Tiga Strategi Digital Marketing Untuk Bertahan Saat Pandemi

Shafa Bella Zharifa, seorang owner Jastip Turki memaparkan dalam situasi pandemi, usaha pemasaran dan komunikasi sangat penting untuk mempertahankan kestabilan bisnis. Ia juga menjelaskan bahwa terdapat 3 strategi Digital Marketing dalam bisnis, yaitu Channel, Content, dan Funnel. Hal itu disampaikannya dalam Webinar Strategi Bisnis di Era Pandemi Melalui Digital Marketing yang diadakan di Universitas Islam Indonesia (UII). 

Menurutnya, bisnis merupakan kegiatan individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan. “Dalam krisis ekonomi saat pandemi berbisnis menjadi alternatif menambah penghasilan”, jelas Shafa.

Ditambahkannya, channel merupakan saluran yang digunakan untuk menyampaikan produk pada pembeli. Channel memberi kesempatan pelanggan untuk dapat mengenal dan mengevaluasi layanan atau produk perusahaan. Contohnya seperti Instagram dan TikTok. Yang terpenting dalam sebuah channel adalah komunikasi, distribusi dan jaringan penjualan. 

Sementara content adalah informasi yang diberikan mengenai produk pada pembeli seperti dream market. Adapun Funnel Marketing dimaknai sebagai saluran penjualan yang memfasilitasi pembeli membeli produk. Ini menjadi awal mula kesadaran pelanggan untuk siap membeli produk atau layanan yang, misalnya Shopee dan Tokopedia. 

Ia berpesan dalam merancang sebuah strategi pemasaran yang baik penjual harus tahu kapan saat yang tepat memberikan diskon untuk menarik pembeli. Misalnya dengan mengetahui kapan konsumen akan banyak menggunakan tas murah dan bagus untuk kuliah maupun bekerja.

Ia juga menekankan pentingnya memahami sikap konsumen dalam mengambil keputusan. Dengan memahami ini penjual dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif, memberi gambaran dalam pembuatan produk, menyesuaikan harga, mutu, serta kemasan produk. 

Terakhir, ia memerinci proses-proses yang mendasari pengambilan keputusan konsumen yang terbagi ke dalam empat tahapan. Pertama, problem recognition dimana konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli. 

Pencarian informasi berupa memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi.  

Kedua, alternative evaluation yakni konsumen mendapat berbagai macam informasi. Konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya. 

Ketiga, purchase decision merupakan tahap konsumen akan mengevaluasi beberapa alternatif keputusan sebelum membeli. Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama. 

“Contohnya toko A dengan memiliki channel Instagram lebih banyak dibanding pada toko B sehingga pelanggan akan membeli di toko A dengan melihat tingkat kepuasan terbanyak saat membeli barang di toko A”, tuturnya.

Terakhir, post-purchase evaluation adalah proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahapan pengambilan keputusan. Setelah pelanggan membeli produk, produk tersebut akan dievaluasi oleh pelanggan apakah sesuai dengan yang diinginkan atau tidak. “Post-purchase evaluation merupakan bentuk testimoni atau apa yang dirasakan saat membeli produk dari kita”, pungkasnya. (PN/ESP)