,

Yang Perlu Diperhatikan Agar Tidak Galau Setelah Lulus

Kelulusan dan wisuda tentunya menjadi tujuan akhir setiap mahasiswa. Kehidupan selama kuliah tentu berbeda dengan kehidupan yang sebenarnya. Para fresh graduate dituntut untuk siap memasuki dunia kerja dengan bekal ilmu dan kemampuan yang didapatnya. Terkadang banyak hal baru yang belum pernah mereka hadapi sebelumnya ketika masih kuliah.

Inilah yang mendorong UII Golden mengadakan webinar series bertema “The Ups and Downs of Career Development after Graduation” melalui Zoom pada Ahad (7/6). Galang Galih Gibran, Business Development Manager at TANATEX Chemicals the Netherlands, hadir sebagai pemateri.

Ia menyampaikan setiap mahasiswa selama masih di bangku perkuliahan harus pandai mencari tahu kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Dengan itu kekurangan yang ada masih dapat diperbaiki, misalnya kurang dalam bersosialisasi dan membangun relasi maka mahasiswa tersebut dapat mengikuti organisasi tertentu untuk menambah relasinya.

Menurutnya, ada dua kata kunci dalam menata karir, yakni waktu dan tujuan. Karir memiliki sifat berkembang dan maju. Individu yang ingin menapakinya harus memiliki pandangan visioner. “Kita punya goals dan waktu, pandai-pandainya kita memanfaatkan waktu itu untuk menggapainya. Yang perlu dipikirkan setelah lima tahun ke depan aku mau jadi apa, setelah 10 tahun ke depan aku mau seperti apa,” jelasnya.

Terdapat kesalahan yang seringkali terjadi di awal merintis karir. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain: tidak tahu arah dan tujuan karir yang ingin dicapai, kurang menggali informasi, takut mencoba, terlalu pilih-pilih, dan kurang membekali diri dengan soft skills. Untuk itu, perlu diperhatikan tahapan ketika merencanakan jenjang karir.

Ia pun menambahkan tiga aturan penting yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan karir. Aturan pertama adalah dream job does not exist. Karena definisi ideal untuk setiap orang berbeda-beda. Karir yang ideal adalah sesuatu yang harus diputuskan sendiri setelah mencobanya.

Kedua, do not find a job, find a mission. Ia mengatakan bahwa kita tidak harus bekerja di pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang kuliah kita. Namun, tetap selama masa kuliah harus dipikirkan sebenarnya jurusan sekarang sudah sesuai dengan passion atau belum.

Aturan ketiga adalah it’s not only about you, it’s about all of us. Yang harus dipikirkan juga adalah apa saja kontribusi yang dapat kita berikan, bukan malah memikirkan pekerjaannya atau gajinya saja. “Banyak orang memandang bahwa yang kerja di gedung tinggi itu yang penting, padahal tidak selalu demikian. Selagi masih halal dan bermanfaat untuk orang lain itu baik. Jadi pikirannya jangan terlalu sempit memandang pekerjaan, ingat bahwa career is not a job, that is not a same,” tambahnya.

Tips Hilangkan Galau Setelah Lulus

Ia juga membagikan tips agar mahasiswa tidak galau setelah lulus. Tips pertama adalah internal observation dengan pemetaan kemampuan diri. Kedua, external observation. Mahasiswa perlu melihat peluang, mengamati situasi, kebutuhan market, tantangan yang ada, dan memperluas koneksi. Ketiga, make plans and consistent execution dimana setelah mengetahui kelebihan dan kekurangannya, mahasiswa dapat mencoba perencanaan dan mencari pekerjaan yang cocok dengannya.

Terakhir, try to explore and enjoy the process. Setelah ketiga proses sebelumnya, selanjutnya mencoba melamar pekerjaan tersebut dan menjalaninya dengan tenang meskipun nantinya terdapat pasang surut karir di dalamnya tetap dinikmati saja.

“Misalnya ketika terjebak dalam rutinitas yang monoton, carilah kegiatan lain di luar pekerjaan seperti olahraga atau menulis. Tanggung jawab yang tidak proporsional atau pekerjaan yang menumpuk dan mengharuskan lembur dapat berdampak negatif bagi kehidupan pribadi. Rekan kerja yang toxic dan budaya perusahaan yang tidak sesuai idealisme juga sering dijumpai di dunia kerja”, pesannya lagi.

Yang tidak kalah penting, ia menyarankan agar setiap orang belajar mengenai finansial. Menurutnya banyak orang yang tidak membekali pendidikan finansial akan merasa stress karena budaya konsumtif dan penghasilan yang didapatnya tidak seimbang. “Cara mengelola keuangan pribadi itu dengan belajar finansial, yakni memahami sumber penghasilan yang berbeda,” tutupnya. (SF/ESP)