,

PSHI UII Implementasikan Kerja Sama Internasional

Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) terus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya yakni kerjasama trilateral yang terjalin antara PSHI UII dengan Asian Institute of International Affairs and Diplomacy Universiti Utara Malaysia, dan Korean Institute for ASEAN Studies Busan University of Foreign Affairs.

Penandatanganan Implementation Agreement digelar di Auditorium Abdulkahar Mudzakkir, pada Selasa (19/7). Naskah ditandatangani oleh Kepala PSHI UII, Assist. Prof., Hangga Fathana, Assoc., Direktur Asian Studies of International Affairs & Diplomacy UUM, Assist. Prof. Dr. Mohammad Zaki bin Ahmad, dan Direktur Korea Institute for ASEAN Studies, Busan University of Foreign Studies, Prof. Kim Dong-Yeob. .

Kedepannya, kerjasama yang terjalin diharapkan bisa dilakukan dengan meibatkan dosen dan mahasiswa ketiga institusi untuk saling belajar dan memperluas pengetahuan. Sebelumnya, kerjasama sudah pernah dijalin oleh PSHI UII dengan Korea Institute for ASEAN Studies, Busan University of Foreign Studies melalui pengiriman seorang dosen PSHI UII untuk menjadi professor riset di Busan. Selain penandatanganan Implementation Agreement, dalam agenda ini juga digelar seminar bertajuk ASEAN-Korea Relations: Progress and Opportunities.

Prof. Kim menyampaikan bahwa kerja sama ASEAN dan Korea Selatan telah terjalin selama beberapa dekade dan ditingkatkan melalui kebijakan New South Policy (NSP) yang diterapkan oleh Presiden Moon Jae-in. Kerjasama ekonomi dengan ASEAN menjadi salah satu dari 110 prioritas nasional Korsel pada masa presiden Yoon.

Kerjasama ASEAN dan Korea Selatan terjalin dalam beberapa aspek seperti perdagangan, upaya membentuk perdamaian serta saat menghadapi pandemi Covid-19. Dalam perdagangan, ASEAN adalah rekan dagang utama bagi Korsel sedangkan Korsel bukan target pasar yang cukup strategis bagi ASEAN. Sehingga semua pihak tengah berusaha meningkatkan keseimbangan dalam hubungan dagang kedua negara. Jika dibedah berdasarkan negara, maka aktivis dagang Korsel lebih banyak fokus pada Vietnam.

Menurut Prof. Kim ada beberapa alasan kenapa ASEAN dan Korea Selatan harus terus bekerjasama. Alasan tersebut yakni adanya globalisasi dan regionalisasi, adanya kesamaan budaya antar negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur, ketersambungan ekonomi setelah krisis 1997 hingga pentingnya keseimbangan kekuatan untuk menandingi hegemoni negara-negara adidaya.

Selain kerjasama dengan ASEAN, Korea Selatan juga menjalin kerjasama secara langsung dengan negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Indonesia. Assist. Prof. Dr. Mohammad Zaki bin Ahmad mengemukakan bahwa kerjasama Korea Selatan dan Malaysia telah terjalin dengan baik sejak mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menerapkan Look East Policy pada 1992.

Hal tersebut didasari oleh Mahathir yang sangat terkesima dengan masifnya pertumbuhan ekonomi Korsel dan Taiwan. Kebijakan ini diimplementasikan melalui beasiswa untuk mahasiswa Malaysia belajar di Asia Timur dan mengundang investor ke negara tersebut. Mohammad Zaki menambahkan bahwa timbulnya Korean Wave mampu memberikan dampak yang cukup besar dalam peningkatan kerjasama.

Untuk menyukseeskan kerjasama kedua negara, Mohammad Zaki menyatakan ada beberapa hal yang harus ditingkatkan yakni transparansi dan akuntabilitas, penyediaan insentif fiskal dan pajak yang jelas. Ia juga menilai pentingnya peningkatan di bidang riset akademik dalam hal manajemen, santifik dan teknologi, mempromosikan dan memfasilitasi kerjasama akademik, membentuk cabang universitas Korea dan institusi pendidikan tinggi Malaysia.

Sementara itu, Hangga Fathana dalam kesempatannya menjelaskan bahwa kerjasama Korea Selatan dan Indonesia bisa dilihat sebagai salah satu fenomena Middle Power Diplomacy yang dicetuskan oleh Presiden Roh Tae Woo. Hal ini kemudian dilanjutkan melalui strategi diplomasi Korea melalui OECD, pembentuk East Asia Visión Group (EAVG), Sunshine Policy oleh presiden Kim-Dae Jung. Meskipun begitu, sampai saat ini Indonesia belum mendeklarasikan secara resmi terkait pendekatan middle power yang dipakai baik melalui pidato Presiden maupun laporan.

Hangga Fathana menambahkan bahwa model kerjasama ini harus ditingkatkan karena beberapa alasan, yakni aketidakpastian masa depan di kawasan Asia Tenggara dan Asia timur. Serta sebagai upaya untuk menandingi kehadiran China sebagai kekuatan baru di kawasan. (AP/RS)