Strategi dan Harapan Indonesia akan Middle Income Trap

Middle income trap atau jebakan pendapatan kelas menengah adalah sebuah kondisi yang kerap melanda negara-negara kelas menengah. Kondisi dimana ketidakmampuan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan stabil. Indonesia menjadi salah satu negara yang juga berjuang untuk dapat lepas dari middle income trap.

Berkaitan dengan hal tersebut, Foreign Policy Community Chapter Universitas Islam Indonesia (FPCI UII) mengadakan webinar bertemakan “Strategi Indonesia Dalam Mengatasi Middle Income Trap” pada Jumat (17/6) melalui platform Zoom Meeting.

Webinar menghadirkan narasumber Dhenny Yuartha Junifta (Researcher in Institute for Development of Economics and Finance) dan Myrdal Gunarto (Global Markets Economist at Maybank Indonesia). Jalannya webinar dipandu Pingkan Audrine Kosijungan (Researcher at Center for Indonesian Policy Studies).

Posisi Indonesia sendiri sempat naik ke upper middle di tahun 2019 dan kemudian turun kembali menjadi lower middle pada tahun 2021. Sedangkan Korea Selatan telah mencapai 3 kunci untuk berada pada posisi high income. Ketiga kunci tersebut adalah riset, alokasi sumber daya, dan human capital yang bisa ditingkatkan.

Menurut Dhenny Yuartha Junifta, untuk dapat mencapai Indonesia emas di 2045, diperlukan pertumbuhan level pertumbuhan yang signifikan. “Untuk bisa kita mencapai Indonesia emas 2045, itu minimal kita perlu tumbuh di atas 5 persen, atau 6 persen lebih cepat dan kalaupun 7 persen itu kita akan lepas di sekitaran tahun 2038,” tuturnya.

Namun menurutnya, beberapa lembaga pesimis dengan pertumbuhan Indonesia sesuai dengan angka di atas, karena rata-rata dari lembaga-lembaga tersebut beranggapan bahwa Indonesia hanya mampu naik pada rata-rata 2.7 hingga 3.7 persen, sehingga Indonesia akan membutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk dapat lepas dari middle income trap. Sehingga dapat dilihat bahwa faktor utama untuk lepas dari jebakan adalah rentang pertumbuhan jangka panjang, bukan soal pertumbuhan kuartal maupun hitung-hitungan makro jangka pendek.

Faktor-faktor fundamental yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan jangka panjang ada dua macam, yang pertama adalah given factor dan yang kedua adalah social choices. Pada given factors terdapat hipotesis budaya dan hipotesis geografi, hipotesis budaya berupa nilai dalam preferensi dan kepercayaan individu atau sosial yang kemudian dapat memberikan pengaruh pada kinerja ekonomi.

Sedangkan hipotesis geografi dapat berasal dari iklim, penggunaan teknologi pertanian sesuai dengan letak, dan beban penyakit. Sementara faktor social choices biasanya berasal dari instrumen politik, distribusi sumber daya, hingga performa ekonomi.

Denny menambahkan, Indonesia masih sangat bergantung pada beberapa sektor atau komoditas, sehingga hal tersebut menimbulkan pengaruh pada kinerja pajak kita. “Berbeda dengan negara-negara lain, kita hampir sama lah kaya India, bedanya India itu sektor yang punya ketergantungan tinggi dan itu berpengaruh terhadap perekonomian itu sangat besar ya, cuma secara akumulasi kita lebih besar ya”, imbuhnya.

“Amerika serikat itu sebenarnya juga punya sumber daya alam yang sangat berlimpah, dari minyak, pertanian, dan lain sebagainya gitu ya. Tapi memang ketergantungan sektornya juga cukup relatif lebih rendah, nah ini kemudian yang menyebabkan ekspor kita itu hanya terbatas di komoditas primer, bahan pertanian, tambang, ataupun manufaktur yang punya teknologi rendah. Sangat besar sebenarnya insentif yang kita arahkan ke arah sana,” lanjutnya.

Sementara Myrdal Gunarto dalam pemaparannya terkait middle income trap mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang pertumbuhannya cukup cepat. “Kita merupakan salah satu negara yang saat ini tumbuh cukup cepat ya sebenarnya ya, dan di sisi yang lain juga kita juga di sini memiliki suatu peranan yang kuat ya dalam perkembangan ekonomi secara global,” ujarnya.

Menurut Myrdal, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya middle income trap, diantaranya adalah kurangnya nilai tambah dari sektor manufaktur, kualitas sumber daya manusia di sektor ekonomi tidak dapat mengimplementasikan kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah, serta terjadi masalah dalam melakukan birokrasi karena banyaknya aturan tumpang tindih dan wewenang yang saling berbenturan antar daerah.

Namun ia juga mengatakan bahwa sudah ada upaya dari pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah birokrasi di atas, salah satunya adalah dibuatnya omnibus law.

“Pelan-pelan kalau kita lihat juga pemerintah sudah memberikan berbagai inovasi ya, seperti omnibus law yang terbaru yang kita lihat ya. Nah ini harapannya memang supaya membuat kita itu menjadi negara yang lepas dari middle income trap, karena memang masalah birokrasi ini juga erat hubungannya dengan korupsi ya,” ucapnya.

Untuk mencapai Indonesia maju 2045 dan keluar dari middle income trap, pemerintah Indonesia membuat banyak program untuk melepaskan diri dari middle income trap. Target yang dibuat pemerintah adalah untuk kurun waktu 2030 keatas, kebanyakan programnya adalah berupa undang-undang yang terkait dengan debirokratisasi dan deregulasi yang kemudian akan menjadi andalan bagi pemerintah untuk lepas dari middle income trap.

Harapannya adalah banyak investor yang kemudian masuk setelah diberlakukannya aturan-aturan baru tersebut, sehingga kita bisa bertransformasi menjadi negara maju setelah banyak negara yang berinvestasi ke Indonesia.

Ada beberapa grand strategy yang direncanakan oleh Indonesia dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Diantaranya adalah dengan memperkuat digitalisasi, menciptakan omnibus law tentang undang-undang penciptaan lapangan kerja, green economy (ekonomi hijau), penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi komoditas, pengentasan kemiskinan ekstrim, serta otoritas investasi indonesia.

Terakhir, strategi yang dilakukan indonesia dalam menghindari middle income trap. Pertama yaitu membangun Sumber Daya Manusia (SDM), yang kedua jaring pengaman sosial sebagai pemerataan kesejahteraan, yang ketiga transformasi ekonomi, dan yang terakhir adalah memperbaiki institusi. (JR/RS)