“Untuk meneruskan jabatan saya sebagai Menteri Kesehatan, saya harus mendapatkan kepercayaan. Saya berhenti dari pekerjaan menakjubkan ini.”
Demikian pernyataan Ingvild Kjerkol, mantan Menteri Kesehatan Norwegia, yang dikutip oleh media. Pernyataan tersebut disampaikannya setelah memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada pertengahan April 2024. Keputusan ini diambil menyusul kasus plagiarisme dalam tesis magisternya yang ditulis di Nord University. Seiring dengan mencuatnya skandal ini, sebagaimana dilaporkan oleh koran Aftenposten, Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre, memutuskan bahwa Kjerkol harus mundur. Almamaternya pun membatalkan tesis tersebut dan mencabut gelarnya.
Kepercayaan publik
Kasus ini bukanlah yang pertama di Norwegia. Tiga bulan sebelumnya, pada Januari 2024, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Norwegia, Sandra Borch, juga memutuskan untuk mengundurkan diri segera setelah pelanggarannya terungkap. Dalam pernyataannya kepada media Norwegia, Borch mengakui, “Ketika menulis tesis magister saya sekitar 10 tahun lalu, saya membuat kesalahan besar. Saya mengambil teks dari tesis lain tanpa menuliskan sumbernya, dan untuk itu saya memohon maaf.”
Meskipun Kjerkol tidak langsung mengundurkan diri seperti Borch, keduanya menyadari bahwa kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai bagi seorang pejabat negara. Pelanggaran terhadap integritas akademik bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi juga indikasi dari cacat moral yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap kepemimpinan mereka. Jika pejabat negara memandang perilaku tidak etis sebagai sesuatu yang lumrah, maka publik berhak untuk merasa khawatir bahwa amanah yang diberikan dapat diselewengkan kapan saja.
Konsekuensi serius
Kasus pelanggaran integritas akademik yang melibatkan pejabat tinggi tidak hanya terjadi di Norwegia. Pada 2011, Menteri Pertahanan Jerman, Karl-Theodor zu Guttenberg, terpaksa mengundurkan diri setelah Bremen University mencabut gelar doktornya karena terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasinya.
Dua tahun kemudian, pada 2013, kasus serupa kembali terjadi di Jerman. Menteri Pendidikan Annette Schavan memilih untuk mundur dari jabatannya setelah ditemukan plagiarisme dalam disertasinya yang telah ditulis lebih dari 30 tahun sebelumnya. Keputusan ini menunjukkan bahwa pelanggaran akademik, meskipun terjadi di masa lampau, tetap memiliki konsekuensi yang nyata dalam kehidupan profesional.
Di luar Eropa, kasus serupa juga mengguncang Taiwan. Pada 2013, Menteri Pertahanan Taiwan, Andrew Yang, mengundurkan diri setelah diketahui bahwa artikel yang diterbitkan atas namanya pada 2007 merupakan hasil plagiarisme. Dalam sebuah konferensi pers, Yang menyatakan, “Ini adalah kesalahan personal saya, dan saya meminta maaf karenanya.” Yang bahkan mengundurkan diri hanya enam hari setelah menduduki jabatannya, sebuah tindakan yang mencerminkan keseriusan skandal semacam ini dalam lanskap politik di Taiwan.
Fondasi kejujuran
Kasus-kasus di atas memberikan pelajaran berharga bahwa integritas akademik bukanlah sekadar norma yang berlaku di lingkungan akademisi, tetapi juga pilar fundamental dalam kepercayaan publik terhadap para pemimpin mereka. Dunia akademik dibangun di atas fondasi kejujuran dan etika; tanpa itu, seluruh sistem akan menjadi rapuh.
Pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik membawa konsekuensi serius, bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi institusi yang mereka wakili. Gelar akademik yang dicabut bukan hanya hukuman administratif, melainkan juga simbol bahwa pelanggaran semacam ini memiliki dampak jangka panjang terhadap reputasi seseorang.
Selain itu, keputusan para pejabat negara yang memilih mundur menunjukkan bahwa di negara-negara dengan standar etika yang tinggi, tanggung jawab moral diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi. Tindakan mereka menjadi preseden penting bahwa kepercayaan publik lebih bernilai daripada mempertahankan jabatan dengan mengorbankan prinsip-prinsip integritas.
Standar etika
Fenomena ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang bagaimana standar etika dan akuntabilitas diterapkan di beragam belahan dunia. Di beberapa negara, pejabat yang terlibat dalam skandal akademik dapat tetap bertahan dalam posisinya. Dalih yang dibangun adalah bahwa kesalahan tersebut adalah bagian dari masa lalu dan tidak memengaruhi kinerja mereka saat ini. Relasi kuasa antara pejabat negara dan kampus juga dapat menjadikan penegakan etika tidak seperti yang seharusnya. .
