Membumikan Kembali Ekonomi Islam

Kehidupan sosial ekonomi merupakan kegiatan yang berlangsung fitrah. Artinya orang-orang mempunyai kebebasan untuk memilih alat tukar. Di masa silam, baik di Eropa maupun di kawasan Islam, koin emas dan perak lazim digunakan sebagai alat tukar. Bergantinya sistem pemerintahan menjadi republik dan demokrasi turut mengubah sistem ekonomi dan finansial. Emas dan perak tidak lagi digunakan namun berganti menjadi uang kertas. Bahkan dollar Amerika Serikat menjadi alat tukar yang universal di seluruh dunia.

Dalam kajian spesial Jum’at berkah yang dibawakan Ustadz Zaim Saidi hal itu banyak menjadi sorotan. Ustadz yang merupakan Penulis buku “Ganti Dollar dengan Dirham” dan Pendiri Wakala Adina (Tempat pengedaran Dinar dan Dirham Pertama di Indonesia) memberikan kajiannya yang berjudul Konspirasi Ekonomi Akhir Zaman. Kajian diselenggarakan pada Jumat (19/7) di Masjid Ulil Albab UII.

Dalam kajiannya, Ustad Zaim menjelaskan bahwa ada pemerintah yang dibentuk dan digaji oleh para bankir untuk menjalankan bisnis. Pemerintah kemudian membuat anggaran guna menjalankan pemerintahan. “Kemudian darimana uangnya untuk mengisi anggaran? Salah satunya harus berhutang pada bank ini.” Ucapnya.

Untuk mencetak dan mengedarkan uang, diperlukan peran bank sentral yang juga memberikan proyek-proyek pembiayaan berbunga. Hal inilah yang dikritisi oleh konsep ekonomi Islam.

Ia juga menyebut 5 fase akhir zaman ke Islaman, yakni yang pertama masa kenabian, kedua masa kekhalifahan yang ditandai dengan kemajuan Islam semakin pesat, kemudian ada masa “Mulkan Adlon” (kerajaan yang menggigit), setelah itu ada masa “Mulkan Jabariyyah” (pemimpin diktator) dan Khilafah An-Nubuwwah (saat khalifah kembali tegak di muka bumi untuk kedua kalinya)

Menurutnya, umat Islam kini berada pada fase akhir yang akan diikuti runtuhnya kapitalisme dan sistem riba. “Nabi mengatakan bahwa akan datang masa di mana apa yang kita miliki tidak akan ada apa-apanya kecuali emas dan perak.”, ujarnya.

Kemunculan kembali dirham dan dinar adalah merupakan tanda-tanda akan berakhirnya masa mulkan jabariyyah ini. “Allah menyebutkan di dalam Al-Quran bahwa setiap peradaban, setiap umat akan tiba pada ajanya. Ibnu Khalid menjelaskan secara empiris bahwa satu peradaban siklusnya adalah 4 generasi (150 tahun). Ada beberapa tanda pembusukan sebuah peradaban, yakni pajak merajalela (hutang yang menggunung), apa yang kamu miliki tidak bisa kamu manfaatkan (kecuali emas dan perak), dan ketika tidak ada lagi orang yang berkehidupan masyarakat dengan benar”, pungkasnya. (DRD/ESP)