Siap Menemui Kejutan

Selamat saya sampaikan kepada sahabat saya, Dr. Agus Mansur, S.T., M.Eng.Sc. yang baru saja dilantik sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia dan diambil sumpahnya. Amanah ini insyaallah akan membuka banyak jalan untuk lebih bermanfaat untuk orang banyak.

Terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Arif Hidayat, S.T., M.T. yang sudah menjadi pelaksana tugas selama beberapa waktu dan mengamankan jalannya roda organisasi yang sempat terganggu. Semoga Allah memberikan balasan terbaik.

Seremoni pelantikan adalah momentum peneguhan komitmen secara publik. Para hadirin adalah saksinya, yang akan menjadi mitra dalam bekerja dan sekaligus merupakan wakil khalayak yang dilayani.

 

Perubahan di tengah jalan

Tidak semua perjalanan organisasi seperti yang terencana di awal. Tak jarang ada perubahan atau kejadian yang harus direspons segera. Semuanya natural karena bisa dialami oleh organisasi manapun. Respons yang kita pilih akan menunjukkan kedewasaan kita dalam berorganisasi.

Regulasi yang disepakati membantu kita menjalankan itu semua, meskipun banyak aspek dalam organisasi yang tidak sempurna diprediksi di dalamnya. Atau, bahkan dengan nakal kita bisa bertanya: apakah semua hal harus diatur dalam regulasi? Kita bisa diskusikan ini di dalam kesempatan lain, tidak hari ini.

Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa perubahan di dalam organisasi dapat direncanakan jauh hari (planned changes), tetapi kita harus menyiapkan diri terhadap perubahan yang muncul di tengah jalan (emergent changes). Perubahan yang kedua ini tidak selalu buruk, hanya saja kita sendiri yang belum siap dengan sentakan-sentakan (jolts) yang mengubah arah organisasi.

Bahkan, perubahan terencana pun tak jarang diikuti dengan konsekuensi yang tidak terbayangkan di depan (unintended consequences). Lagi-lagi, ini juga tidak selalu negatif. Ada banyak contoh konsekuensi tak disengaja yang justru disyukuri.

Penggunaan Facebook saat ini sangat berbeda dengan tujuan awal ketika didesain dan dikembangkan. Ada banyak konsekuensi tak sengaja yang justru dieksploitasi dan bahkan membawa perbedaan yang signifikan. Hal ini oleh Taleb (2007) disebut dengan angsa hitam (black swan).

Angsa lazimnya berwarna putih. Ketika kita menemukan angsa hitam, wajar kalau kita kaget. Tetapi, bisa jadi di sanalah justru adalah berkah tersamar (blessing in disguise), yang kehadirannya kadang memerlukan waktu untuk bisa diterima dengan legawa dan dimaknai dengan baik.

 

Rasionalitas terbatas

Tidak setiap kejadian dapat secara utuh kita potret. Kita hanya dapat menangkap yang tampak. Kadang memang tidak mungkin mendapatkan informasi yang sangat lengkap untuk mencernanya. Atau, bahkan memang tidak perlu dilakukan, karena informasi tersebut tidak mempengaruhi keputusan atau sikap kita.

Lagi-lagi, ini adalah sesuatu yang natural, meski model mental kita tidak menerima, karena selalu mengharapkan kesempurnaan. Dalam psikologi kognitif ini disebut dengan rasionalitas terbatas (bounded rationality). Tak jarang keputusan yang kita ambil didasarkan pada informasi yang ada saja dan tidak lengkap.

Tidak semua keputusan mempunyai kemewahan waktu. Ada yang harus diambil segera, seperti dalam situasi krisis. Situasi pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga terkait dengan ini. Sentakan-sentakan di dalam organisasi karena kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya atau terbayangkan memberikan pelajaran serupa. Pelajaran seperti ini mendewasakan organisasi dan juga kita sebagai pemimpin.

 

Tidak selalu linier

Salah satu pelajaran penting adalah bahwa kita tidak bisa mengandalkan berpikir linier. Perubahan linier merupakan yang mudah dibayangkan, tetapi tidak semua yang di lapangan seperti itu. Perubahan menuju ke perbaikan merupakan harapan wajar, tetapi tidak semua berjalan secara linier.

Dalam matematika, kita bisa mudah mengingat, bahwa tidak semua kurva adalah linier, di sana ada kurva lainnya, termasuk kurva V, kurva S, kuadratik, dan lain-lain (e.g. Rosling et al., 2016).

Sebagi ilustrasi, perbaikan pun tidak selalu menaik secara drastis ketika sudah sampai pada posisi mendekati garis asimtot. Di dunia kampus, contoh garis asimtot adalah IPK 4,0. Inilah contoh yang terjadi pada kurva S, karena tidak mungkin semua mahasiswa mendapat IPK 4,0 dan apalagi di atasnya. Kurva adopsi sebuah inovasi atau teknologi juga berbentuk S. Tidak mungkin semua orang akan mengadopsinya. Selalu saja ada yang terlewat. Garis asimtot tidak akan pernah terlewati kurva.

Perubahan kadang bahkan seperti kotak hitam (black box) yang tidak bisa dengan mudah dicerna ketika terjadi. Setelah itu muncul titik keseimbangan baru (punctuated equilibrium) (Romanelli & Tushman, 1994). Siklus ini bisa berulang pada konteks yang serupa dengan sentakan yang berbeda.

Mari, siapkan diri untuk menghadapi kejutan-kejutan yang hadir di dalam perjalanan organisasi kita.

Ada paradoks yang bisa sampaikan di sini. Di satu sisi, perencanaan diperlukan meski rencana bisa berubah. Perubahan dalam rencana bukan alasan untuk tidak melakukan perencaan. Di sisi lain, perencanaan juga jangan sampai mengekang kita untuk tidak responsif dengan perubahan dan juga bahkan lupa untuk membuat kejutan-kejutan sepanjang perjalanan menuju masa depan.

Kata orang bijak, cara paling baik memprediksi masa depan adalah dengan membuatnya. Masa depan dipastikan akan dipenuhi dengan kejutan.

 

Referensi

Taleb, N. N. (2007). The black swan: The impact of the highly improbable. Random house.

Rosling, H., Rönnlund, A. R., & Rosling, O. (2016). Factfulness. Flatiron Books.

Romanelli, E., & Tushman, M. L. (1994). Organizational transformation as punctuated equilibrium: An empirical test. Academy of Management journal37(5), 1141-1166.

Sambutan pada pelantikan Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, 12 Juni 2023