,

UII Terbitkan Buku ‘Imaji UII Satu Abad’

Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar diskusi bertajuk Angkringan Rumah Gagasan #4 Imaji UII Satu Abad Vol.2 pada Kamis (2/11) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII. Acara ini merupakan keberlanjutan dari diskusi civitas akademika yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan & Pengembangan/Rumah Gagasan (BPP) UII. Dalam rangka membangun kampus masa depan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta merilis buku yang berjudul ‘Imaji UII Satu Abad’ yang di dalamnya terdapat 55 tulisan hasil dari imajinasi 51 penulis.

Angkringan Rumah Gagasan kali ini menghadirkan Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, yakni Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. dan Rektor UII Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. sebagai pembicara. Adapun peserta diskusi adalah Wakil Rektor, Sekretaris Eksekutif, Kepala Badan dan Direktur, Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, dosen dan tenaga kependidikan, serta para penulis dalam buku Imaji UII Satu Abad.

Kepala Badan Perencanaan & Pengembangan Rumah Gagasan UII, Dr. Raden Bagus Fajriya Hakim, S.Si., M.Si. menyampaikan bahwa frasa yang layak dituliskan untuk menggambarkan 55 tulisan yang ada dalam buku bertajuk Imaji UII Satu Abad ini adalah “Bermimpi ketika dalam kondisi sadar atau tidak tidur sama sekali”. Frasa tersebut lebih dilatarbelakangi karena orang yang bermimpi dalam situasi terjaga pasti memikirkan dampak dan probabilitas realisasi tercapainya mimpi tersebut. Berbeda dengan orang yang mimpi saat benar-benar tidur, tentu lebih banyak bunga tidurnya.

“Berimajinasi adalah sesuatu yang menyenangkan dan sekaligus juga menantang. Buktinya adalah kumpulan tulisan dalam buku ini tidak satupun yang tidak layak, semua adalah hasil imajinasi para civitas akademika kampus UII. Imajinasi bukanlah hanya sekedar angan-angan kosong belaka, namun seakan ada tanggung jawab kolektif untuk mewujudkannya,” tuturnya.
Menurut Raden Bagus Fajriya Hakim berimajinasi untuk kemajuan UII di masa depan bukan hanya hak dosen, tetapi juga tenaga kependidikan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa tulisan yang ada merupakan karya otentik dari para civitas akademika UII. Jika kompilasi gagasan tendik dengan ide dosen dapat diwujudkan, maka tentunya bisa merealisasikan cita-cita para pendiri UII.

“Semoga kompilasi imaji ini tidak berhenti pada layaknya mimpi seseorang yang benar-benar tidur. Namun, dapat direalisasikan dengan kerja kolektif kolegial. Semoga rida Allah Swt. senantiasa tercurah dalam rangka mewujudkan ide-ide tersebut menyongsong satu abad UII sekitar 20 tahun mendatang,” tpaparnya.

Selanjutnya pada sesi panel materi pertama disampaikan oleh Prof. Fathul Wahid. Dalam pemaparannya menyampaikan tentang mendesain masa depan. Dikemukakan Prof. Fathul Wahid, banyak kepala lebih berkualitas, jika satu orang yang terlibat yaitu orang-orang yang independen, tidak saling tergantung satu sama lain. Lalu, orang-orang yang hadir dengan ide yang beragam.

“Saya membayangkan forum angkringan yang sudah terdefinisikan dalam buku ini, seperti ini. Jadi, mereka menjadi pemikir mandiri, tidak ada diskusi dan saya melihat idenya bermacam-macam. Ini menurut saya adalah contoh bahwa banyak kepala lebih baik dibandingkan satu kepala,” tuturnya.

Maka dari itu, lanjut Prof. Fathul Wahid, apabila di lingkungan perkuliahan, ada perbedaan pemikiran maka itu adalah suatu hal yang lumrah. Oleh karenanya, banyaknya kepala (pemikiran) lebih baik dari pada hanya satu kepala. “Selain itu kita harus mengetahui bahwa kemutakhiran atau biasa dikenal dengan istilah ‘kekinian’ itu bukanlah sesuatu statis, akan tetapi dinamis dan juga saling ketergantungan satu sama lain,” jelasnya.

“Saya senang membaca buku ini karena disini banyak bagian-bagian yang mengandung optimisme dan mengapresiasi kekuatan diri sendiri dan juga ada bagian-bagian yang mencoba memotret kondisi saat ini. Perubahan lingkungan seperti apa, memindai perubahan-perubahan yang terjadi, teknologi, konteks sosial, industri, dan lain-lain. Di buku ini, perubahan sosial banyak yang dimunculkan di sini, tempatnya juga menawarkan peta jalan ke depannya,” imbuh Prof. Fathul Wahid.

Sementara itu, Suparman Marzuki mengemukakan pentingnya memikirkan masa depan. “Berimajinasi memikirkan sesuatu yang baik di masa depan itu wajib hukumnya bagi manusia, apalagi sebagai seorang muslim. Jadi, tanpa berimajinasi, tanpa memikirkan sesuatu yang mau kita raih di masa depan, maka kita berjalan bagai orang tanpa kompas,” tuturnya.

Suparman Marzuki menegaskan bahwa Visi dan Misi UII ingin melahirkan pemimpin bangsa dan tampil sebagai institusi yang melahirkan insan yang rahmatan lil’alamin. Hal utama yang menjadi fokusnya adalah melahirkan pemimpin bangsa.

Ia menjelaskan dua karakteristik pemimpin yang diinginkan oleh UII, yakni yang pertama adalah emimpin (leader) itu adalah seseorang yang mampu membawa perubahan (agent of change) dan membawa kebaikan. Berikutnya yang kedua adalah pemimpin yang yang menarik. Menarik untuk menuju kepada perubahan yang diinginkan. Pemimpin yang berdiri di depan, bukan hanya mendorong dari belakang.

“Pada dasarnya pemimpin itu adalah orang yang bisa membawa perubahan pada bangsanya. Pemimpin yang tidak berdiri di belakang, tetapi berdiri di depan. Karakteristiknya adalah seseorang yang bermakna, kelahirannya dinantikan, kepergiannya ditangisi, dan keberadaannya dihargai,” tuturnya.

Lebih lanjut dikemukakan Suparman Marzuki, sebagaimana Rasulullah Saw. adalah seorang pemimpin yang selalu berada di depan, seperti hal nya ketika perang, beliau selalu berdiri di garda terdepan. Maka, kita tidak perlu mencari siapa panutan pemimpin terbaik kita karena Nabi Muhammad Saw. adalah suri tauladan yang terbaik. (AN/RS)