Perhimpunan Advokat Alumni (HIMPA) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar  Sarasehan bertajuk “Nostalgia Romansa Gerakan Mahasiswa”. Kegiatan yang diadakan di Lapangan Gedung Fakultas Hukum (FH) UII pada Sabtu (08/02) ini merupakan rangkaian dari jumpa alumni FH UII bidang advokat. Hadir dalam kegiatan ini beberapa narasumber yaitu Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M, bersama dengan Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M. Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H yang dimoderatori oleh Anang Zubaidy, S.H., M.H. dan Retno Widiastuti S.H., M.H. selaku dosen FH UII.

 

Kegiatan yang mengusung nuansa jawa dan  dekorasi panggung yang unik dengan tema busana adat Yogyakarta ini sukses membuat peserta merasakan kembali nuansa kehidupan masa perkuliahan yang dibalut dengan diskusi-diskusi ringan tentang peran dan tantangan bagi advokat di masa kini.

Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M, sebagai narasumber pertama membahas sinergi antara profesionalisme, nilai keadaban dan realitas dalam menjalankan tugas profesi. Todung menegaskan jumlah advokat yang berpraktik saat ini semakin banyak namun masih dibutuhkan advokat baru yang mempunyai izin  praktik. Hal tersebut disebabkan oleh bisnis yang semakin kompleks dan efek globalisasi serta digitalisasi. Tuntutan untuk menjadi spesialisasi akan semakin banyak bagi advokat.

“Kalau hanya jadi general practitioners, kita akan jadi pedagang kelontong yang tidak laku. Karena orang butuh servis yang lebih spesial,” ucap Todung.

Praktik hukum saat ini tidak lagi dibatasi dengan batas-batas nasional, hal ini memungkinkan adanya kolaborasi dengan berbagai negara. Todung menekankan hal yang penting dimiliki advokat alumni FH UII adalah integritas yang menjadi tonggak dalam menjalani profesionalitas agar selalu berpegang teguh pada nilai-nilai islami yang dulu diajarkan pada masa perkuliahan di FH UII.

Beralih ke narasumber kedua, Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M, yang menjelaskan mengenai quo vadis organisasi advokat dan isu tentang single bar maupun multi bar di Indonesia. Menurutnya, organisasi advokat saat ini hanya ribut tentang single bar dan multi bar, padahal pengadilan hukum kita saat ini masih jauh dari kata ‘sukses’ dalam menegakkan hukum keadilan.

Dalam penuturannya, Maqdir menekankan bahwa penting bagi seorang advokat atau praktisi dari FH untuk selalu belajar dan mengedepankan etika. “Kalau kita ingin menjadi advokat yang baik kita harus menjadi advokat yang profesional. Profesionalisme ini hanya kita bisa asah dengan terus menerus belajar,” kata Maqdir.

Narasumber selanjutnya, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si membahas tentang dilema advokat sebagai penegak hukum di tengah jebakan pragmatisme sistem peradilan. Menurutnya Advokat harus mempunyai nilai-nilai yang akan membuat para advokat profesionalisme tidak mempunyai dilematis. Dilema justru muncul dari advokat yang langsung terjun ke dunia yang sangat kompetitif tanpa terlebih dahulu berbenturan dengan realitas yang ada.

FH UII mengajarkan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam profesionalitas bagi para advokat agar mengurangi dilematis dalam kehidupannya. “Jangan biarkan dirimu dalam dilemma,” ujar Suparman menutup sesi diskusinya.

Terakhir, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H. berdiskusi tentang realita dan dinamika advokat alumni yang ada di Fakultas Hukum UII. Ia mengapresiasi beberapa alumni FH UII yang ditemuinya masih memegang nilai-nilai yang dibekalkan.

“Alumni di FH ketika menjadi hakim,  jaksa, advokat masih banyak yang teringat dengan pembekalan terhadap nilai-nilai, baik nilai-nilai yang berada di perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Itu yang saya bangga,” ungkap Jamil. (NKA/AHR/RS)

Perhimpunan Advokat Alumni Universitas Islam Indonesia (HIMPA UII) dari Fakultas Hukum (FH) sukses menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Membedah Pasal Kontroversial Tipikor, Jalan Menuju Hukum yang Berkeadilan” pada (8/02) di Auditorium Lantai 4 Gedung FH UII. Acara seminar ini menjadi aktivitas akademik pertama yang digelar oleh HIMPA UII dan mengundang Prof. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U, Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H, Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H, dan Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H sebagai keynote speaker serta dimoderatori oleh Ramadhan Rizky Baried, S.H., M.H.

