Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) menyelenggarakan pertemuan dengan perwakilan Woosong University, Korea Selatan, di Ruang Rapat Abu Dhabi DK/KUI pada Selasa (02/12) untuk membahas peluang kolaborasi dan implementasi program IDegree COIL (Collaborative Online International Learning). Pertemuan berlangsung pada hari ini dan dihadiri oleh Ony Avrianto Jamhari, selaku Country Director, Office of International Affairs, Woosong University, dan N. Serlin Muliawati selaku Global Partner Development IDegree by Woosong University.

Dari pihak UII, hadir Dr. Wiryono Raharjo, Wakil Rektor Bidang Kemitraan dan Kewirausahaan UII, Dr. Joni Aldila Fajri, Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri; serta Nihlah Ilhami, Kepala Divisi Mobilitas Internasional. Pertemuan ini menjadi wadah diskusi mengenai potensi pengembangan kerja sama akademik berbasis pembelajaran kolaboratif lintas negara melalui integrasi model pembelajaran daring dan hybrid.

Program IDegree COIL menawarkan pengalaman pembelajaran global yang fleksibel dan inklusif, dengan menggabungkan perkuliahan daring oleh profesor internasional melalui platform Learning Management System (LMS) Woosong University dan pembelajaran berbasis proyek yang dibimbing oleh dosen di universitas mitra. Kolaborasi ini membuka peluang untuk pengakuan kredit akademik, pengembangan kurikulum bersama, serta eksplorasi kerja sama jangka panjang dalam bidang internasionalisasi pendidikan.

UII menyambut positif inisiatif kerja sama ini sebagai langkah strategis dalam memperluas akses global untuk mahasiswa dan dosen, memperkuat kompetensi internasional, serta meningkatkan kualitas kolaborasi akademik lintas kampus. Diskusi lanjutan akan dilakukan untuk merumuskan skema implementasi yang paling sesuai dan manfaat yang dapat diperoleh kedua institusi. (DS/NI/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan perwakilan dari Kumamoto University, Jepang, yaitu Mia Hernawati, pada kegiatan information session yang dilaksanakan di ruang kelas Sayap Barat Lantai 3 Gedung Kuliah Prof. Sardjito pada Selasa (02/12). Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman langsung mengenai peluang studi di Kumamoto University untuk semua jenjang pendidikan, mulai dari sarjana, magister, hingga doktoral.

Acara dibuka dengan sambutan dari Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri, Dr. Joni Aldila Fajri, yang menyampaikan bahwa kerja sama akademik dan mobilitas internasional merupakan bagian penting dalam upaya UII memperluas jejaring global dan meningkatkan kompetensi mahasiswa maupun tenaga pengajar. Beliau berharap kegiatan ini menjadi awal dari kolaborasi yang lebih erat antara UII dan Kumamoto University di masa mendatang.

Dalam sesi pemaparan, Mia Hernawati menyampaikan informasi lengkap mengenai proses pendaftaran, kehidupan akademik dan budaya di Jepang, serta berbagai peluang beasiswa yang dapat diakses oleh mahasiswa internasional. Peserta juga mendapat tips dan panduan praktis terkait persiapan dokumen dan strategi penerimaan. Selain itu, peserta berkesempatan berdiskusi secara langsung dengan perwakilan Kumamoto University yang bertugas di kantor Surabaya, sehingga dapat memperoleh penjelasan detail dan personal.

Kegiatan ini diharapkan membuka lebih banyak kesempatan bagi mahasiswa dan sivitas akademika UII untuk melanjutkan studi di Jepang serta memperkuat kerja sama internasional antara kedua institusi. (NI/DS/AHR/RS)

Lembaga Akreditasi Mandiri Desain Perencanaan Lingkungan Arsitektur (LAM DEPILAR) melaksanakan Workshop Persiapan dan Musyawarah Nasional (MUNAS) I sebagai langkah penting untuk mewujudkan visinya menjadi penyelenggara penjaminan mutu dan akselerator kemajuan pendidikan tinggi di Indonesia. LAM DEPILAR menegaskan komitmennya dalam mengembangkan ilmu dan karya di bidang desain, perencanaan, lingkungan, dan arsitektur untuk membangun peradaban berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945, berlandaskan prinsip kemandirian, keterbukaan, berkeadilan, kelestarian, dan keberlanjutan.

Acara yang berlangsung di Ruang Sidang Senat Universitas Udayana, Kampus Sudirman, Denpasar pada Senin-Selasa (3-4/11) ini menjadi momentum strategis dalam memperkuat kelembagaan serta merumuskan arah baru akreditasi bagi bidang desain, arsitektur, dan perencanaan lingkungan di Indonesia.

Kegiatan dibuka oleh Ketua Tim Pelaksana Pendirian LAM DEPILAR, Dr. Ar. Yulianto Purwono Prihatmaji, IPM., IAI, yang juga sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Arsitek UII yang bekerja bersama tim sejak deklarasi 20 Mei 2024 di Jakarta. Munas juga dihadiri ketua MA BAN PT, Prof. Dr. rer. nat. Imam Buchori, S.T., yang memberikan selamat, apresiasi, arahan dan harapan agar LAMDEPILAR bisa turut serta menjamin dan menjaga kualitas pendidikan pada keempat rumpun bidang keilmuan.

