Eksistensi Hukum Adat Dalam Sistem Peradilan di Malaysia

Program Studi Hukum Program Sarjana (PSHPS), Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Guest Lecturer bertajuk “Adat Law in Malaysia Legal System”. Dilaksanakan di Ruang Auditorium Lantai 4, Gedung Fakultas Hukum, Kampus Terpadu UII, Kaliurang, pada Rabu (1/3), kegiatan ini turut mengundang Prof. Dr. Farid Sufian bin Shuhaib, profesor dari Ahmad Ibrahim Kulliyah of Laws, International Islamic University Malaysia (IIUM).

Acara tersebut dimoderatori oleh Kepala Departemen Hukum Perdata FH UII, Abdurrahman Al Faqiih, S.H., M.A., LL.M. Abdurrahman sendiri menyampaikan kedudukan hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum Indonesia. “Hukum adat juga meliputi nilai-nilai keagamaan di Indonesia. Sebagai negara dengan masyarakat yang pluralistik, hukum adat memiliki peran yang penting di Indonesia yang menyemarakkan diskursus kritis mengenai pluralisme hukum,” jelasnya.

Selain itu, Abdurrahman juga menyampaikan pentingnya mengetahui sistem legal di negara lain. “Khususnya di Malaysia sebagai negara tetangga kita yang cenderung memiliki rumpun budaya yang sama dan negara yang memiliki keluarga budaya yang sama,” ujarnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Farid menjelaskan situasi pluralisme hukum di Malaysia. “Pluralisme hukum adalah saat negara mengakui dan menyediakan hukum yang berbeda untuk kelompok yang beragam di masyarakat, apakah itu berdasarkan etnis, agama, atau bahkan pekerjaan,” tuturnya.

Salah satu bentuknya adalah keberadaan tiga sistem peradilan di Malaysia, yakni pengadilan negeri, pengadilan syariah, dan pengadilan adat pribumi yang hanya berlaku di Sabah dan Sarawak. “Hukum adat di Malaysia harus dibuktikan oleh sesepuh, ahli atau tokoh masyarakat untuk memberikan bukti di pengadilan bahwa ini adalah bagian dari praktik adat dan dapat diberikan kekuatan hukum oleh pengadilan,” jelasnya.

Uniknya, terdapat komunitas lain di Malaysia yang memiliki hukum adat sendiri, seperti adat Perpatih yang dipegang oleh masyarakat keturunan Minang. “Adat Perpatih memiliki kaitan dengan hukum adat di Indonesia karena adat Perpatih pada dasarnya berasal dari Minang, Sumatera Barat. Dalam sejarahnya, ada komunitas yang berasal dari Sumatera dan sebagian besar tiba di Negeri Sembilan di Semenanjung, kemudian mereka menetap di sana. Mereka memiliki hukum adat sendiri yang berlaku di Negeri Sembilan dan warisan, misalnya (soal) harta ibu,” terangnya. (JRM/ESP)