Menyiasati Kuliah Daring

Prodi Menyapa, agenda rutin Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia (UII) kembali menyapa netizen pada Rabu (26/8) melalui Live Instagram. Masalah belajar daring kala pandemi Covid-19 menjadi topik yang dibahas, dengan ‘Menyiasati Kuliah Daring’ sebagai tajuknya. Bincang-bincang ini dilakukan bersama Alif Lukmanul Hakim, S.Fil., M.Phil., dosen Mata Kuliah Umum di jurusan tersebut.

Berlangsung hampir satu jam, berbagai lika-liku kuliah daring dikupas oleh M. Sugarindra, S.T., M.T.I. selaku host bersama Alif, disertai tips untuk menyiasatinya. Soal niat jadi hal utama yang ditekankan.

“Saya rasa, terlepas dari semua hal, yang paling utama adalah niat. Innamal a’malu binniyat. Niatnya jelas, mahasiswa untuk belajar dan dosen untuk mengajar. Begitu juga dengan keadaan di saat kita harus menyesuaikan diri di pandemi ini. Jadi menata niat itu penting, bahwa tanggung jawab kepada diri sendiri,” jelas Alif.

Perubahan yang terjadi, dari tatap muka langsung menjadi daring, sempat disoroti Sugarindra di awal kesempatan. Menurutnya, diperlukan upaya yang besar untuk beradaptasi.

“Kita beralih ke digital itu agak susah. Bukan karena ngga mau, namanya perubahan akan sesuatu itu butuh upaya yang cukup tinggi. Saat pandemi ini semuanya berubah menjadi online. Ada orang yang bilang ‘oh ini loh akselerasi tentang digitalisasi produk’. Semua, termasuk jasa Pendidikan,” ucapnya.

Penggunaan media daring atau digital sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru di UII. Alif sendiri telah lama memanfaatkan beragam media daring dalam pembelajaran, YouTube salah satunya. Ia mengunggah video-video pembelajaran buatannya atau mahasiswa yang diajar ke kanal YouTube miliknya. Variasi metode belajar ini menjadi caranya menghindari mahasiswa dari kejenuhan.

“Jadi materi kuliah itu saya bagikan ke teman-teman (mahasiswa) untuk kemudian dibuat skenario sesuai muatan materi kuliah tersebut. Kemudian kita buat tema, judul filmnya seperti apa, kemudian jadi salah satu tugas kuliah,” jelas dosen Filsafat, Pendidikan Pancasila, juga Kewarganegaraan ini.

Namun, pandemi memaksa perkuliahan dilakukan secara daring sepenuhnya. Selain menata niat, Alif juga menyebut pentingnya rasa saling percaya, terlebih di tengah pembelajaran daring.

“Mungkin ada yang menyampaikan ‘mohon maaf Pak, kalau pakai video kuota saya cepat habis’ atau ‘sinyal kurang bagus’ itu bisa kita maklumi. Daring ini perlu komunikasi, dan tentu yang kedua adalah rasa saling percaya. Kita percaya bahwa informasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi lain juga ada rasa belas kasihan,” sebutnya.

Berbagai problem, mulai dari kurang memadainya jaringan internet mahasiswa hingga listrik yang padam seringkali mewarnai perkuliahan daring. Bahkan, Alif menyebut, padamnya listrik di wilayah tertentu pun sempat menghambat mahasiswa yang sedang menjalani sidang skripsi. Berusaha memahami kondisi dan belas kasihan menurutnya perlu dikedepankan, khususnya oleh dosen.

Selain soal niat dan rasa saling percaya, dalam tiap pertemuan daring Alif berupaya mengkondisikan kelas tak berbeda dengan kuliah tatap muka. Ia mempersuasi mahasiswanya tetap berpenampilan rapih dan bersiap dengan baik meski belajar dari rumah.

“Saya mengajak mahasiswa begini. Saat kuliah kan saya dan Anda berusaha tampil rapih. Nah, usahakan sisi kerapihan itu juga muncul ketika daring. Saya tidak menyuruh (secara langsung) untuk mereka pakai kemeja, pakai sepatu, tidak seperti itu. Ini menjadi bagian dari kita membangun komunikasi dengan mahasiswa yang kemudian mereka akan mengikuti kita,” tuturnya. (HR/RS)