Hal ini menegaskan bahwa pendirian lembaga ini merupakan amanat nasional untuk menghadirkan sistem akreditasi yang lebih adaptif, fokus, dan relevan. Penguatan tersebut ditegaskan melalui berbagai legalitas pendirian yang diterbitkan pada 2025.

Landasan hukum pendirian LAMDEPILAR diperkuat melalui:

  1. Surat Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi No. 115/M/KL.00/2025 tanggal 27 Maret 2025 tentang Persetujuan Pendirian Lembaga Akreditasi Mandiri Desain Perencanaan.
  2. Surat Keputusan Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor AHU-0006061.AH.01.07.TAHUN 2025 tanggal 21 Agustus 2025 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan LAM DEPILAR
  3. Surat Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi No. 2388/M.A4/AK.00.06/2025 tanggal 2 Oktober 2025 tentang Penetapan Lembaga Akreditasi Mandiri Desain Perencanaan Lingkungan Arsitektur (LAM DEPILAR).

Rangkaian Kegiatan Munas I

Hari pertama berfokus pada penyempurnaan instrumen akreditasi, penguatan sistem informasi akreditasi, mekanisme penjaminan mutu, serta penyusunan AD/ART dan struktur kelembagaan. Diskusi lintas asosiasi profesi dan forum program studi juga dilakukan untuk memastikan harmonisasi standar akreditasi di seluruh bidang keilmuan terkait.

Hari kedua diisi dengan sidang pleno yang berlangsung dinamis dan partisipatif, mencakup pembahasan tata tertib musyawarah, pemilihan pimpinan sidang, pemaparan laporan tim pendirian, hingga pengesahan dokumen kelembagaan dan finalisasi instrumen akreditasi. MUNAS ditutup dengan pelantikan pengurus baru serta penandatanganan dokumen resmi lembaga.

Acara dihadiri oleh perwakilan asosiasi program studi seperti Perkumpulan Prodi Deskomvis, ASPI, ASARKI, PEPSILI, APTARI, dan FPALI, serta asosiasi profesi seperti HDII, PDKVI, ADPII, IAP, IARKI, IALHI, IAI, dan IALI. Selain itu hadir pula perwakilan perguruan tinggi nasional, termasuk ITB, UII, UNDIP, IPB, UGM, UNJ, ITENAS, Universitas Petra, dan Universitas Multimedia Nusantara.

Dalam kepengurusan LAM DEPILAR ini Dosen Jurusan Arsitektur UII yaitu Prof. Dr.-Ing. Ilya Fadjar Maharika terpilih sebagai Sekretaris Majelis Akreditasi (MA) dan Dr. Ar. Yulianto Purwono Prihatmaji, IPM., IAI terpilih sebagai Ketua Dewan Eksekutif (DE) untuk masa bakti 2025-2030.

Dengan visi yang kuat, dukungan multidisiplin, dan struktur organisasi yang lengkap, MUNAS I LAM DEPILAR menandai fase baru pembentukan lembaga akreditasi mandiri yang kredibel, independen, dan siap mendorong kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya pada bidang desain, perencanaan, lingkungan, dan arsitektur. Dengan beroperasinya LAMDEPILAR saat ini secara bertahap, LAMDEPILAR bergabung dengan 10 LAM-LAM yang lain yang sudah berjalan.(YPP/AHR/RS)

Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (FBE UII) melaksanakan program pengabdian masyarakat dan dakwah bertajuk “FBE UII Berbagi dengan Hati” pada Jumat–Sabtu (28-29/11) di Desa Sidoharjo, Kapanewon Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini melibatkan seluruh tenaga kependidikan (Tendik) FBE UII, lembaga-lembaga kemahasiswaan, serta bekerja sama dan bersinergi dengan Lazis Unisia UII sebagai mitra.

Kegiatan dimulai pada Jumat malam dengan pengajian akbar bersama  Lurah Sidoharjo, Evi Nurcahyani, S.IP.  dan warga Desa Sidoharjo yang dibuka dengan muqodaman Juz 30 Al-Qur’an. Selanjutnya  dilanjutkan sambutan oleh Drs. Achmad Tohirin, M.A., Ph.D. selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan, Keagamaan dan Alumni (KKA) FBE UII dan sambutan Panewu Anom (Sekcam) Pakanewon Tepus, Suhadi, S.IP., M.AP. Pengajian inti disampaikan oleh Mohammad Bekti Hendrie Anto, S.E., M.Sc. Suasana acara kian semarak dengan penampilan hadroh dari warga Sidoharjo yang berkolaborasi bersama tim hadrah FBE UII yang tampil di awal dan akhir rangkaian.

Dalam sambutannya, Wakil Dekan KKA FBE UII menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan wujud nyata komitmen institusi dalam menjalankan tanggung jawab sosial dan keagamaan. “Kehadiran kami di Desa Sidoharjo bukan sekadar kegiatan rutin, melainkan bentuk dedikasi FBE UII untuk berbagi pengetahuan, nilai-nilai spiritual, dan kepedulian sosial. Semoga kegiatan ini membawa keberkahan dan kebermanfaatan bagi kita semua,” tutur Achmad Tohirin.

Lebih lanjut, Sekretaris Camat Tepus, Suhadi, S.IP., M.AP., juga menyampaikan apresiasi atas kontribusi FBE UII.“Kami sangat berterima kasih kepada FBE UII yang telah memilih Desa Sidoharjo sebagai lokasi pengabdian. Kerja sama ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi melalui bantuan sembako dan pakaian, tetapi juga memperkuat nilai spiritual dan semangat gotong royong di tengah masyarakat,” ujarnya.

