,

IFSWA 2020 Jurusan Arsitektur UII dan AA School London

Kolaborasi kegiatan international research trip (experimental program) Architectural Association School of Architecture (AASA) London UK dengan Program Studi Sarjana dan Magister Arsitektur diwujudkan dalam International Field School on Wooden Architecture (IFSWA) yang bertema Myth of the Forest: Forest Mechanism, Wooden Architecture and Their Culture berlangsung dari tanggal 2-6 Januari 2020 di Yogyakarta.

Jurusan Arsitektur melalui Sekolah Tukang Nusantara (SETON) UII yang dikoordinatori Dr. Yulianto P. Prihatmaji sebagai host untuk membangun, merumuskan dan melaksanakan pembelajaran tentang keberadaan hutan, produk turunannya (kota dan arsitektur), dan budaya yang tercipta karenanya. Dalam 5 hari di Yogyakarta dan 5 hari di Jakarta, Unit 3 AASA London yang dipimpin oleh Ricardo de Ostos sebagi unit master belajar, menggali dan belanja gagasan tentang Planet, People and Profit.

Yulianto P. Prihatmaji menuturkan, di Yogyakarta idea shopping bertempat di 5 papan utama belanja pengetahuan berskala macro, mezzo dan micro yang meliputi papan alas, papan ajar, papan mulya, papan karya dan papan simpul pengetahuan.

“Pertama, papan (macro) alas untuk mempelajari kekayaan alam, keragaman hayati, mekanisme organisme dan hutan, ekosistem yang mewujud dalam rentang waktu sangat panjang, yang meliputi Hutan ‘Sadiman’ Wonogiri, Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Sleman, Hutan Pinus Pengger Bantul, hutan Wanagama Gunung Kidul, dan Tebing Breksi Sleman,” jelasnya pada Rabu (29/1) di Kampus UII.

Kedua, dijelaskan Yulianto, papan (mezzo) ajar untuk mempelajari hubungan alam, manusia dan ekonomi dalam usaha yang bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungannya, yang mencakup Bamboo Living Laboratory (BALLAB) Bambooland Indonesia® Sleman, Bumi Langit Permaculture Bantul, Bambu Nusa Verde Sleman, dan Bumi Pemuda Rahayu Bantul.

“Ketiga, papan (mezzo) mulya untuk mencerap kegemilangan lingkungan binaan yang tercipta dalam kelindan alam, manusia dan budaya, yang dicermati dalam Ndalem Mangkubumen, dan Bangsal Tamanan, Karaton Yogyakarta Hadiningrat,” paparnya.

Lebih lanjut dipaparkan Yulianto, yang keempat papan (micro) karya untuk mempelajari bagaimana manusia memanfaatkan hasil-hasil hutan dan turunannya (kayu dan hasil hutan bukan kayu-HHBK) di industri furniture dan mebel kayu (Sukoharjo dan Bantul), industri topeng kayu (Gunung Kidul), industri gerabah Bayat (Klaten).

“Kelima, papan (micro) simpul pengetahuan untuk mempelajari kaitan dan kelindan dari keempat papan diatas, yang meliputi Museum Ullen Sentalu, Museum Kayu Wanagama, Museum of Ordinary Things, Museum Sonobudoyo, dan candi Borobudur,” ungkap Yulianto.

Yulianto menambahkan, proses dan hasil kegiatan-kegiatan ini serta kurikulum dan metode pembelajaran di AASA London dipaparkan dan didiskusikan dihadapan dewan dosen jurusan Arsitektur sebagai diseminasi program, juga sebagai masukan dan review untuk kurikulum Arsitektur 2020. (YPP)