Serius dengan Humor

Hanya kepada Allah Yang Maha Pemberi Keamanan, setinggi syukur kita panjatkan, setulus pengabdian kita tunaikan. Terlalu banyak nikmat yang sudah Allah limpahkan, sehingga kita tak mungkin membilangkan. Kita semua berkumpul di sini juga karena Yang Maha Melapangkan berkenan.

Kapada Rasulullah Muhammad, selawat dan salam kita sanjungkan. Melaluinya, risalah untuk kebaikan manusia diberikan. Kepadanya, kita semua bercermin tanpa sungkan. Ikhtiar terbaik untuk itibak kita lakukan. Syafaatnya kita nantikan di Hari Kemudian.

Untuk itu, saya, atas nama keluarga besar UII menyampaikan selamat untuk semua wisudawan dan keluarganya. Menuntaskan sebuah misi tidaklah terjadi begitu saja. Ada ikhtiar terbaik yang didedikasikan. Tidak semuanya berjalan dengan lancar. Kadang ada aral yang melintang. Tetapi, alhamdulillah, dengan semangat pantang menyerah yang dilengkapi dengan dukungan dan kiriman doa tak lelah, semua berakhir dengan indah.

Di momen ini, karenanya jangan lupa mengucap syukur kepada Zat Yang Maha Pemurah. Insyaallah, syukur akan menjadikan nikmat berlipat dan bertambah. Sebaliknya, kufur nikmat akan menjadikan kita menjadi manusia rendah.

Setelah wisuda, perjalanan baru menunggu Saudara. Inilah saatnya Saudara meneguhkan kiprah di tengah masyarakat.

 

Humor yang memudar

Selalu asah dan tambah kecakapan Saudara. Apa yang sudah Saudara kuasai sampai hari ini, insyaallah akan menjadi modal awal untuk berkontribusi dengan beragam peran. Tapi ingat, lingkungan berubah, tuntutan bertambah.

Untuk menjamin relevansi keberadaan Saudara dan untuk memastikan kontribusi terbaik, pilihannya tidak banyak. Salah satunya adalah dengan terus belajar. Dari beragam sumber, dengan berbagai cara.

Sangat mungkin, suatu saat di masa depan yang tidak terlalu jauh, kecakapan yang kita punya akan tidak relevan lagi. Ketika itu terjadi, kita dituntut berani melupakan apa yang sudah kita pelajari (unlearn) karena sudah tidak relevan dan menggantinya dengan kecakapan baru (relearn) yang dibutuhkan.

Meski demikian, jangan sampai Saudara mengganggap masa depan itu mengerikan. Selama kita menjadi pembelajar sejati, kita harus menjemput masa depan dengan suka cita dan penuh keyakinan. Saudara adalah para pemimpin masa depan.

Ketika ketidakpastian menjadi satu-satunya yang pasti di masa depan, maka kita perlu melihatnya dengan perspektif yang positif yang lebih rileks.

Kita mulai dengan audit humor. Kapan Saudara tertawa lepas terakhir kali? Apakah kemarin, pekan lalu, bulan lalu, atau bahkan lupa entah kapan.

Karenanya, izinkan saya, di kesempatan ini, mengajak Saudara untuk membahas humor. Jangan skeptis dahulu. Humor adalah urusan serius. Salah satu buktinya, Stanford’s Graduate School of Business menawarkan sebuah matakuliah bertajuk “Humor: Serious Business.

Humor pun diteliti dengan serius. Salah satu temuannya riset itu mengejutkan. Ternyata, selera humor (sense of humor) menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Salah satunya indikasinya adalah senyum atau tertawa. Survei yang dilakukan oleh Gallup terhadap 1,4 juta secara global menemukan bahwa bertambahnya umur menjadikan kita semakin jarang tersenyum atau tertawa.

Anak umur empat tahun dapat tertawa sebanyak 300 kali dalam sehari. Bandingkan dengan yang berumur 40 tahun. Mereka tertawa sebanyak 300 kali, tetapi dalam 2,5 bulan (Aaker & Bagdonas, 2021).

 

Manfaat humor

Selingan humor sehat dalam kadar yang pas untuk menjaga emosi positif akan sangat bermanfaat di tempat kerja dan juga di tempat interaksi sosial lainnya.

Pertama, selera humor bisa meningkatan kuasa (power) seseorang, karena akan meningkatkan persepsi terhadap status dan kecerdasan, mempengaruhi perilaku dan pengambilan kepuusan, serta menjadikan ide lebih mudah diingat (Aaker & Bagdonas, 2021).

Penelitian menemukan bahwa pimpinan yang mempunyai selera humor dipandang 27% lebih memotivasi dan dikagumi, dibandingkan dengan yang tidak (Decker, 1987). Bawahan juga 15% lebih tertarik untuk melibatkan diri. Tim pimpinan yang humoris juga dua kali lebih baik dalam memecahkan tantangan kreativitas, yang ujungnya adalah kinerja yang membaik.

Kedua, selera humor juga meningkatkan hubungan (bond) karena mempercepat rasa percaya dalam membangun hubungan dan membuat kita lebih puas dengan hubungan yang terjalin sejalan dengan waktu (Aaker & Bagdonas, 2021).