Namun, contoh dari Norwegia, Jerman, dan Taiwan menunjukkan bahwa kepercayaan publik adalah hal yang sakral dan sekaligus rapuh. Karenanya, ia harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Keberanian untuk mengakui kesalahan dan mengambil konsekuensi adalah sikap yang patut diapresiasi. Pilihan tersebut bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban pribadi, tetapi juga sebagai upaya untuk mempertahankan standar integritas dalam pemerintahan dan dunia akademik.
Mengingat hal tersebut, sudah seharusnya penegakan etika mendapatkan perhatian lebih serius. Kepercayaan publik tidak dapat dibeli, tetapi diperoleh melalui dedikasi dan komitmen yang konsisten terhadap prinsip-prinsip etika. Kasus-kasus di atas menjadi pengingat bahwa pelanggaran kecil pun dapat berakibat besar, dan bagi pejabat publik, kehilangan kepercayaan bisa berarti akhir dari karier mereka.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kompas pada 16 April 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Syawalan 1446 Hijriah IKI UII Berlangsung Meriah
Ikatan Keluarga Ibu-Ibu (IKI) Universitas Islam Indonesia (UII) melaksanakan kegiatan syawalan pada Kamis (17/04) di Auditorium Prof. Abdul Kahar Muzakir, Kampus Terpadu UII. Kegiatan Syawalan 1446 H ini dihadiri oleh 450 anggota IKI yang terdiri dari pengurus struktural IKI UII, istri dosen, karyawan dan purnatugas UII. Acara juga diramaikan oleh bazar makanan & baju, pemeriksaan kesehatan, tausiyah, serta pelepasan beberapa ibu-ibu yang akan melaksanakan ibadah haji.
Dr. Siti Anisah S. H., M. Hum., salah satu ibu-ibu yang tergabung dalam IKI sebagai pengurus Yayasan Badan Wakaf menyambut hangat acara syawalan ini. “Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pengurus Yayasan Badan Wakaf, Keluarga Besar UII, seluruh ibu-ibu dan panitia, semoga silaturahmi ini berjalan dengan baik dan akan terus berjalan dengan baik,” ujarnya
Selain Dr. Siti, Ketua Ikatan Keluarga Ibu-ibu UII, Prof. Nurul Indarti, Sivilikonom., cand. Merc., Ph. D., juga menyambut meriah acara silaturrahmi perdana setelah lebaran ini. Ia menyebutkan bahwa acara syawalan ini tergabung dalam rangkaian kegiatan rutin silaturrahim keluarga IKI 2 bulan sekali. “ini merupakan wadah berbagi ilmu, inspirasi, menjaga silaturahmi sekaligus menjaga Kesehatan Bersama,” tegasnya.
Prof. Nurul menyampaikan partisipasi aktif IKI UII dalam rangkaian semarak milad universitas, melalui kegiatan bakti sosial, kajian bersama istri-istri pimpinan UII, dan kesenian hadroh.
“Program IKI UII lainnya adalah program tali asih Ramadhan, program ini telah berjalan untuk keempat kalinya. Sasaran penerima berbeda-beda setiap tahun, seperti pensiunan pegawai, satpam, cleaning service, dan tahun ini IKI UII menjangkau sekitar 80 pensiunan pegawai,” jelas Prof. Nurul.
Dalam berbagai kesempatan, IKI aktif mengumpulkan dana dan memberikan bantuan sosial kepada pihak-pihak yang dirasa membutuhkan, diantaranya penyintas gempa di Palu, penyintas banjir di Ciamis, dan warga Palestina.
“Perlu ibu-ibu ketahui, acara syawalan biasanya tidak disertai bazar, karena biar fokus. Tapi karena antusiasme dari anggota dan dukungan dari tuan rumah Yayasan Badan Wakaf, maka hari ini kita dapat menikmati bersama,” ucapnya.
“Kami ingin mengucapkan selamat jalan untuk para ibu-ibu yang akan melaksanakan ibadah haji tahun ini. Mari kita doakan semoga Allah memberikan kesehatan, kekuatan dan kelancaran dalam rangkaian ibadahnya.” Ujar prof. Nurul diakhir sesi sambutan sebelum ditutup dengan sesi Tausiyah serta doa bersama oleh Dr. dr. Zaenal Muttaqien Sofro, Circ&Med, AIFM. (MNDH/AHR/RS)
Integritas Pejabat Negara
“Untuk meneruskan jabatan saya sebagai Menteri Kesehatan, saya harus mendapatkan kepercayaan. Saya berhenti dari pekerjaan menakjubkan ini.”