Kegiatan dilanjutkan pada Sabtu pagi dengan senam bersama warga di Taman Bibora, diikuti dengan seremoni peresmian bakti sosial. Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Dekan Sumber Daya FBE UII, Abdul Moin, M.BA., M.Res., Ph.D., dan Wakil Dekan KKA FBE UII, Achmad Tohirin, Kepala Lazis Unisia Agus Budi Hariyadi, S.S. , Lurah Sidoharjo Evi Nurcahyani, S.IP., Panewu Anom Suhadi, S.IP., M.AP., serta Kapolsek Tepus AKP Suryanto, S.Pd.. Pada kesempatan tersebut dilakukan penyerahan simbolis paket sembako kepada masyarakat kurang mampu.

Dalam sambutannya, Kepala Lazis Unisia Agus Budi Hariyadi, S.S., menyampaikan bahwa bantuan yang diberikan merupakan wujud nyata kepedulian Lazis Unisia kepada masyarakat. Selain untuk warga Sidoharjo, Lazis Unisia juga menyalurkan bantuan ke sejumlah lokasi lain di wilayah Gunung Kidul. Beliau berharap bantuan ini dapat menjadi stimulan bagi warga Sidoharjo untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Tak lupa, beliau memohon doa agar Lazis Unisia beserta para donatur senantiasa diberikan keselamatan, kesehatan dan keberkahan.

Sementara itu dalam sambutan Lurah Sidoharjo, Evi Nurcahyani, S.IP., menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada FBE UII selaku penyelenggara, serta kepada seluruh warga yang hadir dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini. Bakti sosial tersebut dinilai sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama sekaligus sarana untuk memperkuat rasa persaudaraan dan kebersamaan di tengah masyarakat.

Program bakti sosial ini  meliputi pembagian 623 paket sembako dengan total senilai  Rp62.300.000,-, hibah dua unit komputer untuk Kalurahan Sidoharjo, bantuan uang tunai Rp4.200.000,- kepada 42 kartu keluarga (KK), serta penyerahan hasil penjualan pakaian pantas pakai sebesar Rp2.146.000,- kepada Pemerintah Kalurahan Sidoharjo untuk dimanfaatkan bagi kepentingan warga. Seluruh bentuk donasi ini terselenggara atas dukungan  dan kontribusi civitas akademika FBE UII dan Lazis Unisia.

Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan penjualan pakaian pantas pakai donasi dari Tendik dan Dosen FBE UII, dijual dengan harga sangat terjangkau hanya Rp2.000,- per potong – sebagai salah satu bentuk upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Kegiatan ini mencerminkan komitmen FBE UII dalam mengintegrasikan nilai-nilai Islami, keilmuan, dan kepedulian sosial. Kami berharap program ini memperkuat ukhuwah, menumbuhkan semangat berbagi di kalangan sivitas akademika, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Desa Sidoharjo,” ujar Abdul Moin.

Program Studi Ilmu Agama Islam Program Magister (PSIAIPM) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Student Symposium on Islamic Education dengan mengangkat tema “Transformasi Pendidikan Islam di Era Digital: Membangun Karakter, Spiritualitas, dan Keberlanjutan Global” pada Sabtu (29/11) di Auditorium Gedung K.H.A Wahid Hasyim Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI), Kampus Terpadu UII. Dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, kegiatan ini menghadirkan Dhomas Hatta Fudholi, S.T., M.Eng., Ph.D selaku Dosen Jurusan Informatika UII dan Gus Romzi Ahmad selaku CEO Pesantren Development sebagai narasumber.

Wakil Rektor Bidang Pengembangan Akademik dan Riset UII, Prof. Dr. Jaka Nugraha, S.Si., M.Si, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas antusiasme tinggi peserta yang mencapai lebih dari 180 pemakalah. Ia menegaskan pentingnya kegiatan ilmiah seperti ini untuk memperkuat budaya akademik di kampus. “Kegiatan seperti ini merupakan bagian dari upaya menumbuhkan ekosistem akademik yang sehat, sekaligus mendukung percepatan kelulusan mahasiswa magister melalui kewajiban publikasi,” ujarnya.

Prof. Jaka juga menekankan urgensi transformasi pendidikan Islam di era digital. Ia mengingatkan bahwa perjalanan peradaban manusia adalah proses panjang yang ditopang oleh kemampuan melestarikan pengetahuan dan terus berinovasi. Dalam konteks perkembangan teknologi, ia menegaskan pentingnya pemanfaatan artificial intelligence (AI) secara bijak. “AI itu ibarat alat—jika digunakan oleh orang yang amanah, ia akan membawa kebermanfaatan. Karena itu di UII kami menetapkan etika pemanfaatan AI agar kemajuan teknologi menjadi keberkahan, bukan sebaliknya,” jelasnya. Ia berharap simposium ini membawa inspirasi dan mendorong lahirnya kontribusi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan Islam.

Kurikulum DAAI (Digital, Akhlak, dan Artificial Intelligence)
Memasuki sesi pemaparan materi, Dhomas menjelaskan perbedaan antara discriminative model dan generative model dalam penggunaan alat kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, discriminative model bertujuan untuk mengklasifikan sesuatu sedangkan generative model digunakan untuk mengenali pola dan menghasilkan data baru berdasarkan pola tersebut.

