Meningkatkan Jiwa Kepemimpinan dengan Meneladani Rasulullah

Kepemimpinan adalah proses hubungan antarpribadi yang di dalamnya mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain. Kepemimpina harus bisa mempimpin diri sendiri dengan mengutamakan qalbu daripada akal dan nafsu.

Demikian disampaikan Ustadz Dr. Fuad Nashori, S.Psi., M.SI., M.Ag., Psikolog, pada sesi kedua kegiatan Pesantren Ramadan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia (FTSP UII). Kegiatan yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting pada Jumat (15/4) itu dihadiri sekitar 200 peserta.

Ustadz Fuad Nashori dalam tausiyahnya menyampaikan materi berjudul “Peningkatan Aspek Leadership dengan Meneladani Rasulullah saw”. Ia menuturkan, setiap orang itu memimpin atas dirinya sendiri. Setiap orang juga memimpin orang lain, dalam skala kecil ataupun besar. Ada formal leader dan informal leader, semuanya dipertanggungjawabkan.

“Rasulullah bukan hanya mengajarkan ajarannya tetapi juga melakukannya dan itulah yang menjadikan beliau sebagai suri tauladan,” tutur Ustadz Fuad Nash.

Dalam materinya, ia mengungkapkan bahwa Muhammad adalah pemimpin paling besar sepanjang zaman. Muhammad berasal dari kota di tengah gurun, namun pengaruhnya hingga sampai ke semua sudut bumi bahkan hingga ke akhirat.

Ada beberapa prinsip leadership atau jiwa kepemimpinan yang dapat kita teladani dari Muhammad saw sebagai muslim. Pertama, mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi. Muhammad saw menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada seluruh isi dunia. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran.

Ditinjau dari beberapa teori, salah satunya adalah Path-Goal Theory, bahwa kepemimpinan Nabi Muhammad saw telah menetapkan tujuan dan jalur atau cara mencapainya didunia ini, yaitu melalui ibadah dalam arti luas.
Berikutnya yang kedua adalah menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu. Hal ini dibuktikan oleh keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Muhammad saw yakni Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khtab, Ustman ibnu Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Ini adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad SAW dalam melihat fungsi.

Ketiga, mengutamakan segi kemanfaatan daripada Kesia-siaan. Nabi Muhammad saw suka terhadap orang yang bekerja keras dalam memimpin dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan ketidaksukaan beliau terhadap orang yang menyusahkan orang lain.

Selanjutnya yang keempat, sebagai seorang muslim dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi, haruslah mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda. Sebagai seorang pemimpin harus teguh pada komitmen dan pintar dalam mengatur prioritas sehingga segala hal dapat teratasi dengan baik.

Sebagai seorang pemimpin, Nabi Muhammad saw juga selalu memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya. Hal ini menunjukkan jiwa leadership Nabi Muhammad saw yang sangat tinggi dan selalu mengutamakan umatnya. Dan yang terakhir adalah selalu mementingkan pemaafan daripada konflik dan balas dendam.

“Inti dari kepemimpinan ini adalah bahwa Rasulullah adalah jalan menuju kebaikan dunia akhirat, dimana dan menunjukkan kepada umatnya,” Tutup Ustadz Fuad Nashori. (APA/RS)