Demikian pernyataan Ingvild Kjerkol, mantan Menteri Kesehatan Norwegia, yang dikutip oleh media. Pernyataan tersebut disampaikannya setelah memutuskan untuk mundur dari jabatannya pada pertengahan April 2024. Keputusan ini diambil menyusul kasus plagiarisme dalam tesis magisternya yang ditulis di Nord University. Seiring dengan mencuatnya skandal ini, sebagaimana dilaporkan oleh koran Aftenposten, Perdana Menteri Norwegia, Jonas Gahr Støre, memutuskan bahwa Kjerkol harus mundur. Almamaternya pun membatalkan tesis tersebut dan mencabut gelarnya.
Kepercayaan publik
Kasus ini bukanlah yang pertama di Norwegia. Tiga bulan sebelumnya, pada Januari 2024, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Norwegia, Sandra Borch, juga memutuskan untuk mengundurkan diri segera setelah pelanggarannya terungkap. Dalam pernyataannya kepada media Norwegia, Borch mengakui, “Ketika menulis tesis magister saya sekitar 10 tahun lalu, saya membuat kesalahan besar. Saya mengambil teks dari tesis lain tanpa menuliskan sumbernya, dan untuk itu saya memohon maaf.”
Meskipun Kjerkol tidak langsung mengundurkan diri seperti Borch, keduanya menyadari bahwa kepercayaan publik adalah aset yang tak ternilai bagi seorang pejabat negara. Pelanggaran terhadap integritas akademik bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi juga indikasi dari cacat moral yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap kepemimpinan mereka. Jika pejabat negara memandang perilaku tidak etis sebagai sesuatu yang lumrah, maka publik berhak untuk merasa khawatir bahwa amanah yang diberikan dapat diselewengkan kapan saja.
Konsekuensi serius
Kasus pelanggaran integritas akademik yang melibatkan pejabat tinggi tidak hanya terjadi di Norwegia. Pada 2011, Menteri Pertahanan Jerman, Karl-Theodor zu Guttenberg, terpaksa mengundurkan diri setelah Bremen University mencabut gelar doktornya karena terbukti melakukan plagiarisme dalam disertasinya.
Dua tahun kemudian, pada 2013, kasus serupa kembali terjadi di Jerman. Menteri Pendidikan Annette Schavan memilih untuk mundur dari jabatannya setelah ditemukan plagiarisme dalam disertasinya yang telah ditulis lebih dari 30 tahun sebelumnya. Keputusan ini menunjukkan bahwa pelanggaran akademik, meskipun terjadi di masa lampau, tetap memiliki konsekuensi yang nyata dalam kehidupan profesional.
Di luar Eropa, kasus serupa juga mengguncang Taiwan. Pada 2013, Menteri Pertahanan Taiwan, Andrew Yang, mengundurkan diri setelah diketahui bahwa artikel yang diterbitkan atas namanya pada 2007 merupakan hasil plagiarisme. Dalam sebuah konferensi pers, Yang menyatakan, “Ini adalah kesalahan personal saya, dan saya meminta maaf karenanya.” Yang bahkan mengundurkan diri hanya enam hari setelah menduduki jabatannya, sebuah tindakan yang mencerminkan keseriusan skandal semacam ini dalam lanskap politik di Taiwan.
Fondasi kejujuran
Kasus-kasus di atas memberikan pelajaran berharga bahwa integritas akademik bukanlah sekadar norma yang berlaku di lingkungan akademisi, tetapi juga pilar fundamental dalam kepercayaan publik terhadap para pemimpin mereka. Dunia akademik dibangun di atas fondasi kejujuran dan etika; tanpa itu, seluruh sistem akan menjadi rapuh.
Pelanggaran terhadap nilai-nilai akademik membawa konsekuensi serius, bukan hanya bagi individu yang bersangkutan, tetapi juga bagi institusi yang mereka wakili. Gelar akademik yang dicabut bukan hanya hukuman administratif, melainkan juga simbol bahwa pelanggaran semacam ini memiliki dampak jangka panjang terhadap reputasi seseorang.
Selain itu, keputusan para pejabat negara yang memilih mundur menunjukkan bahwa di negara-negara dengan standar etika yang tinggi, tanggung jawab moral diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi. Tindakan mereka menjadi preseden penting bahwa kepercayaan publik lebih bernilai daripada mempertahankan jabatan dengan mengorbankan prinsip-prinsip integritas.