Dhomas juga menyampaikan tiga hal yang membawa AI mampu mengubah proses belajar manusia. Pertama, increasing reach through AI yaitu kemampuan AI membuat materi yang sulit  menjadi lebih mudah dipahami sehingga  memperluas jangkauan pemahaman.

“Kedua, powering personal and interactive learning, cara belajar orang berbeda-beda. Dengan AI, akselerasi pembelajaran dapat dilakukan dengan menyesuaikan materi sesuai kebutuhan masing-masing. Ketiga, extending educators and assistance to everyone, ketika ada materi yang kurang jelas kita bisa meminta AI menjelaskan ulang. Belajar sekarang tidak lagi terbatas oleh tempat, waktu, atau bahasa, karena semuanya dimudahkan oleh berbagai macam media,” jelasnya.

Selanjutnya, Dhomas menunjukkan bagaimana AI dapat diterapkan dalam pendidikan Agama Islam. Ia menampilkan contoh platform AI yang memungkinkan pengguna memberikan prompt terkait tata cara berwudhu, kemudian AI tersebut menjelaskan langkah-langkahnya secara rinci sehingga memudahkan pengguna memahami praktik ibadah tersebut. Tak lupa, ia juga memaparkan pedoman etika pemanfaatan GenAI, termasuk penggunaan yang diperbolehkan seperti “membantu pemahaman materi, perbaikan bahasa, serta visualisasi ilmiah,” serta larangan seperti “copy-paste mentah” tanpa proses verifikasi. Dhomas menegaskan bahwa penggunaan AI harus dilakukan secara bertanggung jawab agar tidak menghilangkan proses berpikir kritis dalam pembelajaran.

Meninjau Ulang Pendidikan Agama Islam
Jika Dhomas Hatta membahas pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan Agama Islam, maka pada sesi kedua Gus Romzi melengkapinya dengan menyoroti kembali fondasi utama pendidikan Islam. Ia menegaskan bahwa otoritas keagamaan bertumpu pada sejumlah unsur penting, seperti teks suci, tradisi keagamaan, aturan moral, dan peran ulama. Pemahaman terhadap komponen-komponen ini, menurutnya, menjadi landasan untuk melihat bagaimana pendidikan Islam berkembang dari masa ke masa.

Gus Romzi juga menguraikan keragaman model pendidikan Islam yang kini berjalan berdampingan—mulai dari madrasah, pesantren, hingga sekolah umum dan sekolah berkurikulum internasional. Menurutnya, perkembangan ini menunjukkan perlunya desain pendidikan yang lebih adaptif. Mengutip Ibn Khaldun, Ia mengatakan bahwa pengetahuan harus releban dengan kebutuhan sosial dan perkembangan ilmu merupakan fenomena sosial. Gus Romzi menekankan bahwa pendidikan Islam harus mampu menjaga keseimbangan antara warisan tradisi dan kebutuhan inovasi.

Dalam paparannya, Romzi turut menyoroti tantangan besar yang dihadapi pendidikan Islam ketika berhadapan dengan realitas global yang terus berubah. Ia menegaskan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya dituntut mempertahankan nilai-nilai spiritual, tetapi juga harus membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis, literasi digital, serta kepekaan sosial. “Pendidikan Islam harus melahirkan generasi yang mampu memberi kontribusi nyata, bukan sekadar mengulang apa yang sudah ada,” ujarnya. Menutup presentasi, Ia mengutip Tariq Ramadan yang menyerukan agar umat Islam berpindah dari sekadar mengonsumsi pengetahuan menuju memproduksi solusi etis dan intelektual.

Dengan terselenggaranya Student Symposium ini, diharapkan para mahasiswa, khususnya yang bergelut di bidang Pendidikan Agama Islam, mampu menyeimbangkan ilmu-ilmu keislaman dengan tren masa kini, terutama dalam era digital dan pemanfaatan AI. Dengan demikian, mereka dapat menjadi insan yang tidak hanya mampu menjaga tradisi keagamaan Islam, tetapi juga terus adaptif dan responsif terhadap perkembangan zaman. (AHR/RS)

Setiap orang berhak tinggal di rumah yang aman, sehat, dan mampu melindungi keluarga dari kondisi lingkungan yang terus berubah. Berangkat dari keyakinan tersebut, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII)  menyelenggarakan Coffee Morning Lecture (CML) ke-9 dengan tema “Kajian Rumah Adaptif Iklim” Kegiatan ini dilaksanakan pada Jumat (28/11) di Selasar Gedung Moh. Natsir FTSP UII menghadirkan para akademisi, praktisi perumahan, pemangku kepentingan sektor konstruksi, mitra pembangunan, serta masyarakat penerima manfaat dari Desa Wunung, Gunungkidul.

Kegiatan ini berkolaborasi dengan Yayasan Habitat Kemanusiaan Indonesia (Habitat for Humanity Indonesia) untuk merancang Rumah Habitat Adaptif Iklim di Desa Wunung, Gunungkidul. Perancangan tersebut mengintegrasikan riset ilmiah, konteks ekologis kawasan karst, serta kebutuhan nyata masyarakat, dengan dukungan PT Prudential Life Assurance Indonesia sebagai mitra strategis.