Dalam sambutan Dr. M. Arif Setiawan, S.H., M.H sebagai ketua organization committee (OC)  menegaskan HIMPA hadir sebagai jaringan untuk memperkuat sinergitas para advokat alumni UII. Disamping itu, sambutan oleh Ketua Umum HIMPA UII yaitu Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M., menyampaikan kekhawatirannya akan kehancuran praktik advokat saat ini yang disebabkan oleh tidak tegaknya etik. “Saya tadi sudah sampaikan kepada kawan-kawan pengurus HIMPA UII, yang tidak kita punya sekarang ini akhlakul karimah. Bukan hanya sebagai advokat, tapi juga sebagai manusia,” ucap Maqdir.

Ia juga melanjutkan dengan saling mengingatkan untuk menjadi advokat yang baik itu nantinya akan lahir advokat bermoral yang menjunjung tinggi kehormatan advokat. Harapannya, HIMPA UII akan melahirkan advokat-advokat pejuang, advokat yang bermoralitas dan berintegritas tinggi.

Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi isu penting di depan mata penegak keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harusnya menjadi perlindungan bagi hak asasi manusia namun kini tak terkontrol karena kewenangan oleh para penguasa kejahatan. Diskusi acara seminar nasional berlangsung seputar tentang persiapan KUHAP serta catatan tentang KUHAP terbaru yang akan diberlakukan di tahun 2026

Prof. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U, sebagai pembicara pertama menyoroti tentang goodwill atau kemauan baik dari pemerintah untuk memberantas korupsi. Prof. Mahfud menyampaikan bahwa perbedaan tidak sinergi yang terjadi antara pemerintahan dulu dan saat ini adalah pembentukan peraturan oleh DPR yang berkuasa mengubah undang-undang secara sewenang-wenang. “Akibatnya, saudara tanya lembaga apa aja, semuanya korupsi. Eksekutif tentu sumbernya korupsi. Hampir semuanya korupsi,” Ujar Mahfud dengan lugas.

Sejalan dengan teori Maslow tentang hierarki kebutuhan, Mahfud memberi contoh bahwa orang-orang saat ini lebih takut untuk berbicara mengenai kebenaran karena takut kehilangan pekerjaan. Dengan tegas, Mahfud berkata bahwa kita harus membangun goodwill baru dan bagaimana menyelesaikan situasi ketersanderaan ini.

Selanjutnya, Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum sebagai narasumber kedua, membahas penekanan hukum dan pemberantasan korupsi yang merugikan keuangan negara. Dalam penjelasannya, Busyro melampirkan data valid peta koruptor tahun 2004-2019 yang berkaitan dengan praktik pemilu. Hal ini terjadi karena negara semakin lepas dari kontrol masyarakat sipil dan setelah KPK dibombardir melalui UU No. 30 Tahun 2002 mengakibatkan KPK sudah tidak independen. Busyro juga memberikan solusi yaitu advokat bantuan hukum struktural yang dulu diagendakan oleh Prof. Dr. (Iur) H. Adnan Buyung Nasution, S.H.

Peran jaksa dalam mengatasi ketidakpastian hukum dan memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi tema selanjutnya yang disampaikan oleh  Dr. Yudi Kristiana, S.H., M.H dalam acara ini. Terkait dengan penghapusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, ia berpendapat bahwa negara akan mengalami kerugian.

“Kalau saya melihat ada upaya untuk kemudian menghapus Pasal 2 dan Pasal 3 nanti negara akan kehilangan, karena kita lihat kebocoran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) itu besar sekali,” ungkap Yudi. Ia memberikan paparan bahwa perbandingan APBN dari tahun ke tahun begitu besar dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutkan beberapa kali mengeluarkan statement bahwa kebocoran yang terjadi lebih dari 30%.