Standar etika
Fenomena ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang bagaimana standar etika dan akuntabilitas diterapkan di beragam belahan dunia. Di beberapa negara, pejabat yang terlibat dalam skandal akademik dapat tetap bertahan dalam posisinya. Dalih yang dibangun adalah bahwa kesalahan tersebut adalah bagian dari masa lalu dan tidak memengaruhi kinerja mereka saat ini. Relasi kuasa antara pejabat negara dan kampus juga dapat menjadikan penegakan etika tidak seperti yang seharusnya. .
Namun, contoh dari Norwegia, Jerman, dan Taiwan menunjukkan bahwa kepercayaan publik adalah hal yang sakral dan sekaligus rapuh. Karenanya, ia harus dijaga dengan penuh tanggung jawab. Keberanian untuk mengakui kesalahan dan mengambil konsekuensi adalah sikap yang patut diapresiasi. Pilihan tersebut bukan hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban pribadi, tetapi juga sebagai upaya untuk mempertahankan standar integritas dalam pemerintahan dan dunia akademik.
Mengingat hal tersebut, sudah seharusnya penegakan etika mendapatkan perhatian lebih serius. Kepercayaan publik tidak dapat dibeli, tetapi diperoleh melalui dedikasi dan komitmen yang konsisten terhadap prinsip-prinsip etika. Kasus-kasus di atas menjadi pengingat bahwa pelanggaran kecil pun dapat berakibat besar, dan bagi pejabat publik, kehilangan kepercayaan bisa berarti akhir dari karier mereka.
Tulisan sudah dimuat di rubrik Opini Kompas pada 16 April 2025
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026
Samudera Mengabdi: Program Mahasiswa UII untuk Pemberdayaan Gili Ketapang dan Bawean
UII Mengabdi sukses menggelar rogram pengabdian bertajuk Samudera Mengabdi: Jejak Asa di Gili Ketapang dan Bawean sukses digelar pada tanggal 5-13 April. Sebanyak 23 mahasiswa UII diterjunkan ke dua lokasi berbeda, yaitu Gili Ketapang dan Desa Lebak, Bawean. Mengusung lima sektor utama yaitu lingkungan, keagamaan, kesehatan, pendidikan, dan pariwisata, program ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjadi ajang pembelajaran langsung bagi mahasiswa dalam mengabdi di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
Ketua UII Mengabdi, Audiva Nur Rahma, menjelaskan bahwa pemilihan lokasi sudah melalui berbagai pertimbangan. “Kami memilih Gili Ketapang dan Bawean karena keduanya memiliki potensi besar namun juga tantangan khas daerah 3T. Harapannya, kehadiran kami bisa menjadi stimulus pembangunan dan pemberdayaan di sana, sekaligus menjadi proses pembelajaran sosial yang nyata bagi mahasiswa,” ujarnya saat sesi wawancara, yang turut dihadiri kedua ketua tim.
Di Gili Ketapang, tim yang dipimpin oleh Muhammad Arfa menjalankan berbagai program, salah satunya adalah penanaman apotek hidup di SMPN Sumber Asih. “Kami tanam bibit herbal di lahan sekolah, sekaligus kami ajarkan kepada siswa cara merawat dan memanfaatkannya. Tujuannya agar sejak dini mereka mengenal alternatif pengobatan alami yang mudah diakses dan ramah lingkungan,” jelas Arfa.
Selain itu, sektor lingkungan juga menjadi sorotan melalui edukasi pengelolaan sampah. “Kami mengadakan penyuluhan tentang bahaya sampah plastik dan memperkenalkan cara membuat ecobrick. Kami juga ajak masyarakat membuat kerajinan dari filter sampah plastik yang hasilnya bisa dijual,” tambahnya. Meski begitu, Arfa mengakui adanya tantangan. “Masyarakat masih cukup defensif, terutama terkait kebiasaan membuang sampah sembarangan. Tapi kami tetap berusaha mendekati dengan pendekatan persuasif, terutama lewat anak-anak dan kegiatan bermain sambil belajar,” tuturnya.
Sektor pariwisata pun tak luput dari perhatian. Tim Gili Ketapang menggagas pembuatan website dan akun media sosial untuk mempromosikan potensi wisata pulau tersebut. “Kami ingin memperluas jangkauan promosi Gili Ketapang ke dunia digital. Dengan adanya website, wisatawan bisa lebih mudah mengakses informasi destinasi, penginapan, hingga kegiatan lokal yang menarik,” ujar Arfa dengan semangat.
Sementara itu di Desa Lebak, Bawean, tim pengabdian yang dipimpin Muhammad Aji Bayu Saputra fokus pada pengembangan ekonomi kreatif dan digitalisasi pariwisata. “Kami mendirikan UMKM berbasis bahan lokal tepatnya hasil laut seperti kerupuk ikan Produk-produk ini dikemas menarik dan kami bantu pemasarannya lewat media sosial,” jelas Aji saat ditemui pada sesi wawancara.