Kegiatan dibuka dengan sambutan salah satu perwakilan pimpinan PT Prudential Life Assurance Indonesia yang menyatakan komitmennya dalam menjaga ketahanan masyarakat.  “Kami percaya bahwa investasi terbaik adalah memastikan setiap keluarga tinggal di rumah yang mampu melindungi mereka dari risiko iklim. Kolaborasi bersama FTSP UII dan Habitat for Humanity Indonesia adalah bentuk nyata kontribusi Prudential untuk ketahanan keluarga Indonesia,” ujar Pimpinan PT Prudential Life Assurance Indonesia dalam sambutannya.

Lebih dari itu, Senior Manager of Field Operations Habitat for Humanity Indonesia menyatakan Yayasan Habitat berperan penting dalam implementasi di lapangan, mulai dari asesmen kebutuhan hingga konstruksi rumah adaptif. “Rumah bukan hanya bangunan; ia adalah ruang aman bagi keluarga. Di Wunung, kami belajar bahwa solusi teknis harus berjalan bersama budaya lokal dan partisipasi masyarakat. Itulah kekuatan rumah adaptif iklim,” ungkapnya.

Selanjutnya, Prof. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI dalam sambutannya mengeaskan posisi UII sebagai kampus yang menghadirkan solusi nyata bagi masyarakat. “Ini bukan sekadar program akademik. Ini adalah wujud keberpihakan UII terhadap ketangguhan masyarakat. Rumah adaptif iklim menunjukkan bahwa ilmu arsitektur, teknik sipil, dan teknik lingkungan dapat menyatu menjadi solusi yang membumi dan visioner,” tutur Prof. Ilya Fadjar Maharika.

Memasuki sesi inti, Karnen Dasen menguraikan perjalanan program tantangan lapangan, dan proses pendampingan penerima manfaat di Desa Wunung. Karnen menyatakan kunci keberhasilan program adalah kepemilikan bersama. Warga tidak hanya menerima rumah tetapi ikut berkontribusi dalam pembangunan dan perawatan rumah.  “Kolaborasi dengan FTSP UII memperkaya desain dan memastikan rumah yang dibangun benar-benar responsif terhadap iklim dan konteks lokal,” ungkapnya.

Sebagai peneliti utama, Prof. Suparwoko memaparkan hasil kajian arsitektur adaptif iklim yang dikembangkan berdasarkan kondisi karst Gunungkidul, pola hidup warga, dan teknologi konstruksi yang terjangkau. “Rumah adaptif iklim bukan sekadar penyesuaian kecil pada desain. Ia merupakan pendekatan holistik yang menimbang orientasi matahari, ventilasi alami, konservasi air, material lokal, hingga kapasitas ekonomi warga,” tegasnya.

Diskusi semakin hidup dengan adanya dua panelis ahli  yang memberikan pandangannya terkait rumah adaptif iklim, seperti Ar. Erlangga Winoto, IAI, AA. selaku Ikatan Arsitek Indonesia DIY yang menyatakan bahwa rumah adatif iklim di Wunung merupakan contoh nyata praktik arsitektur kontekstual yang jarang ditemukan. “Desain adaptif iklim bukan tren sesaat, tetapi kebutuhan masa depan Indonesia,” ungkap Ar. Erlangga.

Lebih lanjut, Direktur Green Building Council Indonesia (GBCI), Ar. Daud Tjondro Rahardja, MBA., IAI., GP. menyoroti pentingnya standar bangunan hijau dalam konteks rumah rakyat. “Rumah adaptif iklim adalah fondasi menuju bangunan hijau yang terjangkau. Kita harus memastikan prinsip keberlanjutan tidak hanya untuk gedung besar, tetapi juga untuk rumah sederhana yang dibutuhkan masyarakat,” tegasnya.

Melalui kegiatan ini, FTSP UII menegaskan peran strategisnya sebagai institusi yang mendorong perubahan nyata. Rumah adaptif iklim dari Wunung membuktikan bahwa rumah yang baik bukan hanya bangunan yang berdiri, tetapi ruang yang menjaga kehidupan di tengah ketidakpastian iklim. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menjadi tuan rumah dalam rangkaian NUNI International Seminar Series #10, yang berlangsung pada Selasa-Rabu (25–26/11)  secara daring melalui kanal Zoom Meeting. Seminar ini mengusung tema “Thriving in the Digital Age: Balancing Mental Health, Well-being, and Sustainability in a Hyperconnected World”, sebagai upaya memperkuat literasi digital, ketahanan mental, dan kesadaran keberlanjutan bagi mahasiswa di era transformasi teknologi yang sangat cepat.

Seminar menghadirkan dua narasumber internasional terkemuka, yaitu Dr. Huynh Tan Loi dari Van Lang University, Vietnam, peneliti dan akademisi yang berfokus pada isu perubahan iklim, sanitasi lingkungan, serta implikasinya terhadap kesehatan masyarakat; dan Dr. Pontus Wärnestål dari Halmstad University, Swedia, pakar internasional dalam bidang human-centered design dan artificial intelligence, serta dosen senior di bidang teknologi informasi.

Pada sesi tanggal 25 November, Dr. Huynh Tan Loi menekankan pentingnya keterpaduan antara kesehatan lingkungan dan kesehatan mental sebagai fondasi bagi pembangunan berkelanjutan di tengah tekanan digital dan perubahan sosial urban. Ia juga membagikan pengalaman berbagai inisiatif penelitian dan program keberlanjutan yang dilakukan di Van Lang University.

