Rajin Menulis dan Mempublikasikan Riset, Percepat Karir Akademik

Universitas Islam Indonesia melalui Direktorat Pemasaran, Kerjasama, dan Alumni (DPKA) menyelenggarakan Simposium Cendekia Kelas Dunia Tahun 2018 yang mengangkat tema “Kiat Sukses Menembus Jurnal Internasional Bereputasi”. Acara yang diadakan pada Kamis (16/8) di Ruang Sidang Gedung Prod. Sardjito Kampus Terpadu UII itu dihadiri oleh para dosen UII dari berbagai program studi. Sementara hadir sebagai pemateri simposium tersebut adalah Kiki Adi Kurnia, Ph.D yang juga menjabat sebagai dosen di Universitas Teknologi Petronas. Di usianya yang relatif muda, ia telah berhasil memiliki 21 H-Index.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Networking dan Kewirausahaan, Ir. Wiryono Rahardjo., M.Arc., Ph.D menyampaikan bahwa acara simposium ini terselenggara atas kerjasama UII, Kemeristekdikti, Akademi Ilmuan Muda Indonesia dan Ikatan Ilmuan Indonesia.

Wiryono menambahkan bahwa dirinya dan UII merasa senang bisa menjadi partner dalam agenda sarat manfaat tersebut. “Terimakasih sudah memilih UII menjadi partner, kami merasa terhormat menjadi partner yang dipilih untuk menyelenggarakan acara ini,” paparnya.

Lebih lanjut, Wiryono, Ph.D menegaskan bahwa simposium ini dapat menjadi pintu masuk kerjasama lainnya dan juga merupakan salah satu bagian dari internasionalisasi di UII yang terus berkelanjutan.

“UII sangat berkepentingan mengikuti program ini karena ini juga bagian dari internasionalisasi,” jelasnya.

Sedangkan dalam pemaparannya, Kiki, Ph.D menyampaikan bahwa kiat penerbitan jurnal harus dimulai dari kegemaran menulis. “Ada banyak alasan mengapa kita harus mulai melakukan publikasi, namun hal pertama yang harus kita punya adalah kegemaran menulis,” jelasnya.

Lebih lanjut ia memaparkan bahwa untuk menerbitkan tulisan di jurnal pada dasarnya tidaklah sesulit yang dibayangkan. “Meski ada banyak aturan, jika kita sudah gemar menulis semua syarat administrasi akan mudah bahkan gratis,” paparnya.

Ia juga berpesan, “Penelitian yang kita buat harus memiliki tingkat kebaruan, namun itu tidak harus 100 persen baru, kita bisa memodifikasi data yang sudah ada dan menganalisa data tersebut,” pungkasnya. (EF)