Untuk mendukung sektor wisata, tim Bawean menyusun guidebook berisi informasi sejarah, lokasi wisata, serta budaya lokal Bawean. “Buku panduan ini kami bagikan ke penginapan dan pusat informasi wisata. Selain itu, kami juga buat konten digital berupa video dan poster yang disebarkan di media sosial untuk memperluas jangkauan promosi,” tambahnya. Tak hanya itu, tim juga aktif dalam kegiatan pendidikan dan keagamaan seperti mengajar di TPA serta memberikan pelatihan manajemen usaha bagi warga.
“Respon masyarakat sangat baik, mereka terbuka dengan ide-ide baru. Kami justru belajar banyak dari mereka soal nilai kebersamaan dan kearifan lokal,” kata Aji. Ia juga menegaskan bahwa program ini bukan hanya soal memberi, tetapi juga tentang bertumbuh bersama.
Menutup sesi wawancara Audiva Nur Rahma menyampaikan apresiasi mendalam serta harapan untuk kedepannya,
“Saya berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerjasama menyukseskan program pengabdian ini. Saya berharap kerjasama ini tidak akan lekang oleh waktu, serta semoga semakin banyak pihak yang dapat berkolaborasi secara maksimal bersama pengabdian kami” pungkasnya. (IMK/AHR/RS)
UII Gelar Halalbihalal dan Pelepasan Calon Jamaah Haji 2025
Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Halalbihalal dan Pelepasan Jamaah Calon Haji 1446 H pada Rabu (9/4) di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir yang dihadiri oleh keluarga besar UII, serta para calon jamaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci tahun ini..
Sebagai bagian dari semangat silaturahmi dan saling memaafkan di bulan Syawal, sesi “Ungkapan Halalbihalal” menjadi salah satu momen yang menyentuh hati para hadirin. Perwakilan dari tiga elemen penting keluarga besar UII turut menyampaikan pesan dan kesan. Mereka adalah Cipta Aditya Pratama Kolopita, Ketua Dewan Permusyawaratan Mahasiswa UII sebagai perwakilan mahasiswa, Drs. Achmad Tohirin, M.A., Ph.D. selaku Ketua Ikatan Keluarga Pegawai UII, serta Ir. M. Samsudin, M.T. yang mewakili Paguyuban Pensiunan Pegawai UII. Ketiganya menekankan pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah, memaafkan dengan tulus, dan melestarikan tradisi Halalbihalal sebagai wujud kasih sayang antarsesama.
Selanjutnya, Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, menyampaikan sambutannya. Dalam pidatonya, beliau menyampaikan rasa syukur atas terlaksananya acara ini sebagai ajang memperkuat ikatan keluarga besar UII. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus dan masyarakat luas.
“Saat ini kita tidak hanya berkumpul untuk saling bermaafan, namun juga turut mendoakan saudara-saudara kita yang akan melaksanakan ibadah haji. Semoga menjadi haji yang mabrur dan membawa berkah bagi UII,” ujar Fathul.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Yayasan Badan Wakaf UII, Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. Ia menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia atas terselenggaranya acara ini dengan baik serta mengajak semua pihak untuk terus menjaga semangat kolegialitas dan spiritualitas yang menjadi fondasi UII sejak awal berdiri.
Acara kemudian dilanjutkan dengan tausiyah Halal Bihalal yang disampaikan oleh tokoh nasional sekaligus dosen Fakultas Hukum UII, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, S.H., S.U. Dalam tausiyahnya, Mahfud MD membahas mengenai Rukun Islam dan makna Idul Fitri di Indonesia.
