,

UII dan UNPAD Gelar International Office Conference 2021

Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Padjadjaran (UNPAD) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Forum KUI (Kantor Urusan Internasional) Indonesia menyelenggarakan International Office Conference (IOC) 2021. Kegiatan yang mengangkat tema “Indigenous Culture, Global Mobility, and Internationalization in Higher Education” ini diselenggarakan secara daring dan luring terbatas di Ballroom Hotel Tentrem, Jl. A.M. Sangaji No.68 B, Cokrodiningratan, Yogyakarta, pada 3-4 Desember 2021.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., IPU, Asean Eng. selaku keynote speaker dalam kesempatannya berharap konferensi Kantor Urusan Internasional (KUI) dapat membahas kemungkinan kerja sama antara universitas di Eurasia dan luar negeri, mempercepat pertukaran mahasiswa untuk memperkuat kewarganegaraan global, serta membina persahabatan lintas negara. Melalui platform zoom meeting, pada Sabtu (4/12), Prof. Nizam berharap dapat tercipta kerja sama yang lebih erat antar institusi di Asia dan luar negeri dapat diperkuat lebih lanjut.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNPAD, Prof. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dr., SpM(K), M.Kes., PhD. mengatakan bahwa kolaborasi strategis antara UNPAD dan UII dalam mengadakan konferensi internasional akan menjadi salah satu terobosan bagi bangsa untuk bermitra di luar negeri, dan mengatur ulang strategi bersama dalam menghadapi tantangan pandemi. “IOC akan memberikan pengalaman, pengetahuan, dan perspektif baru tentang internasional selama dan setelah pandemi,” tuturnya.

Senada, Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Ir. Wiryono Raharjo, M.Arch., Ph.D. dalam sambutannya mengemukakan, bahwa program ini (IOC), dikembangkan untuk menanggapi kebutuhan dialog di antara aktivasi internasionalisasi dalam pendidikan tinggi. “Jika kita ingin memperkuat kapasitas internasionalisasi pendidikan tinggi Indonesia, kita perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas dan jumlah Kantor Urusan Internasional (KUI) di negara ini,” tuturnya. Ia berharap IOC dapat memberikan banyak wawasan untuk memperkuat kapasitas kantor internasional dan untuk mempengaruhi banyak orang.

Saat ditemui di sela sela kegiatan, Wiryono Raharjo menjelaskan, di Indonesia ini terdapat Forum Kantor Urusan Internasional (KUI) yang jumlah anggotanya sekitar 250 universitas. Setiap tahunnya diadakan meeting, tetapi karena pandemi, sudah 2 tahun tidak ada meeting. “Hari ini baru pertama kali sejak 2 tahun, tetapi kemudian dikemas menjadi konferensi, jadi disitu ada nuansa akademik yang fokusnya pada internasionalisasi perguruan tinggi. Membahas tentang strategi internasionalis perguruan tinggi di Indonesia,” jelasnya.

Kegiatan IOC diselenggarakan selama dua hari, 3-4 Desember 2021, terdiri dari preconference dan conference. Pada sesi conference, Sabtu (4/12), terdapat presentasi dari universitas anggota Forum KUI. Selain itu juga terdapat pertemuan yang pada intinya membahas bagaimana langkah organisasi ini kedepan. “Karena forum KUI menjadi semacam katalis internasionalisasi perguruan tinggi,” tandas Wiryono Raharjo. “Untuk presentasi paper jumlahnya sekitar 24 paper, tetapi ditambah dengan 6 invited speaker termasuk saya. Invited speaker tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari Taiwan dan Belanda secara virtual melalui zoom, yang itu adalah mitra-mitra kami,” tambahnya.

Lebih lanjut dikemukakan Wiryono Raharjo, peran KUI sebetulnya sebagai motor internasionalisasi perguruan tinggi yang menjadi katalis, sehingga kedepan asosiasi ini atau forum ini akan terus dibutuhkan. Selama ini juga telah bersinergi dengan Pemerintah. “Jadi, Pemerintah, terutama Ristekdikti itu banyak menggunakan kami (KUI) untuk keperluan membantu program-program Pemerintah, misalnya IISMA (Indonesian International Student Mobility Award). “Itukan mengirim mahasiswa ke seluruh dunia, untuk seleksinya itu yang membantu kami. Jadi interviewernya itu kami yang bantu,” jelasnya.

Kemudian, disampaikan Wiryono Raharjo, ada program lain misalnya ICT (International Credit Transfer), yang mana KUI juga berperan disini. “Jadi KUI sebagai pintu masuk untuk melaksanakan program-program hibah itu. Yang pada intinya adalah mengawal internasionalisasi melalui mobilitas mahasiswa,” paparnya.

Saat disinggung kendala yang dihadapi oleh KUI untuk melakukan internasionalisasi, Wiryono Raharjo mengatakan kapasitas kampus di Indonesia berbeda-beda. Saat ini Forum KUI baru beranggotakan sekitar 250 universitas. Padahal di indonesia ada sekitar 4000 kampus. Kendala internasionalisasi ini butuh support berupa SDM dan pembiayaan. Sementara tidak semua perguruan tinggi memiliki support yang memadai untuk itu. “Jadi levelnya memang berbeda-beda, ada yang sudah sangat expensive punya mahasiswa internasional ada yang tidak sama sekali. Ini menjadi tantangan kami untuk bekerja sama,” tutur Wiryono Raharjo.

Tantangan berikutnya, menurut Wiryono Raharjo, bagaimana menguatkan universitas di luar anggota Forum KUI. Forum ini salah satu tujuannya adalah menguatkan KUI dan juga membantu yang belum memiliki KUI melalui berbagai macam kegiatan atau berjaringan dengan kami. “Kadang-kadang ada program di luar KUI, misalnya hibah dari Eropa, kemudia kami mengajak mereka. Proses seperti itulah yang merupakan salah satu cara kami memberdayakan universitas yang masih belum memiliki KUI,” jelas Wiryono Raharjo.

“Kalau di DIY sudah cukup kuat. Memang tidak semuanya, tetapi mungkin hampir 80% mereka (kampus) punya strategi internasionalisasi. Jadi, DIY memang salah satu yang menjadi barometer,” tutup Wiryono Raharjo. (MDL/RS)