Atasi FoMo dengan Muhasabah Diri

Sukses Berkarir Sesuai Syariat Islam

Perasaan negatif yang dialami akibat tidak bisa terhubung, tidak bergabung, ketinggalan ataupun kelewatan momen yang dimiliki oleh orang lain hampir dialami oleh semua orang. Hal ini dikemukakan Clinical Psychologist Candidate Zunea Farizka Azyza H.U., S.Psi., di webinar nasional yang diadakan oleh Pusat Studi Psikologi Islam Universitas Islam Indonesia (UII), beberapa waktu yang lalu. Webinar yang mengangkat tema Fear of Missing Out (FoMo) ini dihadiri ratusan peserta dari seluruh Indonesia. Dalam materinya ia mengambil judul “It’s your life you’re missing out on”.

Zunea menyebut tanda-tanda seseorang mengalami FoMo, yakni fokus dengan kehidupan orang lain, mengabaikan kehidupannya sendiri, mengecek media sosial secara berlebihan, tidak fokus beraktivitas, sibuk sendiri di tengah keramaian, kesepian, serta takut tidak update postingan media sosialnya. “Orang FoMo itu sering takut tidak terhubung dengan peristiwa atau pengalaman berharga milik orang lain, khawatir ketika orang lain bahagia, merasa kehilangan kesempatan bertemu dengan orang lain, ingin tetap terus terkoneksi dengan aktivitas orang lain yang dapat membuat cemas,” sebut Zunea.

Selanjutnya Zunea menyebut bahwa laki-laki mayoritas mengalami FoMo dan berdasarkan penelitian sebanyak 72% penderita FoMo berusia 18 sampai 33 tahun. Penyebab seseorang menderita FoMo adalah karena usia, jenis kelamin, pengguna social networking site, akibat konektivitas dan teknologi, serta kepuasan kebutuhan psikologis yang rendah terhadap competence, autonomy atau relatedness. “Dampak bagi penderita FoMo seperti depresi, kecanduan media sosial, nomophobia, tingkat kepuasan hidup rendah, loneliness, anxiety, stres, menurunkan citra diri, memantik irihati, minder, dan hidup terasa hampa,” sebut Zunea secara.

Untuk mengenali apakah diri sendiri mengalami kecanduan, maka dapat dikoreksi dari aktivitas yang dilakukan setelah bangun tidur hingga tidur lagi. Jika ia setelah bangun tidur yang dicari tidak lain hanyalah gadget atau handphone nya lalu membuka sosial media maka itu dapat dikatakan juga sebagai pecandu medsos. Selain itu tanda yang lain adalah dalam aktivitas sehari-hari ia tidak bisa jauh-jauh dari handphone nya sebagai wadah media sosial, setiap hari haus akan postingan baru dari orang lain dan haus pula untuk posting momen miliknya di media sosial.

Jika konten berupa foto atau videonya memiliki like atau komen sedikit maka dapat membuat dirinya depresi, stres, hilang mood makan, dan sebagainya. Perasaan itu pula dapat dirasakan ketika melihat orang lain sukses dan bahagia. Untuk itu, Zunea membagi beberapa langkah yang perlu dilakukan agar terhindar dari penyakit FoMo. Langkah tersebut terdiri atas melacak pikiran negatif, ubah fokus, menerima diri sendiri, serta menghargai diri dan fokus pada terima kasih (syukur). “Tak kalah penting juga kita harus mulai mengendalikan penggunaan medsos dan gawai sebab kondisi nyata lebih penting dari koneksi maya. Kamu juga bisa mencoba buat jurnal, praktikkan mindfulness, dan tidak lupa ber-muhasabah,” tambahnya.

Muhasabah sebagai introspeksi diri ialah memperhatikan dan merenungkan hal-hal yang baik dan buruk yang pernah dilakukan, termasuk niat dan tujuan yang telah dilakukan serta menghitung untung dan rugi suatu perbuatan. Cara ber-muhasabah dengan memilih waktu yang tepat sesuai keadaan diri masing-masing, dianjurkan malam, rasakan kedekatan dengan Sang Ilahi, mengenali dan merasakan keberadaan Allah sepanjang waktu bahwa selalu melihat kita.

“Ketika muhasabah pilihlah posisi tubuh yang paling nyaman, lalu mulai mengeluarkan nafas secara perlahan dan merasakan energi yang diberikan Sang Ilahi pada tubuh. Ingatlah Sang Ilahi dan mengintropeksi banyak kesalahan, bertekad untuk berubah menjadi lebih baik, fokus pada hal-hal yang menjadi prioritas serta berkeyakinan mampu mengendalikan perilaku,” jelas Zunea.

FoMO memang tidak selalu menjadi kondisi yang parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, tapi tidak ada salahnya jika kita menekan rasa takut ini sebisa mungkin. “Menjaga kepuasan terhadap hidup sendiri adalah salah satu cara menjaga kesehatan mental. Jadi, cobalah untuk menghindarihal-hal yang dapat meningkatkan FoMO dan cobalah untuk menikmati hidup sendiri mulai dari hari ini,” tutup Zunea di akhir sesi. (SF/RS)