Acara ditutup dengan doa dan jabat tangan antar hadirin sebagai simbol saling memaafkan. Para undangan tampak antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan hingga akhir. Melalui kegiatan ini, UII tidak hanya mempererat tali silaturahmi, tetapi juga menegaskan komitmennya dalam mendukung nilai-nilai keislaman. (ELKN/AHR)
Pendidikan Harus Jadi Eskalator Menuju Keadilan Sosial
Dalam rangkaian kegiatan Safari Iman Ramadhan (SafirUII), Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar Diskusi Intelektual Muslim #2 bertajuk Pendidikan dalam Kerangka Keadilan Sosial pada Jumat, (21/03). Acara ini menghadirkan Anies Rasyid Baswedan sebagai pembicara utama, dengan Eko Riyadi, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum UII, bertindak sebagai moderator. Diskusi yang berlangsung di Auditorium Prof. Abdul Kahar Mudzakir UII ini menarik perhatian mahasiswa serta masyarakat umum yang antusias mengikuti jalannya acara. Read more
Mahasiswa UII Berkontribusi Memakmurkan Masjid dan Masyarakat Dusun
Sebanyak 71 mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) turut serta dalam program Relawan Ramadhan yang berlangsung dari tanggal 1-17 Maret. Program ini diadakan oleh Dahwah Hijrah Mahasiswa (DHM UII) dengan tujuan untuk mendampingi masyarakat dalam menghidupkan masjid, mengajar anak-anak di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), serta mempererat ukhuwah islamiyah di tujuh dusun sekitar UII. Read more
Kesempatan Meraih Gelar Ganda di Coventry University
Joint/double degree merupakan program kolaborasi akademik Universitas Islam Indonesia (UII) yang memungkinkan mahasiswa memperoleh dua gelar dari dua institusi berbeda. Pada kesempatan ini, Fakultas Hukum UII (FH UII) mengadakan sosialisasi program joint degree dengan Coventry University sebagai mitra, pada Kamis (20/3) melalui Zoom Meeting dan diikuti oleh 60 peserta. Program ini memungkinkan mahasiswa meraih gelar Sarjana Hukum dari UII dan LL.B dari Coventry University.
Coventry University dikenal sebagai salah satu universitas terbaik di Inggris dengan fasilitas unggulan seperti mock courtroom, disruptive media learning lab, serta sistem pembelajaran berbasis praktik. Kota Coventry juga dinilai sebagai salah satu kota pelajar terbaik dengan biaya hidup lebih terjangkau dibanding kota besar lainnya.
“Belajar di Coventry University memperbolehkan mahasiswa untuk mengembangkan skill bidang hukum, berpikir kritis, dan perspektif global,” ujar Ting Wang, perwakilan dari Coventry University.
Kepala Program Studi Hukum Program Sarjana, Dodik Setiawan, menjelaskan bahwa mahasiswa yang mengikuti program ini akan menyelesaikan satu tahun studi di Coventry University atau kurang lebih 120 SKS yang dijalani dengan dua semester untuk mendapatkan gelar LL.B. Mahasiswa akan mengambil enam modul dalam satu tahun di Coventry, yang mencakup mata kuliah wajib dan pilihan, seperti Law, Innovation and Intellectual Property, International Criminal Law, dan International Human Rights Law.
Coventry University juga menyediakan Vice Chancellor’s Scholarship sebagai bantuan finansial, serta program mentorship atau orientasi selama dua minggu sebelum perkuliahan dimulai. Program ini mencakup tur kampus, pengenalan perpustakaan, serta panduan dalam mengakses sumber belajar dan fasilitas akademik.
Selain itu, terkait persyaratan bahasa, Coventry University mensyaratkan IELTS dengan skor minimal 6.0. Namun bagi yang belum memenuhi syarat, tersedia opsi untuk mengikuti tes bahasa Inggris internal dari universitas atau program persiapan bahasa sebelum perkuliahan dimulai.
“Coventry University menyediakan layanan bimbingan karier hingga 36 bulan setelah kelulusan. Jadi, bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikan atau bekerja di Inggris, tersedia pendampingan dari universitas,” jelas Dodik.
Mahasiswa yang mengikuti program ini pun diperbolehkan untuk bekerja paruh waktu selama masa studi namun dengan batasan. “Mahasiswa bisa bekerja paruh waktu tetapi dengan batasan. Perlu diingat bahwa tujuan utama ke UK ini adalah belajar bukan bekerja. Hal ini akan dinilai dalam wawancara kredibilitas,”jelas Ting Wang
Pada akhir sosialisasi, mahasiswa mendapatkan informasi lebih lanjut tentang prosedur pendaftaran di Coventry University melalui applicantportal.coventry.ac.uk yang dibuka sampai bulan Mei 2025. (MANF/AHR/RS)
Riset Ekonomika UII Masuk Peringkat QS WUR by Subject 2025
Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings (WUR) by Subject 2025 baru saja merilis peringkat untuk semua rumpun keilmuan di lingkungan perguruan tinggi sedunia. Untuk klaster ilmu sosial dan manajemen, khususnya rumpun Economics and Econometrics, Universitas IsIam Indonesia (UII) bertengger di urutan ke-8 nasional bersama sebuah kampus swasta lain atau rentang 551-700 dunia.
Ini merupakan pertama kalinya UI masuk QS WUR by Subject. Demikian rilis tertulis yang disampaikan Shubhi Mahmashony Harimurti, Kepala Bidang Akademik dan Organisasi Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP)/Rumah Gagasan/Kantor Keberlanjutan, kepada Bidang Hubungan Masyarakat UII.