Lebih lanjut, Yudi juga menampilkan data kebocoran APBN yang begitu besar dari tahun ke tahun. Dari 2011 yang hanya Rp.1.229 T menjadi Rp.3.325 T di tahun 2024. Data tersebut hanya uang yang tercover di dalam APBN belum termasuk kerugian negara yang lain. Di akhir penuturannya, Yudi menyinggung bahwa negeri ini hanya membutuhkan orang yang baik, jujur dan cerdas sehingga berani membuat terobosan hukum.

Dr. Maqdir Ismail. S.H., LL.M sebagai narasumber yang selanjutnya membahas tentang tantangan advokat dalam menangani perkara tindak pidana dan kerugian negara. Maqdir memaparkan, bahwa kekacauan pemberantasan korupsi terjadi sejak lahirnya UU No. 3 Tahun 1971.

“Menjadi pikiran kita semua bahwa arah pemberantasan korupsi ini tidak lagi difokuskan pada kerugian keuangan negara tetapi pada penyalahgunaan kewenangan penyalahgunaan jabatan kemudian suap menyuap. Karena ini semua adalah korupsi,” Kata Maqdir menutup sesi diskusi yang dipimpinnya.

Pembicara terakhir, Dr. Mudzakkir, S.H., M.H menyampaikan tentang catatan, kritik dan saran dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Beberapa catatan yang diberikan yaitu judul UU Tindak Pidana Korupsi, unsur kerugian keuangan negara, pengaturan delik suap dan gratifikasi, kesalahan dalam bentuk kealpaan diancam dengan pidana yang lebih berat, delik penghalangan penyidikan dapat membentuk sikap unprofesional penyidik, korupsi sebagai hukum pidana khusus atau hukum pidana umum, dan pasal 4 dan 14  UU Tipikor.(NKA/AHR)

Setelah menggelar collouquium hasil focus group discussion (FGD), Universitas Islam Indonesia (UII) dan Ibaraki University (IU) kembali menggelar diskusi penguatan kerjasama pada Kamis (06/02) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Diskusi ini dihadiri oleh jajaran pejabat struktural dan dekan dari seluruh fakultas di UII yang berfokus pada pertukaran mahasiswa, staff dan dosen ke Ibaraki University serta kolaborasi riset hingga tahun 2028.

“Ibaraki University ini juga merupakan salah satu kampus yang lumayan tua di Jepang, era-19 mereka telah berdiri. Disana itu mereka memang ada program unggulan mereka, tadi seperti astronomi, space astronomy  itu nggak semua universitas ada, seperti itu.” tutur Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng selaku Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri DK/KUI UII.

“Dan mereka juga ada satelit sendiri ya, jadi cukup banyak satelit yang mereka install di kampusnya seperti itu. Mereka sudah advance mengenai prosesor yang dipakai di mobil untuk pengembangan riset smart system seperti menghindari kecelakaan.” tambahnya.

Sebelumnya, penandatangan nota kesepahaman antara UII dengan IU telah dilaksanakan pada 5 September 2023 bersamaan dengan pertukaran pelajar (Exchange Students) antara Faculty of Humanities and Social Sciences Ibaraki University dan Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) UII. Di tahun yang sama, IU juga datang mengunjungi Fakultas Teknologi Industri (FTI) dan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP).

Hingga tahun 2024, keduanya telah menggelar beberapa program Guest Lecturer. UII juga mengirimkan beberapa mahasiswa Hubungan Internasional dan Teknik Lingkungan ke Ibaraki University guna memperkuat kerjasama ini.

Upaya kerjasama ini akan terus berlanjut, UII berencana untuk mendatangkan keynote speaker dari IU dalam acara International Conference IBITeC 2025 dan ICSBE 2025. Disamping itu, kolaborasi riset akan diselenggarakan untuk Program Doktoral Teknik Sipil, Program Magister Teknik Elektro, Program Studi Informatika, dan Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah) UII.

