Syarat Sah Pernikahan dalam Islam

Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam Universitas Islam Indonesia (DPPAI UII) bersama Lembaga Dakwah (Kodisia) melanjutkan sesi kajian pra nikah kedua pada Minggu lalu (16/8) oleh Ustadz Rosyid Abu Rosyidah, M. Ag., yang merupakan alumni STDI Imam Syafi’i Jember dan Dewan Konsultasi bimbinganislam.com (BIAS). Kajian pra nikah kedua ini membahas tema syarat-syarat nikah.

Ustadz Rosyid menyatakan syarat sah pernikahan berbeda dengan syarat-syarat pernikahan, sebab syarat sah nikah bersadarkan syariat atau agama. Sedangkan syarat-syarat pernikahan adalah apapun yang dipersyaratkan oleh salah satu pihak mempelai dan disetujui oleh pihak mempelai lainnya sehingga ada kemaslahat di dalamnya. “Islam adalah berserah, jadi semua syarat sah nikah yang ditetapkan oleh Allah adalah sah dan benar, sedang yang syarat pernikahan ada yang benar ada yang salah sebab yang menetapkan adlaah hamba atau manusia” katanya.

Perbedaan lainnya sebut Ustadz Rosyid adalah syarat sah tidak akan pernah gugur dan jika salah satu tidak dipenuhi maka akan menyebabkan pernikahan tidak sah. Sedangkan syarat pernikahan adalah ada beberapa syarat yang mungkin tidak dapat terpenuhi sebab kedua mempelai saling memahami kemampuan yang dimiliki, dan juga tidak akan menjadi sebab perbikahan tidak sah karena syarat pernikahan hanyalah syarat keberlangsungan akad nikah saja.

Berikut contoh syarat pernikahan dari Ustadz Rosyid adalah jika mempelai perempuan yang sudah lama tinggal di Jogja namun tidak ingin berpindah ke daerah lain, maka ia mensyaratkan mempelai laki-laki untuk memaksanya berpindah. Jika laki-laki mengiyakan maka dapat tetap berlangsung penikahan mereka, sebaliknya jika mempelai laki-laki tidak mengiyakan maka mempelai perempuan dapat melakukan fasah atau pembatalan pernikahan.

Ustadz Rosyid menuturkan terdapat dua syarat pernikahan yakni syarat yang benar dan salah. Adapun syarat yang benar di antaranya istri mempersyaratkan suami tidak poligami, mempersyaratkan tidak berpindah dari tempat atau daerah yang diinginkannya, istri mempersyaratkan untuk tidak dipisahkan dengan anak-anaknya atau orangtuanya yang sudah tua renta, dan persyaratan mahar yang diinginkan mempelai wanita. “Misal wanita ingin mahar yang unik dan anti mainstream seperti 10 kg koin emas biar orang tahunya tidak gram tapi 10 kg,” sebutnya.

Syarat kedua adalah syarat yang salah atau rusak. Kata Ustadz Rosyid, para ulama menyebut ada dua macam syarat yang rusak, yakni syarat rusak yang membatalkan pernikahan dan syarat rusak tapi tidak membatalkan pernikahan. Pertama, syarat rusak yang membatalkan pernikahan antara lain nikah syigor yakni nikah tukar-tukaran. Maksudnya adalah jika ada kakak laki-laki dari mempelai wanita sebagai wali nikah mempersyaratkan agar menikahkan dulu dirinya dengan adik perempuan mempelai laki-laki yang telah membuatnya jatuh cinta. “Dalam Islam tidak ada nikah syigor, sebab ini dapat menghancurkan salah satu syarat nikah yakni ridho,” jelasnya.

Muncul pertanyaan bagaimana jika syarat tersebut tidak ada tapi secara kejadian ada? Ustadz Rosyid menjelaskan bahwa jika ada adik kakak sedang taarufan dengan pasangannya yang merupakan adik kakak juga dari keluarga yang sama, maka itu tetap sah karena sama-sama ridho.

Selanjutnya syarat nikah rusak yang mengharamkan pernikahan kata Ustadz Rosyid adalah nikah muhallil, yakni nikah dengan menghalalkan cara lain di antaranya karena cinta buta. Misal jika suami telah menalak tiga istrinya maka suami tidak dapat menggauli istrinya sebelum si istri menikah dengan pria lain dan berpisah. Jika keduanya nekat melakukan hubungan setelah adanya talak tiga maka itu pernikahan yang haram.

Contoh ketiga sebut Ustadz Rosyid adalah syarat yang dikaitkan dengan sesuatu yang belum pasti. Maksudnya adalah syarat yang akan dikaitkan dengan syarat lain yang belum dibuat. Misal syarat menikahi jika masuk bulan depan padahal belum tentu bulan depan masih hidup atau menikah kontrak hanya satu tahun padahal pernikahan agar Sakinah mawadah warrohmah.

Lebih lanjut, Ustadz Rosyid menjelaskan beberapa hal yang mengakibatkan syarat rusak tapi tidak membatalkan pernikahan yakni pernikahan yang menghilangkan salah satu hak pasangannya dan juga dirihoi oleh pasangannya. Misalnya adalah suami tidak bisa bertemu dengan istri kecuali hari libur atau suami menginginkan istrinya menjadi ahli kitab,

Ustadz Rosyid menyatakan putusnya hak-hak seseorang terletak kepada syarat. Maka jika seorang pria ingin menghalalkan seorang wanita maka syaratnya menikahinya. Dalam menikahinya, seorang wanita dapat menentukan beberapa persyaratan kepada pasangannya, yang jika dilanggar atau titolak maka mempelai wanita dapat membatalkannya.

Di akhir kajian, Ustadz Rosyid berpesan agar persyaratan pernikahan yang diajukan oleh setiap mempelai kepada pasangannya agar tidak mengedepankan ego, melainkan saling memahami dan melengkapi. Selain itu seharusnya istri mengalah kepada suami karena suami memiliki kedudukan lebih tinggi darinya, begitu pula suami harus mengalah kepada istri sebab wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok.

“Suami istri harus saling memahami, kalau sudah janji dengan mengiyakan persyaratannnya maka harus konsisten untuk menepatinya. Jika tidak maka konsekuensinya adalah pembatalan pernikahan,” tegas Ustadz Rosyid. (SF/RS)