Tertawa bersama ternyata juga mempercepat kedekatan dan kepercayaan (Gray et al., 2015). Hal ini akan menjadikan mereka yang sering berbagi kebahagiaan bersama menjadi sahabat dekat. Sahabat dekat di tempat kerja ternyata mempengaruhi kinerja. Salah satu penjelasannya adalah bahwa gaji bukan satu-satunya alasan seseorang bersemangat dalam bekerja. Demikian temuan penelitian Gallup (Maan, 2018), sebuah lembaga konsultan manajemen besar dunia. Sebagai contoh, menurut penelitian tersebut, perempuan yang menyatakan mempunyai sahabat dekat di kantor cenderung dua kali lebih termotivasi dalam bekerja dibandingkan yang tidak.

Senyum ternyata juga dapat meningkatkan kepercayaan orang lain sebanyak 10% (Scharlemann et al., 2001). Karenanya, humornya seorang penjual dapat meningkatkan keinginan konsumen untuk membeli sebesar 18% (O’quin & Aronoff, 1981).

Perasaan bahagia juga bisa diindikasikan dengan senyuman. Penelitian menemukan bahwa wajah yang tersenyum juga lebih lama diingat dibandingkan dengan yang marah. Kalau melihat orang marah, kita akan bertanya: mengapa dia marah ke saya? Tetapi, kalau melihat orang tersenyum, pertanyaan kita adalah: siapa dia? (Shimamura et al., 2006). Anda mau diingat oleh orang lain lebih lama dan dengan perasaan bahagia? Tersenyumlah.

Ketiga, selera humor juga meningkatkan kreativitas (creativity). Humor akan membantu kita menghubungkan berbagai hal yang terlewat dan menjadi kita lebih merasa aman menyampaikan ide-ide tidak konvensional dan yang berisiko (Aaker & Bagdonas, 2021).

Ternyata, selain memberikan perasaan bahagia, senyum juga bisa membuat orang meningkatkan kemampuan berpikir secara holistik (Johnson et al., 2010). Orang yang tersenyum akan melihat konteks secara lebih utuh dibandingkan yang tidak.

Keempat, selera humor juga membuat resiliensi (resilience) kita semakin baik atau “tahan banting”. Humor akan menguransi momen stren dan juga membuat kita lebih mudah bangkit dari keterpurukan (Aaker & Bagdonas, 2021).

Sebuah studi menemukan bahwa orang yang tertawa lepas secara ikhlas ketika menceritakan orang-orang terkasihnya mempunyai 80% lebih sedikit kemarahan dan 35% lebih sedikit stres, dibandingkan dengan mereka yang tertawanya tidak ikhlas atau tidak tertawa sama sekali (Keltner & Bonanno, 1997).

Tertawa juga terbukti meningkatkan aliran darah dan relaksasi otot (Miller & Fry, 2009). Orang yang suka humor mempunyai risiko kematian dari serangan jantung dan infeksi yang lebih rendah. Ini didasarkan pada studi selama 15 tahun di Norwegia (Romundstad et al., 2016).

Ujungnya, orang yang suka tersenyum sebagai tanda perasaan bahagia ternyata lebih panjang umurnya selama tujuh tahun dibandingkan dengan mereka yang suka marah (Abel & Kruger, 2010).

Kita akhiri diskusi soal humor di sini. Sekarang saatnya melakukan audit humor kembali.

Kita tidak harus pintar melucu, tetapi cukup punya selera humor: bisa tersenyum ikhlas atau bahkan tertawa lepas ketika ada yang lucu memapar kita.

Sambutan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 18 Maret 2023.

Referensi

Aaker, J., & Bagdonas, N. (2021). Humor, Seriously: Why Humor Is a Secret Weapon in Business and Life (And how anyone can harness it. Even you.). Currency.

Abel, E. L., & Kruger, M. L. (2010). Smile intensity in photographs predicts longevity. Psychological Science, 21(4), 542-544.

Decker, W. H. (1987). Managerial humor and subordinate satisfaction. Social Behavior and Personality: An International Journal15(2), 225-232.

Gray, A. W., Parkinson, B., & Dunbar, R. I. (2015). Laughter’s influence on the intimacy of self-disclosure. Human Nature26(1), 28-43.

Johnson, K. J., Waugh, C. E., & Fredrickson, B. L. (2010). Smile to see the forest: Facially expressed positive emotions broaden cognition. Cognition and Emotion, 24(2), 299-321.

Keltner, D., & Bonanno, G. A. (1997). A study of laughter and dissociation: distinct correlates of laughter and smiling during bereavement. Journal of Personality and Social Psychology73(4), 687.

Maan, A. (2018). Why we need best friends at work. Tersedia daring di https://www.gallup.com/workplace/236213/why-need-best-friends-work.aspx

Miller, M., & Fry, W. F. (2009). The effect of mirthful laughter on the human cardiovascular system. Medical hypotheses73(5), 636-639.

O’quin, K., & Aronoff, J. (1981). Humor as a technique of social influence. Social Psychology Quarterly44(4), 349-357.

Romundstad, S., Svebak, S., Holen, A., & Holmen, J. (2016). A 15-year follow-up study of sense of humor and causes of mortality: The Nord-Trøndelag Health Study. Psychosomatic Medicine78(3), 345-353.

Scharlemann, J. P., Eckel, C. C., Kacelnik, A., & Wilson, R. K. (2001). The value of a smile: Game theory with a human face. Journal of Economic Psychology, 22(5), 617-640.

Shimamura, A. P., Ross, J. G., & Bennett, H. D. (2006). Memory for facial expressions: The power of a smile. Psychonomic Bulletin & Review, 13(2), 217-222.