Selanjutnya, UII akan mengirimkan beberapa mahasiswa Program Magister Teknik Lingkungan untuk mengikuti Short Program di IU.  Selain itu, persiapan Guest Lecturer  telah didukung untuk Program Magister Teknik Elektro, Program Studi Informatika Program Sarjana, Program Sarjana dan Magister Teknik Sipil. (MNDH/AHR)

Universitas Islam Indonesia (UII) melalui Direktorat Kemitraan/Kantor Urusan Internasional (DK/KUI) menggelar Colloquium hasil penelitian 8 mahasiswa jenjang doktoral dari Ibaraki University, Jepang  pada Kamis, (6/02) di Gedung Kuliah Umum Prof. Sardjito, Kampus Terpadu UII. Melalui tema yang berjudul “Enhancing Student Engagement in Research and Field Studies: Best Practices from Japan”, para mahasiswa merumuskan hasil FGD terkait isu-isu di Indonesia berbekal pengetahuan yang mereka pelajari di Ibaraki.

“Jadi mereka kesini untuk melihat kondisi Indonesia dan menyesuaikan dengan ada social topic yang mereka dapat assign. Jadi sebelumnya mereka juga ada  kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan beberapa fakultas, dari FTSP dan FTI.” tutur ketua pelaksana acara, Dr. Joni Aldilla Fajri, S.T., M.Eng sekaligus Kepala Divisi Kemitraan Luar Negeri DK/KUI UII.

Penguji dalam kegiatan ini terdiri dari 4 profesor Ibaraki, yakni Prof. Shigeki Takeda, Prof. Masaru Kamada, Prof. Munetake Momose dan Prof. Hiromichi Ohta.  Atsumi Ito, salah satu presenter memaparkan bagaimana penggunaan Aluminium Alloy dapat berkontribusi untuk mengurangi jejak karbon yang ada di dunia. Ia menjelaskan bahwa Recycled Aluminium hanya memproduksi sepertiga puluh karbon dioksida (Co2) dibanding karbon hasil produksi Virgin Aluminium.

Selanjutnya, Galang Prihadi Mahardika, salah satu presenter dari program Magister UII, menjelaskan bahwa smart vehicle, termasuk infrastruktur dan sistem pendukung  yang baik dapat menjadi solusi bagi pemerintah untuk dapat memotivasi masyarakat menggunakan transportasi umum. Menurut Galang, sarana transportasi seperti mobil, terlebih transportasi umum harus bisa terintegrasi dengan traffic, seperti pemasangan sensor pada mobil untuk memberitahu ada ambulance dibelakangnya.

“Isu sosial yang ada di Indonesia ini memang dari pihak Ibaraki sendiri yang menentukan, kite sesuaikan melihat kondisi di Indonesia seperti apa. Jadi ada beberapa yang tentang solar panel di Indonesia, dan gimana pemakaiannya, terus ada beberapa mengenai smart IT, jadi memang luas. Kita tinggal menyambungkannya,” ujar Dosen Jurusan Informatika UII ini.

Colloquium ini menjadi salah satu bentuk kerjasama Ibaraki dan UII sejak penandatangan MoU keduanya pada 5 September 2023. “Jadi sebenarnya tahun lalu itu ada kunjungan dari prodi International Relation, HI ya. Juga ada kunjungan visiting kesana itu juga tahun lalu dari prodi teknik lingkungan.” Jelas Dr. Joni. (MNDH/AHR)

Direktorat Pembinaan Kemahasiswaan (DPK) Universitas Islam Indonesia (UII) bersama Student Achievement Mobility Center UII (SAMC) mengadakan sosialisasi Kompetisi Mahasiswa Nasional Bidang Ilmu Bisnis, Manajemen, dan Keuangan (KBMK) pada Selasa (04/02) secara daring melalui kanal zoom meeting yang diikuti oleh puluhan mahasiswa.

 

KBMK adalah  salah satu kegiatan ajang talenta Pendidikan Tinggi yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa di bidang Bisnis, Manajemen, dan Keuangan.  Dengan beberapa sub perlombaan diantaranya perencanaan bisnis, riset investasi, keuangan audit investigatif, komersialisasi riset dan teknologi tepat guna, serta penulisan karya tulis ilmiah.

