Sekolah Pemikiran Islam Angkatan V Resmi Dimulai

Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Pembukaan dan Orientasi Umum Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Angkatan V pada Sabtu (3/4) via Zoom. Acara yang bertemakan Moderasi Islam Untuk Generasi Milenial itu menghadirkan Dosen Fakultas Usuludin & Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A. dan Direktur Pusat Studi Islam UII Edi Safitri, S.Ag., M.S.I.

Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A. Selaku Keynote Speech mengatakan, masyarakat hendaknya harus bersikap kirits terhadap realitas sosial yang terjadi di sekelilingnya, terutama problematika agamis yang menjadi salah satu isu populer akhir akhir ini.

“Jika kita menggunakan istilah Islam, jangan kira Islam itu ya Islam, pokoknya jangan bertanya, ikutin saja, itu pemahaman yang sesat tentang Islam, tentang agama. Karena jika kita bicara Islam, sebenarnya banyak dimensi yang harus kita pahami dan harus idealnya kita sosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat paham mengapa wajahnya berbeda beda begitu,” ungkapnya.

Inayah Rohmaniyah juga melanjutkan, ada beberapa hal yang sangat melekat jika kita berbicara mengenai isu agama, pertama adalah tauhid atau keyakinan, kedua dimensi historis, kemudian yang ketiga adalah fakta dan realita sosial yang saat ini sedang terjadi di lapangan. Hal tersebutlah yang dapat membuat seseorang lebih memahami setiap perbedaan yang ada desekitarnya.

“Jadi kurang lebih jika kita kategorikan, ada tiga dimensi yang tidak bisa dinafikan kalau kita ngomong tentang terminologi Islam. Pertama adalah dimensi keyakinan atau normatif, dimensi historis seperti al-qur’an dan hadist serta dimensi empiris yang ada di lapangan. Itu tiga wilayah yang harus kita pahami sehingga kita memahami mengapa orang berbeda,” ujarnya.

Inayah Rohmaniyah melanjutkan, di era saat ini, banyak sekali kelompok-kelompok tertentu yang membawa nama Islam dengan dalih memperjuangkan Islam. Padahal hal tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai fundamental yang ada pada Islam sendiri, bahkan tidak sedikit orang orang tertentu yang sentimen terhadap setap perbedaan yang ada.

“Kelompok yang udah membawa nama Islam itu seolah olah pasti memperjuangkan Islam, padahal yang jadi pertanyaan kita, itu memperjuangkan Islam atau memperjuangkan kelompok, tapi kita jika menentang itu kita dianggap anti Islam, nah itu ngeri loh. Ketika ada suatu kelompok yang menggunakan Islam sebagai batu loncatan atau kelompok sebagai legitimasi politik Islam kalau kita menolak itu kita danggap anti Islam, itu yang bahaya sekali,” ucapnya.

Sementara Edi Safitri selaku pembicara orientasi umum SPI angkattan V mengatakan, adanya SPI ini dimaksudkan untuk memberikan metodologi dan persfektif guna memberikan edukasi terhadap anak muda maupun masyarakat. Adanya SPI juga dimaksudkan agar peserta dapat berdiskusi dan berdialog mengenai isu-isu Islam dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

“Yang ditawarkan oleh SPI adalah perspektif dan metodologi, jadi Islam kan punya wajah yang banyak, semua orang mengklaim rahmatan lil alamin, bahkan kasus bom kemarin juga rahmatan lil alamin, tapi pertanyaannya kemudian kalau semua megklaim rahmatan lil alamin terus yang mana yang betul?. Kita juga ga berani menawarkan yang pasti, tapi setidaknya kita menawarkan cara bagaimana melihat persoalan itu dala persfektif ilmu yang bener-bener tersktruktur,” ungkap Edi Safitri. (AMG/RS)