,

Solusi Mencegah Kekerasan Seksual Pada Anak

Angka kekerasan terhadap anak dinilai semakin mengkhawatirkan khususnya selama pandemi Covid-19. Tak jarang pelakunya adalah orang terdekat seperti keluarga dan pendidik. Dampak yang ditimbulkan oleh hal keji tersebut tak hanya masalah fisik juga psikologis yang berdampak panjang. Mirisnya, pendidikan seksual dini masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

“Anak harus diajari mengenai seksual sesuai tahapan perkembangannya,” jelas dr. Mei Neni Sitaresmi, Ph.D, Sp.A (K) dalam acara seminar mengenai kekerasan terhadap anak di Gedung Kuliah Umum Prof. dr. Sardjito, Kampus Terpadu UII belum lama ini.

Menurutnya, anak harus memiliki keterbukaan kepada orang tua dan pendidik mengenai keingintahuannya. Anak yang tidak memiliki rasa terbuka, akan lebih nyaman untuk mencari informasi di internet yang jauh lebih berisiko. Informasi di internet kurang bisa disaring dan dipertanggungjawabkan. Sehingga dibutuhkan pendampingan khususnya oleh orang tua saat anak sedang berselancar di internet.

Dia menerangkan kekerasan seksual pada anak akan menimbulkan kerugian fisik seperti infeksi menular seksual, gangguan menstruasi, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan dampak pada masalah mental jauh lebih kompleks lagi seperti depresi, kecemasan, kecenderungan bunuh diri, penyalahgunaan obat-obatan, perilaku seks yang menyimpang, hingga krisis identitas gender.

“Tak jarang pelaku kekerasan pada anak adalah dulunya seorang korban,” tambahnya.

Membahas dampak kekerasan seksual anak (KSA) lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa data statistika menunjukan 95% tenaga prostitusi, 59% wanita di penjara, 60% ibu remaja adalah korban KSA. Untuk itu dibutuhkan pencegahan terjadinya KSA dengan mengenali faktor risiko baik dari anak, orang tua, maupun lingkungan.

Lanjutnya, anak dengan usia muda, berjenis kelamin perempuan, dan berstatus anak tiri lebih berisiko untuk menjadi korban KSA. Melihat aspek orang tua tunggal, menderita gangguan mental, miskin, dan ketergantungan obat-obatan terlarang berisiko tinggi menjadi pelaku KSA. Termasuk apabila korban dan pelaku tinggal di lingkungan yang rentan konflik dan kekerasan.

Untuk mencegah KSA, ia menyarankan untuk mengenalkan anggota tubuh sedari dini pada anak. Anak diberi penjelasan mengenai perbedaan alat kelamin perempuan dan laki-laki. Diberi penjelasan mengenai sentuhan baik dan buruk. Sentuhan baik/boleh adalah sentuhan yang tidak menyakiti dan membuat nyaman. 

Bagian yang boleh disentuh adalah dari bahu ke atas dan dari lutut ke bawah, contohnya bersalaman dan mengusap kepala. Berbeda dengan sentuhan yang buruk/tidak boleh adalah sentuhan yang membuat anak sakit, takut, dan marah. Bagian yang tidak boleh disentuh adalah area yang tertutup oleh baju renang mulai dari paha, dada, bagian dekat kemaluan, dan mulut. 

Terdapat satu jenis sentuhan yakni sentuhan membingungkan, tidak menyakiti tapi membuat risih/jijik. Biasanya muncul di area antara bahu dan lutut. Terutama jika sentuhan ini menunjukkan kasih sayang dan nafsu. Bermula dari mengelus kepala, memeluk-meluk, kemudian meraba bagian tubuh dari bawah bahu sampai atas lutut. (UAH/ESP)