 

Narasumber pertama, Ir. Faisal Arif Nurgesang, S.T., M.Sc., IPP, selaku Kepala Divisi Pembinaan Prestasi DPK UII, menekankan bahwa KBMK merupakan ajang prestisius bagi mahasiswa, sehingga persiapan sejak dini sangat penting untuk mencapai hasil optimal. Selain itu, KBMK juga berperan sebagai wadah pembelajaran yang melatih keterampilan kerja sama dan kolaborasi, membekali peserta dengan pengalaman serta wawasan yang bermanfaat untuk pengembangan diri dan profesionalisme di masa depan.

 

“KBMK ini adalah ajang bergengsi bagi mahasiswa, jadi penting untuk mempersiapkan diri sejak awal agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu, KBMK juga menjadi tempat belajar yang mengasah keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Pengalaman yang didapat di sini pasti akan berguna untuk pengembangan diri dan profesionalisme ke depannya.” ujarnya

Faisal juga menambahkan bahwa pendampingan yang diberikan oleh DPK UII dan SAMC UII dapat menjadi dorongan bagi mahasiswa untuk lebih termotivasi dalam mempersiapkan diri dan berkompetisi di ajang prestisius ini. Dengan adanya bimbingan tersebut, diharapkan semakin banyak mahasiswa yang berani mengambil tantangan dan menunjukkan potensinya secara maksimal.

 

Erlinda Firtiyani, mahasiswa UII yang berhasil meraih juara terbaik nasional V KBMK 2024, hadir sebagai narasumber kedua. Dalam pemaparannya, Erlinda menjelaskan berbagai manfaat yang diperoleh dari mengikuti KBMK, serta membagikan cara untuk memulai dan menghadapi setiap tahap dalam kompetisi dengan lebih baik dan efektif.

 

Dalam sesi wawancara dengan ketua SAMC UII, Fikar Maulana menjelaskan bahwa pendampingan yang diberikan akan berlangsung secara menyeluruh, dimulai sejak tahap persiapan awal hingga proses akhir kompetisi. Pendampingan ini bertujuan untuk memastikan setiap tim dapat memaksimalkan potensi mereka dan tampil dengan optimal dalam setiap tahapan kompetisi.

 

“Seiring dengan sosialisasi, kami juga membuka open submission seleksi internal KBMK 2025, yang mencakup pembuatan proposal/makalah dan penyelesaian kasus. Seleksi ini bertujuan untuk memilih 5 tim terbaik dari setiap bidang sebagai perwakilan UII di KBMK Nasional 2025. Pendampingan yang diberikan meliputi review proposal, fasilitas lomba, serta pendampingan nasional bagi tim yang berhasil lolos ke semi final atau grand final.” jelasnya. (IMK/AHR/RS)

Dalam rangka menjaring aspirasi dari seluruh dosen dan tenaga kependidikan, Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar kegiatan Town Hall Meeting Rembuk Warga UII pada Jumat 31 Januari 2025 di Gedung Olah Raga (GOR) Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kampus Terpadu UII.

Read more

Sebagai bentuk komitmen dalam internasionalisasi pendidikan, Universitas Islam Indonesia (UII) menerima kunjungan dari Ibaraki University, Jepang dalam rangka Spring Overseas Program 2025 pada Kamis (30/01). Acara yang berlangsung di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII dihadiri oleh pejabat struktural tingkat universitas dan fakultas di UII serta beberapa profesor yang ahli pada bidang teknologi informasi dan bidang teknik dari Ibaraki University.

Rektor UII, Fathul Wahid menyambut dengan senang kunjungan Ibaraki University. Fathul berharap kegiatan kunjungan ini bisa mewujudkan kemungkinan-kemungkinan kolaborasi kedepannya. Mengingat jalinan kolaborasi antara UII dan Ibaraki University sudah berlangsung lama bahkan beberapa mahasiswa hingga dosen UII memilih universitas ini sebagai tempat dalam menempuh studi lanjutnya.

 Tak lupa, Rektor juga memperkenalkan UII yang merupakan salah satu universitas tertua di Indonesia dan didirikan oleh pendiri bangsa Indonesia.  “Hingga hari ini, kami(UII -red) adalah rumah bagi 30.000 mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan 26 negara di dunia. Kami berharap diskusi hari ini bisa sangat bermanfaat untuk UII dan Ibaraki University,”  ungkap Rektor UII ini.

