Dampak Konflik Rusia-Ukraina Terhadap Perdagangan Internasional

Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari 2022 dinilai tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Hal tersebut disampaikan Dosen Program Studi Hubungan Internasional (PSHI) Universitas Islam Indonesia (UII), Enggar Furi Herdianto, S.I.P., M.A. dalam diskusi bulanan Institute for Global and Strategic Studies (IGSS) dengan tema Konflik Rusia-Ukraina dalam Perspektif Ekonomi Politik Global.

Perdagangan Indonesia dengan Rusia dan Ukraina yang tidak terlalu memiliki peran signifikan menjadi alasan mengapa hal ini tidak akan memiliki dampak terhadap perdagangan Indonesia. Terkait dengan hubungan dagang dengan Ukraina, Enggar menyoroti bahwa salah satu kekhawatiran besar ada pada pasokan gandum Indonesia yang sebagian besar diambil dari Ukraina. Sehingga timbul kekhawatiran akan produksi olahan gandum seperti Mie Instan dan roti akibat kelangkaan pasokan barang. Mengingat kedua barang tersebut tidak menjadi konsumsi primer masyarakat Indonesia, maka tidak ada alasan untuk memiliki kekhawatiran berlebihan.

Terhadap hubungan Indonesia dengan Rusia, Enggar melihat dari sektor pariwisata tidak memberikan dampak yang cukup signifikan, karena jumlah wisatawan Rusia yang mengunjungi Indonesia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain khususnya di kawasan Asia Tenggara. Enggar juga menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki hubungan baik dengan Rusia khususnya terkait dengan keamanan nasional melalui bisnis dan modernisasi alutsista yang banyak dibeli dari Rusia, selain Amerika Serikat tentunya.

Hal tersebut menjadi pendoromg mengapa pemerintah Indonesia hingga saat ini tidak mengeluarkan kebijakan reaktif dari konflik kedua negara ini. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan Uni Eropa yang sangat ketergantungan dengan Rusia.

Untuk mengantisipasi dampak yang lebih besar lagi, Enggar menekankan agar pemerintah Indonesia memperluas supplier gandum dari negara lain dan mencari partner non-tradisional dalam perdagangan internasional.

“Target pasar non-tradisional bisa kita lihat negara yang tidak memiliki hubungan secara langsung dengan Rusia-Ukraina dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup besar. Pasar-pasar non-tradisional bisa kita dapatkan dari kawasan Amerika Selatan, Afrika dan Asia Selatan,” ujar Enggar.

Dalam acara ini, turut hadir M., S.E., M.Si., yang merupakan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekono Balikpapan (STEIPAN) dan AnggotaIkatan Ahli Ekonomi Indonesia (IAEI) Cabang Balikpapan. Ia menyampaikan bahwa negara anggota uni Eropa memiliki ketergantungan yang begitu tinggi terhadap perdagangan dengan Rusia. Hal ini didorong oleh fakta bahwa Rusia dan Ukraina sama-sama memegang Hatta komoditas penting yang akan berpengaruh kepada hajat hidup orang banyak di kawasan Eropa.

Hatta menyampaikan bahwa total expor Rusia ke Uni Eropa mencapai angka 42%, sedangkan impornya hanya 33%. Sehingga timbul dilema tersendiri di pihak Uni Eropa dalam menghadapi Rusia. Selain itu, ketergantungan akan pasokan energi dari Rusia akan menjadi pemukul utama Uni Eropa jika mereka tidak hati-hati dalam mengambil kebijakan.

Hatta menambahkan, bahwa penjualan minyak menggunakan rubel merupakan salah satu strategi Rusia untuk mengangkat nilai Rubel yang jatuh pada saat terjadi konflik ini. Hatta memprediksi bahwa konflik kedua negara nantinya akan mempengaruhi neraca keuangan kedua negara. Konflik ini akan memberikan dampak pada suplay makanan dan energy terhadap negara maju. Sedangkan negara miskin akan terpukul pada sektor keuangan juga. (AP/RS)