Problematika Lingkungan dan Ekonomi Intai Pemindahan IKN

Dilihat dari sisi politik ekonomi dan lingkungan, pemindahan ibu kota negara (IKN) masih menjadi perdebatan. Hal ini disampaikan oleh Dr. M. Rizal Taufikurrahman, peneliti Index Jakarta dan Masitoh Nur Rohmah, S.Hub. Int., MA, dosen politik lingkungan HI UII dalam diskusi daring Institute for Global and Strategic Studies (IGSS) HI UII dengan tema Polemik Pemindahan Ibu Kota Negara: Perspektif Ekonomi Politik dan Lingkungan, pada Jumat (18/2).

Dalam pemaparannya, Taufikurrahman menilai pembangunan IKN memiliki risiko yang cukup besar karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini tengah berada pada fase pemulihan pasca Covid-19. Pemerintah menurutnya akan lebih baik jika fokus terhadap pertumbuhan ekonomi yang terganggu oleh pembangunan IKN yang menyedot jumlah anggaran yang cukup banyak dari APBN.

Tahun 2022 merupakan momentum untuk memulihkan ekonomi dan tidak bisa ditunda ke tahun 2023. Menurut Taufik, hal ini terjadi karena tahun depan fokus nasional sudah mulai beralih kepada isu politik sebagai tahun pembuka persaingan politik nasional menyambut pemilihan presiden tahun 2024.

Ia menambahkan wacana pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui pemindahan IKN ini tidak bisa langsung tercapai karena beberapa halangan yang terjadi. Salah satunya adalah keterhubungan provinsi Kalimantan Timur dengan berbagai daerah di Indonesia yang belum maksimal baik dari segi suplai maupun tuntutan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ia melihat Kalimantan Timur memang akan diuntungkan dengan distribusi pekerja ketika proses pembangunan IKN. Namun momen itu hanya berlangsung dalam jangka waktu pendek yakni 2 sampai 3 tahun. Hal ini didorong oleh belum tersedianya infrastruktur dan mobilitas yang memadai di Provinsi Kalimantan Timur. Oleh karenanya, ia berkesimpulan keuntungan ekonomi belum akan nampak nyata dalam waktu 10 tahun yang akan datang.

Sementara itu, dari perspektif lingkungan Masitoh berpendapat pemindahan IKN tidak mampu menyelesaikan permasalahan generasi saat ini dengan cepat. Proses pemindahan ibukota sangat rentan terhadap pembangunan yang bersifat jangka pendek. Selain itu, hal ini juga dapat merusak poin-poin yang bisa diproyeksikan untuk jangka panjang seperti lingkungan dan terpecahnya sektor ekonomi-sosial yang seharusnya menjadi satu kesatuan.

Masitoh menambahkan bahwa apa yang terjadi di Jakarta dan calon IKN baru diikuti dengan pertanyaan apakah permasalahan di kedua tempat tersebut bisa terselesaikan atau tidak. Pemindahan ibu kota juga harus mengingat konflik terkait agraria dan pertanahan yang menjadi permasalahan yang tidak terhindarkan saat ini.

Kebakaran hutan dan deforestasi menjadi dilema lain yang masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan di calon IKN. “Pemerintah seharusnya sampai pada hal-hal mikro dan tidak hanya terfokus pada hal-hal makro saja.” Ujar Masitoh.

Ia juga menekankan bahwa pemindahan IKN belum tentu menyelesaikan masalah di Jakarta, malah hal ini lebih rentan menciptakan masalah yang baru di tempat yang lain. “Ada masyarakat-masyarakat marjinal yang belum terakomodir kebutuhan mereka dalam proses pemindahan IKN.” Tutup Masitoh. (AP/ESP)