Perlu Dipersiapan Sejak Dini untuk Menjadi Diplomat

Sebelum memilih diplomat sebagai profesi, mahasiswa diwajibkan memiliki alasan mengapa diplomat menjadi profesi yang hendak ia pilih. Hal ini mengingat hitam putih profesi diplomat yang tidak semua orang akan dapat menikmatinya. Poin utama yang harus dipikirkan oleh seorang mahasiswa Hubungan Internasional adalah ketika hendak mendaftar sebagai diplomat adalah jumlah gaji yang bisa dikatakan jauh lebih kecil dibandingkan dengan gaji yang bisa didapatkan saat bekerja di organisasi internasional, BUMN hingga perusahaan multi nasional.

Hal tersebut disampaikan oleh M. Aji Surya, Wakil Kepala Perwakilan KBRI Kairo, Mesir dalam acara Kuliah Pakar dengan tema How to be a Successful Diplomat, yang digelar pada Jum’at (11/3). Setelah memahami alasan mengapa menjadi seorang diplomat, Aji Surya menjelaskan bahwa seorang mahasiswa harus memiliki persiapan sejak dini untuk bisa bersaing dengan pelamar lainnya.

Hal ini menurut Aji Surya tidak terlepas dari jumlah lulusan Program Studi Hubungan Internasional yang mencapai rata-rata 5.000 lulusan dari seluruh Indonesia setiap tahunnya. Sedangkan jumlah formasi yang dibutuhkan oleh kementerian luar negeri tahun 2021 hanya sebesar 50 calon diplomat baru. Hal ini berarti hanya 1% dari total alumni yang diterima di kemenlu tanpa menghitung jumlah lulusan di tahun-tahun sebelumnya.

“Kita harus tau apa yang diinginkan dari hidup ini. Ketika kita sudah tau apakah kita mau masuk Kemelu (Kementerian Luar Negeri) atau tidak, maka kita harus mulai merencanakan aksi yang harus kita siapkan sejak dini sehingga kita bisa menjadi yang terbaik dari pelamar-pelamar yang ada,” tutur Aji Surya.

Dalam proses persiapan, Aji Surya menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh seorang mahasiswa HI. Yang pertama adalah modal bahasa yang harus dimiliki, baik bahasa Inggris maupun bahasa lainnya, khususnya bahasa-bahasa yang digunakan di PBB. Ia menyampaikan bahwa skill bahasa Inggris harus dipersiapkan dengan baik mengingat mayoritas pendaftar memiliki skor TOEFL di atas 550, bahkan tidak jarang mencapai 600.

Selanjutnya, disampaikan Aji Surya, para mahasiswa juga ditekankan untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik mengingat komunikasi merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh seorang diplomat. Skill komunikasi ini tidak hanya dalam kondisi formal namun juga dalam situasi non formal yang harus benar-benar dikuasai.

Ia mencontohkan bagaimana lobi non-formal yang dilakukan oleh seorang diplomat Indonesia ketika hendak membebaskan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang menjadi terpidana hukuman mati beberapa tahun silam. Saat itu, komunikasi yang dilakukan oleh diplomat tersebut lebih bersifat non-formal dengan cara sering mengunjungi rumah majikan TKI tersebut, mencuci piring dan mulai melobi untuk membebaskan sang TKI.

Poin ketiga, lanjut Aji Surya, yang harus dimiliki oleh seorang diplomat adalah kemampuan untuk beradaptasi dan belajar segala hal yang akan menjadi tugasnya nanti. Ia mencontohkan bagaimana diplomat harus menguasai isu lingkungan ketika berada di forum tentang lingkungan dan belajar mengenai hukum internasional ketika membahas tentang batas antar negara.

“Fleksibilitas juga harus dimiliki oleh seorang diplomat mengingat situasi dan kepentingan nasional Indonesia yang sering berubah-ubah, sehingga sang diplomat harus terbiasa dengan posisi A yang bisa berubah menjadi B keesokan harinya,” terangnya.

Hal terakhir yang harus menjadi perhatian menurut Aji Surya adalah seorang diplomat tidak lagi mewakili golongan, suku dan dirinya prbadi, namun membela Indonesia di forum internasional. Kondisi ini menuntut sang diplomat untuk meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan bangsa. “Kepentingan nasional merupakan sebuah harga mati yang harus dibela oleh seorang diplomat,” tandasnya. (AP/RS)