Mengenal Software BIM dalam Desain Arsitektur

Prof. Ariadi Susanto, S.T., M.A, IAI. mengemukakan kolaborasi dan pemodelan parametrik dalam BIM (Building Information Modelling) pada webinar Prodi Arsitektur UII, Rabu (30/03). Ia menyampaikan prinsip-prinsip yang diterapkan dalam BIM. Hal ini dilakukan agar para arsitektur bisa menentukan langkah ketika menghadapi kasus dalam studio desain.

BIM adalah suatu sistem atau teknologi yang mencakup beberapa informasi penting dalam proses Design, Construction, Maintenance yang terintegrasi pada pemodelan 3D. Dalam BIM tidak hanya software yang bekerja. Dikarenakan harus melalui tahapan proses yang panjang. “Semakin kompleks rancangan maka semakin banyak orang yang terlibat.” imbuh Ariadi. 

Ia memerinci ada enam kunci untuk memahami BIM, yang mencakup model digital pintar, data model, deteksi, level BIM dan dimensi BIM, desain parametrik, dan desain komputasi. Geometry dan data juga terdapat dalam BIM, keduanya bisa saling berkesinambungan. Jika BIM sebagai kolaborasi, maka BIM biasa dikenal dengan istilah open BIM. 

“Banyak sekali yang terlibat di dalam sebuah proyek bangunan dengan berbagai latar belakang.” Ungkap Ariadi. Oleh karena itu, open BIM tidak dapat dibatasi pada setiap disiplin ilmu yang  menggunakan software tertentu. “Jadi hal ini sesuai dengan keahliannya menyesuaikan dengan kolaborasi sesuai dengan prinsip open BIM.” tandasnya.

Tidak perlu khawatir ketika menggunakan BIM, apapun softwarenya jika dikelola dan diatur dengan baik, bisa digunakan. Prinsip-prinsip dalam BIM akan menyatukan beberapa tools atau software pada masing-masing disiplin ilmu. “Bagaimana kita bisa berkolaborasi dalam desain gitu ya, sehingga muncul ikonnya dan bisa mengoperasikannya.” imbuh Ariadi.

Untuk mengintegrasikan beberapa pengguna melalui internet, bisa menggunakan BIM cloud. Jadi, dalam satu ruang menggunakan local network, satu komputer, ada penggunanya, ada manajer, ada beberapa user, dan bisa sampai 2 tergantung proyeknya.

BIM sendiri sebenarnya tidak hanya modelling saja, tetapi informasi yang cukup banyak, sehingga memang dibutuhkan koneksi yang baik untuk bisa memadukan beberapa individu. Ariadi juga memberikan salah satu contoh open BIM di Australia pada tahun 2013. Salah satu event sayembara yang berlangsung selama 480 jam. Dalam sayembara tersebut, pengguna bekerja secara virtual dengan lebih dari 40 negara yang bergabung serta saling berkolaborasi. 

Para tim yang menang dalam event sayembara tersebut menggunakan 10 software. Ia menegaskan bahwa dalam sayembara di Australia menggunakan SketchUp, Solibri, Rhinoceros, dRofus dan lain sebagainya. 

Pada akhir sesinya, ia menjelaskan bahwa algoritma desain bisa masuk selama proses desain masih memungkinkan untuk berubah. “Dari sini bisa dilihat bahwa parametrik memiliki peluang yang luas, dari tahap desain yang panjang untuk memberikan improvisasi atau alternatif bentuk dalam sebuah rancangan.” tutup Ariadi. (LMF/ESP)