitas Gunung Kidul yang beranggotakan lebih dari 50.000 orang. Organisasi yang dipimpinnya telah bermitra dengan pemeritah dan lembaga swasta setempat.

Lewat forum itu, ia ingin melibatkan keberadaan kaum difabel dalam musyawarah pembangunan daerah seperti fasilitas trotoar untuk penyandang difabel. Ia berpesan, “Kuncinya adalah percaya bahwa Allah akan merubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu mau merubah nasibnya.”

Hijrah Untuk Kehidupan Lebih Baik

Berbeda dengan Risma, Ustadz Muhidin Isman Al-Matin menekankan pada saripati hidup mengenai hijrah. Hal ini ia sampaikan berdasarkan pengalaman hidupnya. Ia mengaku pernah menjadi sosok yang lekat dengan kenakalan remaja.

Label buruk sempat disandangnya dari lingkungan tempat ia dibesarkan. Acap kali ia dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Kondisi itu mendorongnya untuk mengenali dirinya dengan hijrah dari kampung halamannya di Kalimantan Tengah ke Yogyakarta.

“Kalau kamu ingin berubah, maka tinggalkan lah negerimu dan minta ridho orang tua, tidak ada yang tidak mungkin kalau kita dekat dengan Allah.” Imbuhnya. Saat ini, Isman diketahui telah mendirikan pesantren di Gunung Kidul, Yogyakarta yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus sebagai pondok rehabilitasi. (FEP)