Fathul Wahid, Rektor UII, menyambut gembira pencapaian ini sebagai bukti nyata bahwa UII semakin diakui dalam dunia akademik internasional. Menurutnya, keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras dosen, peneliti, dan mahasiswa yang terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dan riset.
“Ini adalah momen penting bagi UII. Untuk pertama kalinya, kita masuk dalam QS WUR by Subject dan langsung menempati posisi 8 besar nasional di bidang ekonomi dan ekonometrik. Ini merupakan pengakuan atas kualitas yang kita bangun bersama,” ujar Fathul Wahid.
Ia menegaskan bahwa UII akan terus berbenah agar bisa bersaing di tingkat global. Salah satu fokus utama adalah peningkatan kualitas riset dan publikasi. “Capaian ini bukan titik akhir, melainkan langkah awal menuju kontribusi keilmuan yang lebih besar lagi,” tambahnya.
Secara terpisah, Raden Bagus Fajriya Hakim, Kepala BPP/Rumah Gagasan/Kantor Keberlanjutan UII, menyampaikan bahwa ini merupakan pengakuan pihak eksternal terhadap keilmuan di UII, khususnya dalam bidang ekonomi dan ekonometrik. “Aspek pengajaran hingga riset yang mengandung dua kata kunci tersebut telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pihak QS,” ungkapnya.
Setidaknya ada empat kriteria yang dinilai dalam capaian ini, yaitu akademik, kepegawaian, sitasi, dan H-Index. Skor paling tinggi didapatkan dari kriteria sitasi, yaitu 68,2. “Hanya ada 10 kampus Indonesia, 8 negeri dan 2 swasta, yang masuk QS WUR by Subject 2025 untuk rumpun Economics and Econometrics,” tambah Shubhi.
Ke depan, UII berkomitmen untuk memperkuat jaringan akademik dengan institusi nasional dan internasional serta meningkatkan jumlah dan kualitas publikasi ilmiah. Dengan strategi ini, UII optimis bisa terus meningkatkan posisinya di peringkat dunia dan berkontribusi lebih besar bagi masyarakat.
Mahasiswa UII Diajak belajar Bahasa Prancis di Francophonie – Vive La Diversité
Kafe Prancis Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara Francophonie – Vive La Diversité pada Selasa (18/03) di Ruang Pusat Kajian dan Bantuan Hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam UII. Kegiatan ini mencakup berbagai kegiatan menarik seperti belajar bahasa Prancis, diskusi bersama dengan mahasiswa internasional UII, dan workshop membuat kartu ucapan Idul Fitri dalam bahasa Prancis.
Ima Dyah Safitri selaku koordinator Kafe Prancis mengucapkan apresiasinya terhadap banyaknya peserta dari kalangan mahasiswa yang hadir sebagai bentuk antusiasme dalam mengikuti kegiatan ini. Ima berharap semua peserta kegiatan ini dapat menikmati dan mendapat pengalaman belajar bahasa Prancis dari ahlinya.
“Semaine de la Francoponie – Vive la Diversité merupakan salah satu kegiatan di Kafe Prancis yang merayakan pekan budaya Bahasa Prancis sedunia yang jatuh pada 20 Maret. Melalui sesi diskusi interaktif, games dan workshop, kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengenalkan budaya dan bahasa Prancis di kalangan mahasiswa UII dan umum, khususnya budaya Prancis di negara Frankofon, yang menganut ajaran Islam,” ungkapnya.
Lebih lanjut, mahasiswa diajak belajar bahasa Prancis oleh salah satu stagiaire dari Institut Français d’ Indonésie (IFI) Yogyakarta. Selain itu, semua peserta juga dikenalkan dengan pendidikan tinggi di Prancis yang harapannya dapat memacu semangat peserta untuk bisa melanjutkan pendidikan di Prancis.
Dalam kegiatan ini juga dilengkapi dengan sharing session dengan dua mahasiswa internasional UII yaitu Jean De Dieu yang berasal dari Rwanda dan Muhammad Tahir Yahya yang berasal dari Nigeria. Dalam sharing session ini, Jado (panggilan akrab dari Jean De Dieu) dan Tahir berbagi pengalaman dan kebudayaan negara mereka masing-masing dalam menyemarakkan bulan Ramadhan.
Kegiatan dilanjutkan dengan pembuatan kartu ucapan Idul Fitri berbahasa Prancis yang dipandu oleh Jado. Dalam sesi ini, Jado memberikan banyak referensi kata-kata ucapan yang berkorelasi dengan Idul Fitri. Semua peserta aktif membuat kartu ucapan dengan daya kreativitas masing-masing untuk menghasilkan kartu ucapan yang menarik.
