Teliti Identitas Keislaman, Pengasuh Pondok Pesantren UII Raih Gelar Doktor

Sejarah dan semangat pendirian Universitas Islam Indonesia (UII) oleh para tokoh perjuangan nasional menginspirasi Suyanto, S.Ag., M.Si., M.Pd., Pengasuh Pondok Pesantren Putra UII dalam meraih gelar doktor di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di hadapan dewan penguji dalam sidang promosi doktor yang dilaksanakan di Gedung Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, pada hari Rabu (27/1), Suyanto berhasil mempertahankan disertasi berjudul “Dinamika dan Strategi Penguatan Identitas Keislaman”.

Suyanto menjelaskan bahwa latarbelakang disertasi tersebut berasal dari potret masa awal kemerdekaan Indonesia, dimana antara lembaga pendidikan agama dan umum (barat) berjalan masing masing. Lembaga agama hanya mengajarkan ilmu agama sedangkan lembaga umum hanya mengajarkan pengetahuan umum saja. Dijelaskan Suyanto, hal ini yang kemudian membuat para tokoh bangsa bersemangat untuk mendirikan UII yang didasarkan pada dua aspek. Pertama, UII sebagai bagian dari pembaruan pendidikan Islam. Kedua, UII sebagai gerakan modernisasi Islam. Sehingga, hadirnya UII ini menggabungkan ilmu agama dan pengetahuan umum secara seimbang.

Dalam disertasinya dijelaskan, sejak berdiri di tahun 1945 UII tumbuh sangat pesat menjadi lembaga pendidikan dan salah satu faktornya adalah karena ditanamkannya penguatan nilai identitas Islam dalam tubuh UII itu sendiri. Identitas keislaman yang ditekankan Suyanto terkait dengan identitas keislaman kelembagaan, diambil dari semangat pendirian dan sejarah perjalanan UII hingga saat ini. “Identitas keislaman yang diterapkan oleh UII ialah sebagai rahmatan lil alamin yang kemudian dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa aspek antara lain, netralitas golongan, integrasi ilmu dan agama, oposisi ketidakadilan, menyiapkan pemimpin bangsa, dan semangat ibadah dan perjuangan,” paparnya.

Lebih lanjut di paparkan Suyanto dalam disertasinya, dalam melakukan penguatan identitas Islam UII melakukannya melalui gerakan terprogram dan struktural serta kultural. Penguatan identitas keislaman melalui gerakan terprogram dilakukan dengan penerapan program-program keagamaan terhadap mahasiswa yang dapat dilihat dalam kegiatan pesantrenisasi, PNDI, dan kepemimpinan Islam dasar. Sedangkan dalam gerakan kultural dilakukan dengan kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para mahasiswa seperti pengajian malam di Masjid Ulil Albab UII. “Tentunya, dengan adanya gerakan-gerakan tersebut dapat membantu menguatkan identitas Islam di lingkungan UII dan dapat diterapkan kepada masyarakat luas,” jelasnya.

Menurut Suyanto, sebagai rahmatan lil alamin dalam beragama kita tidak boleh terlalu kaku. Hal ini menurutnya berhubungan dengan identitas keislaman yang merangkul semua golongan. Selain itu menurutnya juga tidak boleh terlalu bebas (liberal) karena dapat membuat lunturnya identitas Islam dalam diri. “Sebagai rahmatan lil alamin, kita harus memiliki sikap teguh dalam hal keagamaan dan teduh (harmonis) dalam hal berhubungan dengan orang lain dan dapat merangkul semua orang,” tandasnya (HIM/RS)