Sementara pada 26 November, Dr. Pontus Wärnestål menyoroti urgensi pengembangan teknologi kecerdasan buatan yang berorientasi pada manusia, tidak hanya inovatif tetapi juga etis, bertanggung jawab, dan berkelanjutan untuk memastikan kesejahteraan pengguna di era digital.

Sebagai penyelenggara, UII menyambut antusiasme tinggi dari peserta yang berasal dari berbagai perguruan tinggi anggota Nationwide University Network in Indonesia (NUNI). Kegiatan ini berhasil menarik hingga lebih dari 550 peserta, memberikan peluang luas bagi mahasiswa untuk memperoleh wawasan global sekaligus membuka ruang kolaborasi penelitian dan pengembangan akademik lintas institusi.

NUNI International Seminar Series #10 merupakan bagian dari inisiatif internasionalisasi pendidikan tinggi Indonesia yang secara konsisten memperkuat reputasi akademik nasional di tingkat global. Melalui rangkaian seminar sebelumnya, program ini telah menjangkau lebih dari 3.000 peserta dari 40 institusi di dalam dan luar negeri.

Dengan terselenggaranya seminar ini, UII menegaskan komitmennya untuk terus mendukung pengembangan kapasitas mahasiswa dalam menghadapi tantangan era digital, sekaligus mendorong kesejahteraan mental, kesehatan lingkungan, dan keberlanjutan global melalui kolaborasi akademik yang inklusif. (NI/AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) menyelenggarakan Pelatihan Manajemen Acara bertema “Mengelola Acara secara Profesional, Elegan, dan Berkesan” pada Rabu (26/11) di Ruang Audiovisual Fakultas Hukum (FH) UII. Kegiatan ini menghadirkan Emil Faizza, S.Pd., M.Med.Kom., CIT, seorang praktisi komunikasi dan public speaking, sebagai narasumber, serta diikuti oleh berbagai tenaga kependidikan dari tingkat universitas, fakultas, hingga program studi.

Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Eksekutif UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., M.A., yang menekankan pentingnya kesan dalam penyelenggaraan acara. “Dalam satu momentum acara, manusia itu ternyata tidak mengingat detik per detiknya. Yang diingat hanya dua: puncak emosi dan bagaimana acara itu diakhiri,” ujarnya, sembari mengajak peserta untuk memahami bahwa keberhasilan sebuah event terletak pada pengalaman yang ditinggalkan kepada audiens.

Selain itu, Hangga Fathana juga menyoroti dinamika yang sering terjadi dalam penyelenggaraan acara, seperti perubahan mendadak pada rundown atau kondisi lapangan. “Perubahan pada saat acara itu butuh keterampilan khusus untuk menghadapinya,” jelasnya. Ia berharap peningkatan kapasitas dalam pengelolaan acara dapat memperkuat profesionalitas dan kualitas pelaksanaan kegiatan di lingkungan UII, sehingga setiap agenda universitas tersaji secara lebih matang, elegan, dan berkesan bagi seluruh peserta.

Memasuki sesi inti, Emil Faizza menjelaskan bahwa kunci keberhasilan sebuah acara terletak pada ketepatan persiapan. Ia menampilkan prinsip yang menjadi pegangan para pembawa acara profesional, yakni “Naik dengan persiapan, turun dengan kehormatan.” Emil juga memaparkan daftar aspek yang wajib diperhatikan pada tahap pra-acara, mulai dari riset dan pemahaman acuan acara, press release, tamu undangan, hingga pengecekan perlengkapan teknis seperti audio dan visual. Seluruh komponen tersebut, menurutnya, menjadi fondasi agar acara berjalan tertib dan minim kesalahan.

Emil menambahkan bahwa tugas pembawa acara tidak hanya menyampaikan rangkaian kegiatan, tetapi juga menjaga alur, memastikan pemangku kepentingan memperoleh penghormatan sesuai protokol, serta memberi instruksi penting kepada hadirin. Ia mencontohkan beberapa arahan yang perlu disampaikan MC, seperti meminta hadirin mengaktifkan telepon seluler dalam mode senyap, menginformasikan kehadiran tamu VIP, mengisi kursi bagian depan, hingga mengarahkan media untuk mengambil gambar dari titik yang telah ditentukan.

Selain teknik pembawaan acara, peserta juga memperoleh pemahaman mengenai prinsip keprotokolan yang mencakup “tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan” sebagai unsur utama dalam acara resmi. Emil menegaskan bahwa penempatan VIP tidak boleh dilakukan sembarangan, dan menutup pemaparannya dengan menekankan pentingnya kerja sama tim (team work) sebagai kunci kelancaran acara.

Dengan terselenggaranya pelatihan ini, diharapkan para peserta dapat mengelola acara di unit masing-masing dengan lebih baik, mulai dari tahap persiapan hingga pelaksanaan. Peningkatan kemampuan ini diharapkan membantu menghadirkan kegiatan yang berjalan lebih tertib dan terarah, sehingga setiap acara dapat tampil profesional, elegan, dan meninggalkan kesan positif bagi para hadirin. (AHR/RS)

Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XVI Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah bersama 25 perguruan tinggi swasta (PTS) di bawah naungan lembaga tersebut dalam acara Patok Banding 2025. Lawatan kerjasama ini diterima langsung oleh Rektor UII, Fathul Wahid dan Ketua LLDikti Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta Prof. Setyabudi Indartono pada Rabu (26/11) di Gedung Kuliah Umum Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Kegiatan Patok Banding ini tidak hanya bertujuan untuk belajar praktik baik apa yang sudah dilakukan UII dalam meningkatkan kualitas tri dharma perguruan tinggi, penjaminan mutu, dan pengelolaan promosi. Lebih dari itu, kegiatan ini juga ditindaklanjuti dengan penandatanganan nota kesepahaman antara 20 PTS dibawah LLDikti Wilayah XVI dan UII.