Kania, salah satu peserta yang juga merupakan mahasiswa program studi Hubungan Internasional sangat terkesan dengan kegiatan ini. Ia mengira kegiatan ini hanya sebatas pada belajar bahasa Prancis. Lebih dari itu, dalam kegiatan ini Ia bisa bertemu teman baru baik dari mahasiswa domestik hingga internasional dari berbagai program studi yang ada di UII.
“Di acara ini kita bersatu karena memiliki minat nya sama, yaitu mempelajari budaya Prancis. Tak hanya itu, acara ini juga memberikan pengalaman yang menarik dalam membuat kartu ucapan,” jelasnya. (AHR/RS)
Kesalehan Sosial
Beragama bukan hanya perjalanan soliter seorang diri, melainkan juga tentang membangun harmoni dan berbagi. Perintah Allah tak sekadar sujud dan rukuk semata, tapi juga uluran tangan kepada sesama. Salat ditegakkan, zakat ditunaikan, agar sejahtera tak hanya di langit, tapi juga menghampar di bumi (antara lain QS At-Taubah: 1).
Iman sosial
Keimanan tidak selayaknya hanya menyala di dalam dada, namun juga menjalar dan menyentuh jiwa lainnya. Ia mewujud dalam tutur yang santun, dalam langkah yang menebar derma, dalam tangan yang menggandeng sesama, dan dalam hati yang tak tega melihat derita (QS Al-Baqarah: 177).
Orang yang beriman akan memberikan penghormatan kepada tamu dan kepada tetangga (Al-Arbaun An-Nawawiyah: 15). Keimanan yang paripurna seharusnya tidak menjadikan kita jemawa (QS Al-Isra: 37), tetapi sebaliknya, membuat kita semakin peduli kepada sesama. Akhlak mulia sesama manusia adalah buah manisnya (Riyadlu Ash-Shalihin: 61).
Berislam adalah tentang menghadirkan cinta (QS Al-Balad: 17), bukan sekadar ritual tanpa makna. Bukan hanya tasbih yang bergema di sepertiga malam, tapi juga senyum yang menghangatkan hati liyan. Bukan hanya doa yang membumbung tinggi ketika Subuh, tapi juga langkah ringan menuju yang butuh, tangan terbuka bagi yang terjatuh, dan bahu yang kokoh bagi yang rapuh.
Lihatlah beragam ikhtiar bajik yang ada di sekeliling kita. Di sana ada panti asuhan tempat berteduh mereka yang kehilangan ayah bunda, lembaga pendidikan pendamping pengembangan diri dan jiwa, lembaga kesehatan pelayan mereka yang membutuhkan usada, orang-orang berpunya yang hatinya luas bak samudra yang terlihat ceria berbagi kepada sesama, dan para penolong yang mengulurkan tangan tanpa berharap balasan.
Kesalehan nyata
Masyarakat beriman tidak hanya tercermin pada rumah ibadah yang megah, tapi juga keseharian yang penuh kepedulian (QS Al-Baqarah: 177). Kesalehan tak cukup hanya dalam simbol dan lisan, melainkan nyata dalam tindakan (QS Ash-Shaf: 3). Mengangkat yang lemah, menyokong yang tak berdaya, membantu yang papa, insyaallah akan menjadikan dunia sebagai ladang pahala dan sebagai wasilah mendapat rida-Nya (Sahih Muslim: 2699).
Jika keimanan adalah sinar, maka kesalehan sosial adalah pendaran cahayanya. Jika kasih sayang adalah bahasa semesta, maka berbagi adalah huruf-huruf sucinya.
Mari, kita berikhtiar tak lelah untuk menjadi insan yang tak hanya bersimpuh di hadapan-Nya, tapi juga berbagi dan menghormati sesama dengan cinta-Nya (QS An-Nisa: 86). Karena sejatinya, tangan yang memberi lebih mulia dari yang meminta (Sahih Muslim: 1033). Bahkan, kata-kata yang baik, lebih mulia daripada sedekah yang diiringi cemoohan (QS Al-Baqarah: 263).
Dunia yang kita bangun dengan kepedulian adalah cerminan surga yang dirindukan. Dunia akan menjelma menjadi tempat menghamba Sang Pencipta dengan bahagia yang diliputi spirit kesetaraan, pelayanan, dan penghormatan kepada liyan.
Tulisan sudah tayang di SKH Kedaulatan Rakyat, 18 Maret 2025.
Fathul Wahid
Rektor Universitas Islam Indonesia 2022-2026