Multiverse dan Alam Mimpi dalam Pandangan Islam

Pasca munculnya sebuah film pahlawan super di layar lebar yang bercerita tentang multiverse, istilah tersebut menjadi topik yang hangat diperbincangkan masyarakat. Hal tersebut kerap kali dihubungkan dengan mimpi dan keberadaan alam lain di luar nalar atau jangkauan indrawi manusia. 

Islam sendiri menanggapi mimpi sebagai sebuah proses alami dan merupakan bagian dari proses emosional yang aktif selama manusia tertidur. Bahkan terdapat kisah dalam Al-Quran yang berkaitan dengan mimpi. Hal tersebut disampaikan oleh Rheza Virgiawan,Lc., M.E. selaku Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia mengenai kisah Nabi Yusuf A.S

“Kemampuan memahami mimpi merupakan keistimewaan yang Allah berikan kepada Nabi Yusuf. Kemudian terdapat pula hadis riwayat Muslim yang menjelaskan mengenai tiga macam mimpi manusia, yaitu mimpi dari Allah, mimpi dari pemikiran manusia, dan mimpi buruk dari setan.” tutur Rheza Virgiawan.

Berdasarkan hadis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua mimpi dapat diartikan sebagai sebuah petunjuk. Namun dalam sejarah Islam mimpi juga pernah dijadikan sebagai penentu syariat azan. 

Salah seorang sahabat Rasulullah yaitu Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khatab bermimpi bertemu dengan laki-laki yang mengajarkannya untuk memanggil orang-orang agar shalat. Kemudian laki-laki dalam mimpi tersebut mengajari Abdullah bin Zaid melakukan azan. Keesokan paginya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah dan menceritakan mimpinya, lalu Rasulullah berkata “Sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah.”

Allah telah menciptakan manusia semata-mata untuk beribadah kepadanya, mengimaninya dan menjalankan seluruh perintahnya. Di samping itu isu mengenai multiverse menarik untuk dikaji dengan pemahaman dan keimanan yang matang. Seperti yang telah diketahui iman merupakan hal fundamental yang sangat dibutuhkan agar akal manusia tunduk kepada Allah Swt.

“Iman kepada hal yang gaib juga menjadi syarat fundamental dalam Islam, yaitu haqqu al-yaqiin atau seyakin-yakinnya bahwa ada entitas di luar dunia indrawi. Entitas ini maksudnya sesuatu yang nyata, bukan hanya filosofis abstrak ataupun sebuah metafora.” imbuh Rheza.

Menurutnya, mempercayai keberadaan alam lain, meski realitasnya belum mampu dijangkau oleh indra manusia adalah bagian dari sikap keimanan. Imam Abu Ja’far ath-Thahawi dalam terjemahan kitab Aqidah ath-Thahawiyah menegaskan bahwa kita harus mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak diadzab dan mengimani pertanyaan kubur oleh Munkar dan Nakir tentang Allah, agama, dan Nabinya sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat.

Oleh karena itu, ia berpendapat penting untuk menyikapi keberadaan hal-hal non logis di luar jangkauan indra manusia tersebut sebagai bagian dari kehendak Allah Swt. Maka kita harus mengimani hal tersebut sebagai salah satu rukun iman, yaitu iman kepada hal gaib. Terakhir Rheza Virgiawan mengajak agar pertanyaan terkait tempat, waktu, bentuk maupun hal-hal mengenai alam gaib tersebut sebaiknya kita serahkan kepada Allah Swt. sebagai pencipta dan pemilik alam semesta. (LY/ESP)