Mengatur Keuangan di Era New Normal

Penerapan new normal mengharuskan setiap orang untuk beradaptasi dengan gaya hidup yang baru. Pandemi Covid-19 menyadarkan akan pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan, dimana hal ini diatur dalam protokol kesehatan di era new normal. Soya Sobaya, S.E.I., M.M. pada Bincang Asyik Seputar Ekonomi (BAKSO) dengan tema Cerdas Finansial di Era New Normal, Sabtu (27/6), menyebutkan dari sebuah survei menghadapi era new normal masyarakat Indonesia cenderung lebih khawatir masalah finansial atau ekonomi dibandingkan masalah kesehatan.

Dikatakan Soya Sobaya dalam acara yang digagas Program Studi Ekonomi Islam UII ini, banyaknya perusahaan yang melakukan pengurangan upah bagi tenaga kerja hingga PHK membuat masyarakat Indonesia resah dengan kehidupan finansialnya. Ditambah lagi dengan beberapa hal baru yang menguras pengeluaran, seperti masker, sanitizer, sabun, hingga kuota internet. Oleh karenanya, selain menerapkan protokol kesehatan, ia menilai perlu adanya protokol keuangan yang diterapkan untuk menghadapi new normal.

Soya Sobaya menjelaskan, protokol keuangan tersebut antara lain adalah mengevaluasi finansial secara kontinu. Perlu melihat apakah pengeluaran masih masuk akal jika dibandingkan dengan pemasukan, apakah ada pengeluaran-pengeluaran yang sebenarnya bisa ditunda atau bahkan dihilangkan. Selain itu juga perlu melakukan pencatatan pengeluaran agar memudahkan dalam proses evaluasi finansial.

“Di masa seperti ini penting untuk menerapkan mindset seorang smart buyer, yang bisa diterapkan dengan melakukan pencatatan sebelum melakukan pengeluaran, untuk menimbang hal apa saja yang memang menjadi kebutuhan dan hal apa saja yang hanya menjadi keinginan kita,” terangnya.

Selain itu menurutnya juga perlu menyiapkan dana darurat. Dana darurat berbeda dengan tabungan. Dana darurat hanya dikeluarkan pada saat-saat darurat, sedangkan tabungan bisa dikeluarkan untuk hal yang memang sudah kita rencanakan, seperti tabungan pendidikan dan tabungan haji. Soya Sobaya menjelaskan perlunya membagi pemasukan ke dalam beberapa prosentase kebutuhan, seperti 50% digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, 30% digunakan untuk saving yang terdiri dari tabungan dan dana darurat, 20% digunakan untuk investasi, dan sisanya untuk kehidupan sosial seperti zakat dan sedekah.

Dana darurat yang perlu disiapkan setiap orang tentu berbeda-beda. Dikatakan Soya Sobaya yang juga dosen pada Program Studi Ekonomi Islam UII, bagi seseorang yang masih lajang, dana darurat sebaiknya disiapkan empat kali lipat dari dana kebutuhan sehari-harinya. Bagi seseorang yang telah menikah namun belum memiliki anak maka dana darurat yang perlu disiapkan adalah enam kali lipat dari dana kebutuhan sehari-harinya.

Sementara bagi seseorang yang telah menikah dan telah memiliki satu anak maka dana darurat yang perlu disiapkan adalah sembilan kali lipat dari dana kebutuhan sehari-harinya. Sedangkan bagi seseorang yang telah menikah dan telah memiliki 2 anak maka dana darurat yang perlu disiapkan adalah dua belas kali lipat dari dana kebutuhan sehari-harinya. Terakhir, Soya Sobaya berpesan untuk tidak berhutang di masa saat ini, karena kehidupan ekonomi saat ini sedang tidak menentu. (VTR/RS)