,

Perlu Strategi Jitu Hadapi Perubahan Iklim

Kondisi perubahan iklim di dunia yang kian memprihatinkan menjadi isu menarik untuk dibahas. Untuk itu, Pusat Studi Perubahan Iklim dan Kebencanaan (PuSPIK) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar workshop terkait strategi menghadapi fenomena perubahan Iklim di Indonesia pada Rabu (4/10). Kegiatan yang berempat di Auditorium Lt.3 Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) ini dibuka langsung oleh Hudori, ST., MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UII.

Disampaikan Hudori dunia saat ini mengalami perubahan iklim yang cukup drastis. “Kalau beberapa dasawarsa lalu, iklim bisa diprediksi namun sekarang tidak. Untuk itu, UII bertanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Sehingga kajian ini di harapkan dapat berkontribusi bagi para pengambil kebijakan.” Ungkapnya. Ia menambahkan bahwa menjaga kelestarian bumi kalau tidak dimulai dari sekarang tentu akan menimbulkan masalah di ke depannya.

Pada kesempatan yang sama, direktur PuSPIK Qorry Nugrahayu S.T., M.T menyampaikan bahwa PuSIK UII membuka kerjasama dengan khalayak umum terkait rencana program pelestarian lingkungan. Kegiatan yang diselenggarakan seperti penelitian mengenai pemetaan dan pengelolaan persampahan, program desa tanggap darurat sebagai bentuk pengabdian masyarakat serta peningkatan kapasitas masyarakat di bidang pemetaan rawan bencana iklim.

Hadir sebagai pembicara, Rinto Andrianto yang merupakan perwakilan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia di bidang Pemulihan Pasca Bencana. Dalam kesempatannya, Rinto Andrianto memaparkan dampak perubahan suhu yang ada cukup dekat dengan kehidupan manusia saat ini. Kenaikan 1 hingga 4 derajat bisa berimplikasi terhadap makluk hidup yang ada di bumi khususnya biota laut.

“Perubahan ini dimulai sejak Revolusi Industri yang berdampak pada naikannya suhu dan bencana,  Banjir, Badai, dan Persebaran Penyakit adalah bencana yang paling tinggi frekuensinya. Namun, jumlah korban jiwa akibat bencana justru mengalami penurunan.”terangnya.

Lebih jauh Rinto memaparkan, “Keberhasilan lembaga penanggulangan bencana melalui aksi tanggap berkontribusi bagi turunnya jumlah korban meninggal. Tetapi justru berakibat pada kerugian ekonomi yang tinggi di negara maju. Sehingga, diperluaslah spektrum manajemen resiko hingga ke akar bencana melalui mitigasi”.

Mitigasi berfokus pada upaya mencari penyebab dan adaptasi yang menitik beratkan pada dampak bencana. Tujuannya adalah untuk mengurangi kerugian ekonomi dan mengurangi angka kematian serta resiko keseluruhan.

Rinto pun menjelaskan bahwa UNDP telah berupaya mengurangi pengundulan dan degradasi hutan melalui program UNREDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in Developing Countries) yang bekerjasama dengan Food Agriculture Organization (FAO) dan United Nations Environment Programme (UNEP).

“Mekanisme program ini berupa negara-negara pemilik hutan menahan karbon dan kompensasi dari negara penyebab polutan. Emisi karbon berpengaruh besar terhadap kenaikan suhu yang berakibat pada pemanasan global.” pungkasnya. (FEP)