Rektor UII, Fathul Wahid dalam sambutannya menyambut baik kegiatan ini sebagai ajang saling mengenal yang mampu memunculkan beragam potensi untuk kerja sama lanjutan.

“PTS sedang mengalami tantangan yang sangat luar biasa beberapa tahun terakhir. Beberapa penyebabnya di luar kendali kita, tapi ada yang bisa kita kendalikan yaitu apa yang akan kita lakukan. Kenapa itu menjadi penting? ketika kita terlalu banyak mengeluh, maka energi kita akan habis ke sana dan kita lupa untuk mendesain masa depan kita sendiri. Sehingga dengan memfokuskan untuk apa yang mungkin kita lakukan, maka insyaallah energi kita yang positif itu akan terkenalkan ke sana,” ungkap Fathul Wahid.

Senada, Kepala LLDikti Wilayah XVI, Munawir Sadzali Razak, dalam sambutannya menyampaikan bahwa untuk mewujudkan perguruan tinggi yang berkualitas terdapat banyak cara yang dapat ditempuh, salah satunya dengan belajar langsung dari pihak yang berpengalaman. Hal ini menjadi penting mengingat 84 PTS di LLDikti Wilayah XVI saat ini belum memiliki akreditasi unggul. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengimplementasikan hasil dari kegiatan ini setelah kembali ke masing-masing institusi.

“Jadi memang kita mesti banyak belajar, selain meningkatkan kualitas kita di internal, kita juga mesti melihat capaian-capaian yang sudah di tempat lain, melalui kegiatan patok banding seperti ini, khususnya dengan UII” ungkapnya.

Munawir berharap UII dapat berbagi tips dan trik dalam membangun budaya mutu, inovasi, tri dharma perguruan tinggi, hingga pengelolaan unit bisnis.  “Hal ini agar kami (PTS LLDikti Wilayah XVI -red) bisa mendapatkan inspirasi, dan kemudian inspirasi tersebut kami bawa pulang ke kampus kami, dan kemudian kami terapkan dan hasilnya mudah-mudahan kami harapkan bisa menjadi perguruan tinggi yang unggul seperti UII. Kami juga berharap kegiatan ini dapat membuka ruang kolaborasi  yang akan datang,” harap Munawir.

Kegiatan dilanjutkan dengan paparan praktik baik yang langsung disampaikan oleh Rektor UII, Fathul Wahid mengenai penjaminan mutu hingga pengelolaan promosi. Paparan materi yang disampaikan tidak hanya informatif, tetapi juga mampu membangkitkan antusiasme para peserta yang hadir. Setelah sesi tersebut, acara dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara 20 PTS di bawah LLDikti Wilayah XVI dan UII sebagai langkah awal membangun ruang kolaborasi dan peningkatan kualitas pengelolaan PTS.

Diharapkan dengan kegiatan Patok Banding ini, UII dan PTS di bawah LLDikti Wilayah XVI dapat terus meningkatkan kualitas dan membuka ruang kolaborasi. Sehingga ke depan, kerja sama yang terjalin tidak hanya berhenti pada berbagi praktik baik, tetapi juga berkembang menjadi program-program konkret yang mampu mendorong peningkatan mutu pendidikan tinggi, penguatan tata kelola, serta inovasi yang berkelanjutan di masing-masing perguruan tinggi. (AHR/RS)

Ilustrasi pembuka

Bayangkan dua gambar: seorang siswa kelas dua SD yang memegang kalkulator, dan seorang pedagang pasar tradisional yang juga memegang kalkulator. Alatnya sama, tetapi maknanya sangat berbeda.

Bagi siswa sekolah dasar, kalkulator yang digunakan terlalu dini justru dapat merusak proses belajar. Pada tahap itu, anak harus berlatih membangun pemahaman angka, menalar, dan mencari tahu bagaimana jawaban terbentuk. Jika kalkulator masuk terlalu cepat, ia menjadi jalan pintas yang membajak proses belajar.

Namun bagi pedagang pasar, kalkulator justru menjadi penyelamat. Ia mempercepat pelayanan, mengurangi kesalahan hitung, dan membantunya menjalankan usaha dengan lebih efisien. Di sini, kalkulator berperan sebagai alat pemberdayaan. Perbandingan ini menunjukkan satu pelajaran penting: teknologi tidak baik atau buruk dengan sendirinya — nilainya ditentukan oleh tujuan, waktu, dan kesiapan penggunanya.

Sekarang, mari kita mengganti kalkulator itu dengan akal imitasi atau artificial intelligence (AI). Pertanyaannya kemudian: apa makna kehadiran AI bagi dunia pendidikan tinggi? Selama ini kita terbiasa dengan mantra “semakin cerdas, semakin baik”. Namun para pakar seperti Stuart Russell (2020) mengingatkan, kecerdasan tanpa tujuan yang tepat dapat menjadi bumerang. Mesin dianggap cerdas apabila tindakannya membawa mesin itu pada tujuannya sendiri.