Senada, Prof. Shigeki Takeda selaku perwakilan dari Ibaraki University juga mengaku senang bisa menjadi salah satu tujuan studi lanjut dari beberapa mahasiswa dan dosen UII. Ia percaya kegiatan hari ini bisa menambah poin-poin kolaborasi dan kesempatan bagi mahasiswa Ibaraki University untuk bisa belajar di UII.

“Kami percaya bahwa pertukaran budaya dan pengetahuan antara Indonesia dan Jepang akan memperkaya perspektif mahasiswa kami serta meningkatkan hubungan bilateral di bidang pendidikan.”

Kegiatan kunjungan ini dilanjutkan dengan diskusi yang membahas hal-hal strategis seperti pertukaran mahasiswa jenjang doktoral UII untuk bisa melakukan kegiatan exchange di Ibaraki University, kolaborasi riset dengan Fakultas Teknologi Industri (FTI), dan program pertukaran mahasiswa untuk summer program 2025. (AHR/RS)

Penegakan hukum terhadap kasus tindak pidana korupsi masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek kepastian hukum. Hal ini menjadi perhatian dalam diskusi panel bertajuk “Paradigma Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi & Indikasi Muatan Politik” yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) pada Kamis (30/01) memnggandeng Jakarta Justice Forum dengan JAKTV. Diskusi ini menghadirkan narasumber ahli, yakni Zaid Mushafi, S.H., M.H., Dr. Mudzakkir, S.H., M.H., dan Hadi Rahmat Purnama, S.H., LL.M.

Diskusi diawali dari kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, S.H., M.H., yang menekankan pentingnya audit yang jelas sebelum seseorang dapat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pada kasus Tom Lembong, ia mengkritisi cara Kejaksaan Agung yang mengubah angka kerugian negara dari semula Rp400 miliar menjadi Rp578 miliar tanpa audit yang final.

“Korupsi harus menimbulkan kerugian negara yang sudah pasti (actual loss), bukan kerugian yang masih bersifat perkiraan (potential loss). Kalau auditnya saja belum fix, bagaimana bisa dijadikan dasar penetapan tersangka?” ujarnya.

Lebih lanjut, Zaid mempertanyakan apakah kasus impor gula yang menjerat Tom Lembong, yang terjadi pada 2015, dan baru diusut pada 2024 karena faktor politik. “Jika impor gula ini benar-benar merugikan negara, mengapa tidak diusut sejak awal? Apakah ada kaitannya dengan posisi politik Tom Lembong saat ini yang berada di luar pemerintahan?” katanya.

Dalam sesi lain, Dr. Mudzakkir, akademisi hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), menjelaskan bahwa terdapat permasalahan dalam penerapan UU Tipikor. Ia menyoroti bahwa UU No. 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 memiliki kelemahan dalam konsep pemberantasan korupsi.

“Pemberantasan korupsi seharusnya masuk ranah hukum administrasi, bukan pidana. Kalau seluruh kerugian negara dimasukkan ke Tipikor, semua kasus bisa dikorupsikan,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa Pasal 14 UU Tipikor menjadi pintu masuk agar tindak pidana lain dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, jika terdapat ketentuan eksplisit dalam undang-undang lain yang mengaturnya.

Terkait konteks perdagangan internasional, Hadi Rahmat Purnama dari Fakultas Hukum UI menyebut bahwa Indonesia masih menghadapi banyak missed opportunity dalam sektor perdagangan akibat kebijakan yang tidak optimal.

“Setiap negara memiliki keunggulan kompetitif. Kalau kita butuh gula dan produksi dalam negeri kurang, ya solusinya impor. Persoalannya, jangan sampai regulasi justru menghambat perdagangan,” ungkapnya.

Sementara itu, Dr. Nathalina Naibaho, S.H., M.H. Ketua Peminatan Hukum dan Sistem Peradilan Pidana, Program Studi Magister Ilmu Hukum, FH Universitas Indonesia (UI) menyoroti posisi Indonesia dalam Rule of Law Index yang masih berada di peringkat 68. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum dan penerapan prinsip una via, yang dalam hal ini telah diterapkan dalam kasus perpajakan untuk menghindari penghukuman berganda.

