Mengenal Budaya dan Legenda Kehidupan di Cina

Sukses Berkarir Sesuai Syariat Islam

Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) peserta kegiatan International Cultural Festival melakukan kunjungan virtual ke Negara Cina. Mahasiswa UII diajak mengenal lebih dalam tentang budaya dan legenda kehidupan di Negeri Tirai Bambu tersebut. Pada kunjungan kali ini, Sabtu (5/11), Dr. Angela Zhou perwakilan dari Nanjing Xiaozhuang University menjelaskan tentang budaya dan kehidupan di Cina.

Dr. Angela mengatakan, Cina adalah negara yang memilki banyak etnis dan suku. Salah satu suku mayoritas di Cina adalah Suku Han. Selain itu, Cina juga memiliki beberapa keunikan, di antaranya yaitu Cina memiliki kalender bulan, dan biasanya masyarakat Cina selalu memperhatikan tanggal dalam kalender bulan untuk menentukan hari-hari penting, seperti hari pernikahan, dll.

Kemudian, Cina memiliki Festival Musim Semi. Festival ini selalu diadakan sekitar 15 hari dari bulan pertama tahun baru. Dan jika melihat pada kelender matahari di Cina, biasanya tahun baru Cina akan jatuh di tanggal yang berbeda setiap tahunnya, tapi selalu diantara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari.

Dr. Angela menjelaskan bahwa festival musim semi selalu disambut baik oleh warga Cina. Biasanya kota-kota di Cina akan diwarnai dengan atmosfer liburan dan setiap orang di rumah akan sibuk untuk belanja barang-barang persiapan festival, serta membersihkan dan merapikan rumahnya. Festival musim semi bagi masyarakat Cina adalah momen untuk berkumpul bersama keluarga di malam tahun baru. Di samping itu semua, masyarakat Cina juga mempercayai sebuah legenda ‘Tahun Baru Bulan’.

Legenda tersebut mengisahkan bahwa pada zaman dahulu diyakini ada seekor binatang yang menakutkan bernama Nian. Ia memiliki gigi dan kuku yang tajam. Setiap tahun baru bulan, ia akan datang ke pemukiman penduduk dan menakuti penduduk. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun, hingga akhirnya ada seorang bijak mengatakan bahwa ‘Nian takut pada tiga hal, yaitu keramaian, api, dan warna merah’.

Mendengar penjelasan tersebut, para penduduk menyiapkan pertahanan untuk melawan Nian. Di malam tahun baru berikutnya, mereka membuat keramaian dari drum yang dipukul, menyalakan obor dan kembang api, serta mengenakan pakaian berwarna merah. Melihat itu semua, Nian merasa takut, hingga akhirnya pergi meninggalkan pemukiman penduduk dan tidak pernah kembali lagi.

Sejak saat itu, masyarakat Cina mulai merayakan malam tahun baru tanpa rasa takut lagi. Perayaan tersebut berlangsung selama 15 hari, dengan hidangan berbagai makanan dan dianggap sebagai keberuntungan yang baik. Perayaan tersebut kemudian dikenal dengan “Tahun Baru Bulan”.

Legenda lainnya yang dipercayai oleh masyarakat Cina adalah zodiak tahun kelahiran. Zodiak dianggap dapat menggambarkan kepribadian dan takdir seseorang. Naga diartikan dengan kejujuran, monyet diartikan dengan kepintaran, dll. Selain itu, masyarakat Cina juga meyakini beberapa makanan sebagai makanan yang menandakan keistimewaan. Seperti, 1) egg rolls dianggap sebagai simbol kekayaan untuk tahun yang akan datang, ini karena bentuk egg rolls dianggap seperti batangan emas murni.

Selanjutnya, 2) mie goreng Cina atau biasa disebut mie chow mein yang dihidangkan dengan tidak dipotong. Ini dikarenakan mie yang panjang merupakan simbol dari kesehatan untuk hidup yang panjang. Dan 3) udang menjadi symbol kebahagiaan, karena dalam bahasa Mandarin kata udang dan kata senyum terdengan sangat serupa atau sama.

Bagian lain dari festival tersebut yaitu amplop merah keberuntungan atau biasa disebut dengan ‘Hongbao’, yang biasanya diberikan kepada anak-anak atau orang dewasa yang belum menikah. Di Cina, warna merah menyimbolkan keberuntungan. Uang yang dimasukan ke dalam amplop berwarna merah dipercaya akan membawa kemakmuran dan rezeki di tahun yang akan datang.

Selain itu, festival tahun baru bulan juga digunakan sebagai media untuk merefleksikan diri dari tahun yang sudah berlalu dan merayakan masa depan yang akan datang. Kemudian, di hari terakhir festival ini, biasanya dirayakan dengan pertunjukan barongsai dan pelepasan ribuan lentera ke langit yang dipercaya akan membawa keberuntungan bagi semua orang.

Selanjutnya, Dr, Angela juga menjelaskan bahwa biasanya masyarakat Cina menghabiskan malam tahun baru dengan menonton pertujukan malam gala festival pertunjukan musim semi dari grup media yang sangat indah. Selain itu, malam tahun baru juga dirayakan dengan penyalaan petasan oleh pemerintah, sehingga masyarakat Cina dapat menikmati keindahannya. Pertunjukkan lainnya yang dapat ditonton saat tahun baru di antarannya tarian naga, tarian singa, pacuan kuda, perkelahian manusia melawan banteng atau biasa disebut dengan bullfighting, dll.

Festival lainnya yang dirayakan oleh masyarakat Cina adalah Fetival Kapal Naga. Festival ini diperingati setiap hari kelima dari bulan kelima di kalender bulan tradisional Cina. Festival ini biasanya dirayakan dengan perlombaan perahu naga, mengenakan tas parfum, menggantung wormwood dan calamus di pintu rumah, serta memasak makanan-makanan tradisional korea, seperi zongzi, kue kacang hijau, dll.

Selanjutnya, ada juga Festival Pertengahan Musim Gugur. Festival ini biasanya dirayakan dengan hal-hal yang berkaitan dengan bulan, serta menggambarkan legenda Putri Bulan. Dr. Angela mengatakan, sejak zaman dahulu, masyarakat Cina sangat merindukan langit. Beberapa penilitian bahkan menerbangkan roketnya menuju ke bulan. Pada festival ini, masyarakat Cina akan menyembah bulan dan memakan kue bulan, seperti cantonese mooncake, su style mooncake, dan snowy mooncake. Kemudian mereka akan berkumpul makan malam bersama keluarganya.

Tak lupa, Dr. Angela juga mengenalkan perahu tradisional Cina dengan mengajari para peserta untuk membuat perahu dari kertas origami. Setidaknya ada tiga bentuk perahu yang ia ajarkan dan diikuti dengan antusias oleh para mahasiswa dan mahasiswi UII. Terakhir, ia mengatakan “The important things are polite and respect to each other, and respect to the different between us. Culture is different, but we can’t say the culture is better than the other. They are just different, we are the same,” ucapnya mengakhiri penyampaian sesi sharing-nya. (IAA/RS)