 

Tujuan manusia

Masalahnya, bagaimana jika tujuan mesin tidak sejalan dengan tujuan manusia? Jika itu terjadi, AI berpotensi merusak kemanusiaan alih-alih memajukannya. Karena itu, tugas kita bukan hanya menciptakan mesin yang cerdas, tetapi memastikan mesin itu bermanfaat bagi manusia. AI hanya layak dipakai sejauh ia membantu manusia mencapai tujuan-tujuannya — bukan menggantikannya, apalagi menggeser nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam konteks perguruan tinggi, tujuan itu mencakup tiga ranah utama. Pertama, di ranah pembelajaran: AI seharusnya membantu mahasiswa berpikir kritis dan kreatif, bukan sekadar menyalin jawaban tanpa memahami prosesnya. Kedua, di ranah pengajaran: AI dapat memperkaya desain pembelajaran, tetapi tidak boleh menghilangkan wawasan dan sentuhan personal seorang dosen. Ketiga, di ranah administrasi: AI dapat mempercepat dan memperkuat pengambilan keputusan, tetapi tidak boleh mengabaikan keadilan, konteks, dan empati.

Selama AI membantu kita semakin dekat pada nilai-nilai yang ingin kita perjuangkan sebagai manusia, ia layak dipakai. Sebaliknya, ketika AI menjauhkan kita dari tujuan yang paling autentik — seperti integritas, pemikiran mendalam, dan hubungan manusia — maka penggunaan itu perlu dikritisi.

Kita juga perlu mengakui kenyataan: AI bukan fenomena yang “akan datang suatu hari nanti”. AI sudah hadir dalam kegiatan kita sehari-hari. Mahasiswa menggunakannya untuk belajar, dosen untuk menyiapkan materi, peneliti untuk menganalisis data, dan universitas untuk mengelola layanan. Menolak AI sama saja dengan mengabaikan realitas. Namun menerima AI begitu saja juga bukan pilihan bijak. Tantangan kita bukan memilih “menggunakan atau tidak menggunakan AI”, melainkan “menggunakan AI secara bertanggung jawab”.

 

Peran universitas

Pada titik ini, kita sampai pada pertanyaan penting: apa sebenarnya peran universitas di era AI? Selama puluhan tahun, universitas dibangun atas misi menyampaikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai. Kini, ilmu tersedia di mana saja dan kapan saja. Dengan bantuan AI, mahasiswa dapat memperoleh informasi dalam hitungan detik. Jika pembelajaran hanya tentang menghafal, merangkum, dan mengulang, AI bisa melakukannya lebih baik. Tetapi AI tidak bisa menanamkan empati, karakter, kepemimpinan, makna, atau nurani. Di sinilah peran universitas menjadi tak tergantikan. Perguruan tinggi bukan lagi sekadar ruang penyampaian informasi, melainkan ekosistem pembentukan manusia.

Karena itu, dosen di era AI bukan hanya penyampai materi di depan kelas. Mereka adalah pelatih berpikir kritis, mentor karakter dan profesionalisme, pemandu cara belajar, dan penerjemah informasi menjadi wawasan. AI mampu menjelaskan rumus, tetapi AI tidak mampu membuat mahasiswa percaya pada dirinya sendiri, atau mengambil keputusan etis dalam dilema kehidupan. Yang bisa melakukan itu adalah manusia.

Masa depan terbaik bukan “AI melawan manusia”, tetapi “AI bersama manusia”. Ketika mahasiswa belajar menggunakan AI dengan bimbingan dosen yang memahami kekuatan dan keterbatasannya, banyak hal besar dapat terjadi: pembelajaran menjadi lebih cepat, personal, dan kreatif. Yang lebih penting — mahasiswa belajar menggunakan teknologi dengan bertanggung jawab: untuk memecahkan masalah, bukan untuk menyontek.

Namun perubahan ini tidak akan terwujud jika hanya mengandalkan inisiatif individu. Institusi pendidikan tinggi perlu menyediakan kebijakan yang jelas, pelatihan bagi dosen, kolaborasi lintas disiplin, dan budaya yang mendukung eksperimen. Perguruan tinggi yang berhasil nanti bukan yang memiliki anggaran terbesar, melainkan yang memiliki kemauan beradaptasi terbesar.

Dalam percakapan tentang AI, kita memang mudah terbawa sikap ekstrem — terlalu optimis atau terlalu khawatir. Padahal jawaban terbaik ada di tengah: menggunakan AI secara bijaksana dan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan. AI dapat membantu kita bergerak maju, selama kita tidak membiarkan AI mengambil alih hal yang paling manusiawi dalam pendidikan: integritas, kebijaksanaan, hubungan tulus, dan pertumbuhan pribadi mahasiswa. Jika kita mampu menjaga keseimbangan itu, masa depan pendidikan tinggi tidak hanya akan menjadi lebih cerdas — tetapi juga lebih bermakna.

Terjemahan dan elaborasi ringan dari pidato kunci bertajuk Transformasi Perguruan Tinggi di Era Kecerdasan Buatan dalam P2A Annual General Meeting di Universitas Islam Indonesia pada 21 November 2025.

 

Fathul Wahid

Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026