“Di perpajakan, una via principle sudah diterapkan, tapi di sektor lain masih belum jelas. Jika tidak ada seleksi yang ketat, bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia,” jelasnya.

Para narasumber menekankan bahwa tanpa kepastian hukum dan independensi penegakan hukum, pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berjalan efektif. Multitafsir dalam regulasi dan potensi politisasi harus diatasi demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. (MANF/AHR/RS)

Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar pertemuan rutin yang dikemas dalam bentuk talkshow bertema “Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pinjaman Online.” Acara ini berlangsung pada Jumat (31/1) di Gedung Kuliah Umum (GKU) Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII.

Fakultas Hukum (FH) UII selaku penyelenggara mengangkat tema ini sebagai respons terhadap maraknya kasus pinjaman daring yang kerap merugikan masyarakat. Talkshow menghadirkan Dr. Inda Rahadiyan, S.H., M.H., dosen FH UII sebagai narasumber dan Catur Septiana Rakhmawati sebagai moderator. Selain diskusi utama, kegiatan ini juga diramaikan oleh berbagai bazar yang menawarkan makanan, layanan kesehatan, pakaian, perhiasan, hingga kosmetik.

Mengawali acara, Ketua IKI FH UII, Putri Dewi Tunggal, S.Pd.SI., M.Pd., menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaannya atas keberadaan IKI UII yang terus menjadi wadah silaturahmi sekaligus tempat belajar bagi para ibu-ibu.

Sementara itu, Ketua IKI UII yang diwakili oleh Prof. Dr. Is Fatimah, S.Si., M.Si., dalam sambutannya turut mengungkapkan rasa syukur atas terselenggaranya pertemuan ini. Ia menekankan pentingnya tema yang diangkat mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami risiko kejahatan digital, khususnya dalam pinjaman daring.

Dalam sesi talkshow, Dr. Inda Rahadiyan menjelaskan secara singkat mekanisme pinjaman online dan dampaknya. Menurutnya, meskipun pinjaman online bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dana cepat, realitasnya banyak orang memanfaatkannya bukan untuk kebutuhan mendesak, melainkan keinginan konsumtif.

“Pinjaman online sebenarnya memiliki tujuan baik, yakni memberikan akses keuangan kepada yang membutuhkan. Namun, sering kali digunakan untuk memenuhi keinginan, bukan kebutuhan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti aspek perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi pinjaman daring. Menurutnya, risiko terbesar justru berada di pihak pemberi pinjaman karena sistem pinjaman online memungkinkan siapa saja mengakses layanan tanpa jaminan.

“Yang paling berisiko mengalami kerugian sebenarnya adalah pihak pemberi pinjaman, bukan peminjam. Sebab, siapa pun bisa mengakses pinjaman online tanpa harus memberikan jaminan,” jelasnya.

Sebagai penutup, Dr. Inda menegaskan bahwa masyarakat harus lebih bijak dalam berutang, terutama jika tujuannya hanya untuk membeli barang konsumtif seperti gawai atau barang mahal lainnya.

Selain sesi talkshow, acara juga diisi dengan sesi tutorial kecantikan oleh tim jenama kosmetik wajah Make Over. Dalam sesi ini, peserta diberikan tips mengenai teknik tata rias wajah alami yang tetap membuat wajah terlihat segar dan menarik. Mereka juga diajarkan cara memilih warna bedak yang sesuai dengan warna kulit agar hasil riasan tampak lebih alami. (GRR/AHR/RS)

Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menggelar Srawung Demokrasi #5 pada Kamis (30/1) di Ruang Teatrikal Lantai 1, Gedung Prof. Dr. Sardjito UII. Dengan mengangkat tajuk “Rapor 100 Hari Pemerintahan Prabowo” acara ini sukses menarik perhatian peserta dari berbagai institusi. Srawung Demokrasi kali ini menghadirkan pengamat politik Rocky Gerung dan pemikir kebhinekaan Dr. Sukidi sebagai narasumber, dengan moderator Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Hukum (FH) UII, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, S.H., M.H.

Read more