Menjadi Seorang Diplomat

Jiwa mukmin - UII - berita kontrol kehamilan

Diplomat dituntut untuk bisa menjadi whole package. Menjadi negosiator, ekonom, budayawan, politikus, namun tetap dengan tampilan yang elegan. Hal ini dikemukakan Azis Nurwahyudi, S.IP., M.M., M.A. dalam Career Seminar: Set your career for your bright future yang diadakan oleh Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (FPSB UII) pada Senin, (24/8) secara daring.

Tugas diplomat sendiri umumnya terbagi menjadi empat, yakni representing, promoting, protecting, dan reporting. Diplomat muda mewakili berbagai urusan dan pertemuan diplomatik. “Seorang diplomat tidak mewakili pribadi, namun mewakili negara,” tuturnya. Artinya seluruh gerak-gerik dan tampilan seorang diplomat haruslah pantas di mata dunia. Lebih lanjut, seorang diplomat, kata Azis, dapat mengadakan kegiatan yang mempromosikan kebudayaan, ekonomi, ataupun pendidikan Indonesia.

“Tugas seorang diplomat yang lain adalah melindungi warga negara Indonesia di negara setempat, melalui pendampingan secara hukum serta melaporkan kondisi terkini ekonomi, atau sosial-politik negara setempat kepada negara pusat,” sebutnya.

Lantas bagaimana bila justru diplomatlah yang terjerat hukum? Merespon ini, Azis menjawab bahwa seorang diplomat memiliki hak imunitas dimana ia tidak akan diadili dengan hukum setempat, namun akan dipulangkan ke negara asal.

Menjadi seorang diplomat merupakan mimpi yang didambakan sebagian orang. Azis, lalu, membongkar apa yang perlu dipersiapkan untuk menjadi seorang diplomat selain lulus ujian masuk PNS, dan memiliki nilai TOEFL atau IELTS yang mumpuni. “Minimal lulusan sarjana,” ungkapnya singkat. Walaupun beberapa jurusan seperti Hubungan Internasional (HI), komunikasi, sastra, manajemen, dan politik diprioritaskan, lantas bukan berarti jurusan lain tidak memiliki kesempatan untuk tergabung menjadi diplomat. Justru, kata Azis, diplomat pada prosesnya akan belajar banyak hal yang bahkan berbeda sama sekali dari jurusan yang telah ditempuh selama sarjana. Lebih lanjut, Azis menjelaskan prestasi menunjang juga akan membantu pendaftar seperti pengalaman berorganisasi. “Pengalaman ini tidak dapat diperoleh dalam satu malam” tuturnya. Sehingga terlihat mana pribadi yang terbiasa bekerja dala sistem dan mana yang tidak.

Terdapat delapan gelar diplomatik yang dapat dijadikan jenjang karir seorang diplomat. Yakni, Atase, Sekretaris Ketiga, Sekretaris kedua, Sekretaris Pertama, Counsellor, Minister Counsellor, Minister, dan Duta Besar

“Mulai dari Atase hingga Sekretaris Pertama, proses kenaikannya dinilai melaui ujian,” jelasnya. Sedangkan mulai dari counsellor hingga duta besar penilaiannya tidak lagi melalui ujian, namun melalui kinerjanya, yang tiap posisinya dapat berdurasi rata-rata empat tahun sekali untuk naik jabatan. “Jika diakumulasikan mungkin membutuhkan sekitar tiga puluh tahun bagi seorang diplomat muda menjadi duta besar,” tutur Azis.

Dengan bekerja atau ditempatkan di lokasi yang minim anggota, diplomat muda dituntut bisa menjadi whole package. Artinya dapat merangkap menjadi apa saja. Azis mengaku sempat menjadi model dalam membantu mempromosikan kegiatan kebudayaan, dan di waktu yang berbeda menjadi seksi bersih-bersih paska acara.

Kendati diplomat siap ditempatkan dimana pun, Azis justru melihat banyak diplomat muda yang beradrenalin tinggi untuk ditempatkan di wilayah rawan konflik. Salah satunya adalah rekan Azis yang sempat bertugas mengendarai bis untuk menyelamatkan Warga Negara Indonesia dari daerah rawan konflik. Permasalahan lainnya adalah seperti ketika ada kejadian bom bali di Indonesia yang membuat rekan diplomat harus menghadapi media luar negeri. Diplomat tentu harus mengonfirmasi isu yang beredar secara diplomatis dan jelas.
Meskipun begitu, Azis mengaku bahwa Indonesia memiliki banyak diplomat yang berprestasi di dalam Kementerian Luar Negeri. “Miliki kekhususan,” tuturnya. Yang mencirikan pribadi seorang diplomat. “Dapat berupa ahli diplomasi publik, ahli ASEAN, ahli kebudayaan, ahli isu perekonomian, dll,” tutur Azis. Nilai ini, yang menurutnya menjadi pembeda antara satu diplomat dan yang lain, strategi to stand out of the crowd. (IG/RS)