TBMM Humerus Edukasi Masyarakat Tentang Sindrom Metabolik

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat di Dusun Karangtalun, Imogiri, Kabupaten Bantul, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII) yang tergabung dalam organisasi Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM Humerus) sampaikan promosi kesehatan peningkatan pengetahuan di depan bapak ibu kader desa, Sabtu (19/2). “Khususnya tentang sindrom metabolik dan cara pencegahannya,” kata dr. Titis Nurmasitoh, M.Sc selaku pemateri.

Kegiatan promosi kesehatan ini dilakukan dengan metode penyuluhan secara langsung atau sosialisasi kepada bapak ibu kader. Materi disampaikan oleh dr. Titis Nurmasitoh, M.Sc (dosen FK UII).

“Kami melihat masyarakat masih banyak yang belum mendapatkan edukasi,” ungkap Ghifar Fawwazi selaku ketua pelaksana, yang menerangkan acara tersebut dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan di masyarakat.

Disampaikan dr. Titis, Sindrom metabolik menjadi pembunuh diam-diam (silent killer) dalam masyarakat yang jarang disadari. ”Karena penyakit berkembang pesat dalam tubuh manusia biasanya tanpa gejala,” ungkapnya.

Hal itu, tambah dr. Titis, sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang seseorang. Menimbulkan keadaan kadar darah tinggi, kadar gula naik, penyumbatan pembuluh darah, dan kelebihan berat badan. Dampak terparahnya adalah serangan jantung, diabetes, stroke, hingga kematian mendadak.

Bagi dr. Titis, kondisi sindrom metabolik dipengaruhi oleh berbagai faktor layaknya usia. Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun hampir setengahnya terkena penyakit ini. Juga bagi seseorang yang sejak muda sudah mengkonsumsi alkohol serta menderita diabetes. Maka risiko untuk menderita penyakit sindrom metabolik saat tua akan sangat tinggi.

Menurut dr. Titis, sindrom metabolik berkaitan erat dengan gaya hidup yang tidak sehat seperti gemar bermalas-malasan. Jarang berolahraga dan pola makan sembarangan akan menyebabkan resistensi insulin. Akibatnya sel dalam tubuh tidak lagi bisa mengolah gula dengan baik. Gula tidak bisa diserap dan muncullah diabetes.

Disampaikan lebih lanjut, penyakit ini bisa dikenali dengan lingkar perut yang semakin besar. Batas lingkar perut wanita yang sehat adalah 80 cm dan pada pria adalah 90 cm. mudah merasa haus diiringi frekuensi kencing yang juga meningkat. Tubuh sudah tidak lagi bugar dan cenderung mudah sekali merasa lelah hanya karena melakukan aktivitas yang ringan. Mudah merasa pegal-pegal juga bisa menjadi indikasi menderita sindrom metabolik. “Karena gejalanya seolah biasa, sindrom metabolik seringkali terdeteksi saat sudah komplikasi,” tandanya.

dr. Titis menganjurkan kepada masyarakat yang sudah memiliki faktor risiko seperti diabetes dan berlebihan berat badan untuk segera melakukan pemeriksaan skrining ke dokter berupa cek tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah secara berkala. Berat badan berlebih bukan lagi hal yang bisa disepelekan. Segera mendatangi fasilitas kesehatan dan mendapatkan program diet makanan yang seimbang. “Lebih cepat dideteksi maka risiko keparahannya akan lebih kecil,” jelasnya.

Tanda kegawatan pada sindrom metabolik adalah ketika seseorang tiba-tiba merasakan kelemahan pada ototnya. Acapkali kehilangan keseimbangan, rasa terbakar atau tertindih di dada yang menyebar ke leher, serta adanya gangguan dalam bicara.

dr. Titis berpesan kepada masyarakat agar menjaga berat badan tetap idel, gemuk bukan lagi tanda kemakmuran seseorang. Stigma masyarakat perlu diluruskan, kelebihan berat badan adalah penyakit. Perbanyak aktivitas fisik seperti berjalan kaki. Bagi yang merokok atau mengkonsumsi alkohol segera dihentikan.

“Perlu adanya pemberian pengetahuan terkait sindrom metabolik serta cara pencegahan dalam bentuk penyuluhan atau promosi kesehatan,” ungkap dr. Titis. (UAH/RS)